OPINI
Derita Muslim di Pergantian Tahun
Oleh. Deny Rahma (Komunitas Setajam Pena)
Tak terasa, Januari 2024 telah datang kembali menyapa kita. Keceriaan menyambut datangnya tahun baru pasti selalu dirasakan setiap orang di negeri ini. Bahkan, tak sedikit di antaranya telah menyiapkan segala sesuatu seperti kembang api serta makanan untuk memeriahkan pergantian tahun. Juga pastilah agenda begadang tak pernah mereka lewatkan. Beginilah realita suka cita di malam pergantian tahun di negeri ini.
Di sisi lain, ada banyak kejadian yang telah kita alami satu tahun ini yang menyisakan banyak sekali persoalan. Perasaan senang dan sedih juga masih tetap harus kita lalui.
Pergantian tahun ini disambut dengan banyak peristiwa yang menyayat hati. Mulai dari gempa yang dialami oleh warga Sumedang pada 1 Januari 2024. Kemudian disusul dengan banjir dan tanah longsor di daerah Kerinci, Jambi, yang membuat ratusan warga harus mengungsi. Serta kecelakaan kereta api di Cicalengka, Jawa Barat pada 5 Januari 2024.
Bukan hanya peristiwa-peristiwa di awal tahun saja yang membuat kita mengelus dada. Tetapi persoalan yang belum terselesaikan di tahun 2023 juga harus menjadi perhatian bagi kita.
Lebih jauh lagi, masalah yang dialami warga Palestina juga harus menjadi perhatian kita. Hujan bom yang menghiasi langit-langit Gaza bak kembang api di tahun baru itu membuat pilu bagi warganya. Begadang yang mereka lakukan bukan lantaran suka cita karena menunggu pergantian tahun, tapi perasaan takut yang berkecamuk di hati mereka.
Dilansir dari www.kompas.id, 07/01/2024, pejabat kesehatan Palestina mengatakan bahwa, serangan Israel telah menewaskan 22.835 warga Palestina di Gaza. Dalam 24 jam terakhir—terhitung sejak Sabtu hingga Minggu pagi —serangan Israel menewaskan 111 orang dan melukai 250 orang. Selama akhir pekan, warga melaporkan baku tembak sengit meletus di kota Khan Younis di Gaza Selatan serta di distrik-distrik yang padat penduduk. Serangan Israel terhadap rumah-rumah di Khan Younis menewaskan 50 orang.
Tak hanya masalah Palestina, masalah pengungsi Rohingya pun tak kunjung usai. Mereka adalah pengungsi yang berasal dari etnis Rohingya yang melarikan diri akibat genosida pemerintah Myanmar. Indonesia adalah salah satu negeri di mana mereka terdampar, tepatnya di Aceh. Namun, ironis sekali di ujung tahun 2023 mereka harus merasakan lagi tekanan dan juga penderitaan. Ratusan mahasiswa Aceh melakukan pengusiran paksa terhadap warga Rohingya dari Gedung Balee Mauseuraya yang menjadi tempat penampungan sementara. Sehingga mereka dipindahkan menuju kantor Kemenkumham Aceh. Tak hanya mengusir secara paksa namum mahasiswa tersebut juga berbuat kekerasan terhadap mereka.
"Saat mahasiswa datang beramai-ramai menyerbu kami, melempar semua pakaian, tas, dan segala macam ke atas kami, padahal di dalam tas itu ada Al.-Qur’an, ada Iqra, tapi itu dicampakkan ke atas kami. Kami sangat ketakutan dan kesakitan, hingga menangis. Karena mengganggap saudara seiman, saya tidak menyangka mereka memperlakukan kami dengan tidak manusiawi seperti itu,“ kata seorang tua tunggal yang membawa serta tiga anaknya ke Aceh. (bbcnews.com, 29/12/2023)
Dari peristiwa tersebut dapat kita simpulkan bahwa suka cita yang hanya berlangsung beberapa jam saja, tak dapat menghalangi masalah yang masih juga belum terselesaikan. Sebagai umat Islam, seharusnya kita lebih peduli terhadap masalah yang ada di negeri kita ini. Apalagi masalah yang juga dialami oleh warga Rohingya yang notabene adalah umat Islam. Karena umat Islam ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh yang lain juga merasakannya.
Namun, di pergantian tahun ini nampak nyata paradoks kaum muslim dalam bersikap. Pesta kembang api di tengah berkecamuknya perang di Gaza, jumlah korban perang meningkat dan penderitaan muslim Rohingya adalah satu bentuk abainya kaum muslim terhadap urusan umat. Di sisi lain, seiring waktu, sikap umat mulai kendor dalam menyuarakan pembelaan terhadap palestina, juga pemboikotan produk mulai melonggar. Umat juga terpecah dalam menyikapi muslim Rohingya. Apalagi makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina.
Inilah buah nasionalisme yang memupus ukhuwah. Umat Islam disekat-sekat oleh sikap cinta kepada tanah air mereka. Serta mengabaikan saudara seakidah karena paham nasionalis ini. Maka dari itu, seharusnya umat Islam segera sadar siapa dirinya dan segera mengambil peran untuk melakukan pembelaan, pertolongan serta sikap yang nyata yaitu persatuan.
Persatuan tersebut hanya bisa terwujud jika ada institusi yang menaunginya yakni daulah Islam yang aturannya berasal dari Sang Pencipta. Dan dicontohkan langsung oleh nabi kita Muhammad saw. Karena dengan persatuan umat inilah, yang mampu menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di bumi manapun. Waalahu’alam bishawab. [My]
0 Comments: