surat pembaca
Ketidakpastian Hukum Keniscayaan di Negara Demokrasi
Oleh. Ina Ariani (Aktivis Muslimah Pekanbaru)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, sebagai Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD, mengatakan adanya ketidakpastian hukum menjadi salah satu alasan Indonesia mengalami kemunduran. Kemudian ia menyampaikan orasi ilmiah secara terbuka dalam acara Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Sabtu (6/1/2024).
"Indonesia mengalami kemunduran di banyak hal, disebabkan oleh tidak maksimalnya investasi, pembangunan ekonomi tidak maksimal, karena di Indonesia banyak hukum yang tidak pasti," kata Mahfud, dikutip dari YouTube UnivPahlawan (Kompas.com, 06/1/2024).
Contohnya banyak para pengusaha yang mau membuat izin usahanya harus melewati prosedur yang rumit, kemudian banyaknya praktek suap agar mendapat sebuah izin atau investasi. Praktek ini telah lama berjalan, bukan baru-baru ini tapi hampir puluhan tahun. Ganti penguasa ganti kebijakan atau aturan. Asasnya sekuler dan manfaat. Bukan semata-mata kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Namun, sistem ini melegalkan tumpul keatas tajam kebawah, begitulah fakta yang ada di negeri wakanda. Jika ada kepentingan, walau itu melanggar hukum maka dalam sistem ini, demi materi, apa sih yang tidak mungkin?
Tegaknya hukum karena berbagai faktor, baik kekuatan lembaga peradilan, SDM maupun kekuatan hukum itu sendiri. Termasuk di dalamnya adalah penentuan model konsep bernegara dan sistem hukum yang berlaku. Sebab demokrasi sendiri bukan berasal dari Islam, tapi berasal dari Yunani, yang terdiri dari dua kata, demos dan kratos. Demos artinya kumpulan manusia. Kratia, artinya hukum. Artinya hukum bagi rakyat.
Hukum demokrasi bertentangan dengan Islam. Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, sementara hukum Islam berasal langsung dari Allah sebagai pencipta sekaligus pembuat aturan untuk seluruh makhluk.
Di sisi lain, undang-undang buatan manusia atau oleh individu yang tidak memiliki kapabilitas justru membuka peluang ketidakpastian hukum dan munculnya kebutuhan akan aturan baru. Dan ini satu keniscayaan dalam sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan rakyat. Suara mayoritas akan menjadi undang-undang yang wajib dipegang masyarakat walaupun bertentangan dengan fitrah, agama dan akal. Dengan sistem ini, dilegalkan aturan bolehnya aborsi, perkawinan sesama jenis, bunga bank, digugurkannya hukum-hukum syariat, dibolehkannya zina dan khamar. Bahkan dengan sistem ini, Islam dan para penganutnya yang taat diperangi.
Padahal Allah Swt., telah menjelaskan di banyak ayat tentang yang berhak menetapkan hukum hanya Allah semata. Allah sebaik-baik pembuat hukum. Haram menyekutukannya dalam menetapkan hukum dan Allah mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun yang lebih baik hukumnya dari-Nya.
“Maka putusan (sekarang ini) ada pada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Ghafir/40: 12).
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah/5: 50).
Islam menetapkan sumber hukum adalah Al-Qur’an dan as Sunnah. Dalam Islam hukum bersifat tetap dan untuk mewujudkan keadilan. Dengan khalifah yang tegas dan bertakwa, hukum akan tegak tanpa kecuali. Khalifah dan petugas negara akan selalu taat pada Allah karena memahami adanya pertanggungjawaban dunia dan akhirat.
Hanya sistem Islam yang memiliki kepastian hukum, yang itu benar-benar langsung dari Allah, pencipta sekaligus pengatur. Bukan dari kejeniusan akal manusia yang terbatas, lemah, butuh tempat bersandar. Oleh karena itu, mau tidak mau kita wajib meninggalkan sistem kufur yang lemah, menyesatkan yaitu sistem sekuler. Beralih ke sistem Islam yang rahmatan lil alamin untuk seluruh manusia dan alam.
Wallahualam Bissawab. [An]
0 Comments: