Headlines
Loading...
Oleh. Isturia

Beberapa waktu yang lalu bapak Mahfud MD memberikan orasi ilmiah dalam acara Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai secara virtual tentang kemunduran Indonesia karena ketidakpastian hukum yang disebabkan korupsi dan suap. (Kompas.com/6/1/2024). 

Banyaknya kasus suap dan korupsi membuktikan hukum tidak berpihak pada yang benar tapi yang beruang dan punya kuasa. Miris sekali melihat kasus korupsi justru melibatkan beberapa petinggi di lembaga-lembaga penegak hukum itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di negeri ini terkesan main main dan penuh ketidakpastian.

Begitu juga kasus lainnya. Misalnya UU Minerba yang mengizinkan swasta mengelola hulu dan hilir, artinya pengusaha swasta (asing atau lokal) memperoleh kebebasan mengelola pertambangan dari proses produksi hingga distribusinya. UU yang tidak memihak rakyat yaitu UU omnibus law. Masalah pertanahan yang ramai beberapa waktu lalu yaitu kasus Wadas, Rempang dan sebagainya yang tidak memihak rakyat. 

Akibat Tangan Manusia

Hukum yang ada saat ini tidak memihak warga sipil. Tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Begitulah hukum buatan manusia. Kalaupun penegakan hukum saat ini hancur dan timbul ketidakpastian hukum itu adalah akibat ulah manusia itu sendiri. Hukum yang berasal dari akal manusia meniscayakan kehancuran, apalagi tanpa campur tangan agama dalam mengatur dunia ini. Inilah wajah sekularisme yang menjadi landasan berdirinya dalam mengatur negeri ini sehingga berpengaruh terhadap produk hukum. 

Dalam kapitalisme, keuntungan saja yang dikejar. Selain itu, dalam sistem ini hanya berpihak pada kepentingan beberapa orang yang bermodal banyak. Tidak ada yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan dan kepentingan. Hukum yang dibuat hanya untuk kepentingan orang tertentu sehingga setiap berganti pemimpin, berganti juga kebijakannya. Alhasil keluar aturan yang saling tumpah tindih dengan aturan sebelumnya. 

Amburadulnya hukum benar-benar telah mengorbankan kalangan rakyat kecil. Tidak bisa menikmati keuntungan dari pengelolaan SDA tapi malah merasakan dampak buruknya, seperti kerusakan lingkungan.

Coba kita merenung, akal manusia itu lemah, terbatas dan tidak mampu mengetahui segala sesuatunya. Antara manusia yang satu dan yang lain pasti juga berbeda-beda, bisa terpengaruh proses pendidikan, kebiasaan, hingga kondisi lingkungan. Alhasil, ketika kita membuat aturan bersumber dari akal, tentu memungkinkan muncul perbedaan yang berpotensi menyebabkan pertentangan dan perselisihan. Oleh karena itu kondisi manusia yang lemah dan terbatas tidak boleh membuat hukum karena pasti menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Kembali kepada Islam

Islam berasal dari pencipta manusia yang tahu baik dan buruk manusia sehingga aturan yang berasal dari pencipta pasti tetap dan tidak berubah meski jaman berubah. Aturan tersebut tertuang pada Al-Qur'an dan Sunnah. Hukum yang lahir dari aturan pencipta akan membawa keadilan. Berbeda ketika hukum tersebut lahir dari hawa nafsu manusia yang akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. Hukum Islam memihak yang benar bukan golongan tertentu. 

Dalam Islam, setiap muslim yang duduk di kursi kekuasaan akan takut berbuat dosa dan dzalim kepada rakyatnya. Iman dan taqwa akan membentengi mereka dari kemaksiatan. Termasuk pemimpinnya. Pemimpin akan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh tanpa terkecuali di semua aspek apa pun dan mendorong masyarakat untuk bertakwa. Pondasi iman dan takwa inilah yang akan menjaga semua agar tidak terjebak pada kepentingan dunia. Oleh karenanya, kepastian hukum hanya akan lahir dari sistem Islam.

Islam juga memberikan sanksi yang bersifat Jawabir dan zawajir. Jawabir berarti hukum Islam yang diterapkan kepada seseorang akan menghapus dosa orang tersebut. Sedangkan zawajir artinya pencegah, yaitu mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama.

InsyaAllah semuanya akan terwujud jika Islam dijadikan aturan kehidupan. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: