Headlines
Loading...
Konflik Agraria Hanya Lahir dari Sistem yang Rusak

Konflik Agraria Hanya Lahir dari Sistem yang Rusak

Oleh. Aan Nurhasanah 

Berbagai konflik agraria diberbagai daerah bukan hal yang biasa, selama masih berpihak dalam sistem yang rusak dan merusak konflik ini akan terus saja ada. Bukan hal yang mustahil jika konflik ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Jumlah kasus konflik agraria ini selama rentang waktu 2009—2022, setidaknya ada 4.107 jumlah kasus konflik agraria di Indonesia, dan sekitar 2,25 juta kepala keluarga (KK) yang terdampak. Dilansir dari (katadata.com, 12/01/2024). 

Berdasarkan catatan Konsorium Pembaruan Agraria (KPA), konflik agraria sepanjang 2022 terjadi 212 kasus, meningkat 4 kasus dibandingkan tahun 2021 dengan jumlah 207 konflik. 

Selain itu, dalam catatan akhir tahun KPA juga mencatat sepanjang 2022 telah terjadi 497 kasus kriminalisasi yang dialami pejuang hak atas tanah di berbagai penjuru tanah air. Dan terdapat 120 kasus pada 2020, angka ini bahkan meningkat signifikan pada tahun 2021 sebanyak 150 kasus.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menyampaikan, dalam penanganan serta penyelesaian konflik agraria KPA melihat belum ada perubahan signifikan dan mendasar yang dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Respons pemerintah juga lemah dan lambat dalam upaya pencegahan sebelum konflik meluas ke permukaan (kompas, 9/1/2024).

Konflik Agraria Lahir dari Sistem yang Rusak 

Dalam sistem kapitalisme konflik agraria menjadi suatu keniscayaan, kebebasan yang dijunjung tinggi menjadikan para penganutnya bebas berbuat dan bebas berkepemilikan, keinginan apa saja mudah di dapatkan asal ada cuan.

Sistem kapitalisme memberikan kewenangan pada para pemilik modal atau pengusaha untuk membuat kebijakan-kebijakan yang hanya berpihak dan menguntungkan para kelompoknya.

Tak hanya itu, penerapan sistem kapitalisme saat ini, yang sangat meniscayakan penguasaan lahan oleh oligarki hingga menimbulkan kerusakan alam dan penderitaan bagi masyarakat, membuat rasa keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan sulit di dapat, Penguasa seakan tidak perduli dengan nasib rakyatnya, yang seharusnya penguasa menjadi pelindung dan periayah rakyatnya. Lantas, pada siapa rakyat harus mengadukan setiap permasalahan?

Dalam sistem kapitalisme pemilikan lahan masih sangat rawan, sekalipun tanah yang ditempati sudah sekian lamanya, namun belum ada jaminan akan dimiliki selamanya, apalagi jika tidak ada bukti kepemilikan berupa sertifikat, tanah tersebut akan sangat mudah diambil alih oleh penguasa, sebagaimana salah satu nya adalah kasus Rempang. 

Rasulullah membagikan lahan kepada orang miskin untuk dikelola, namun dalam sistem yang rusak ini, jangankan dikasih sama penguasa, lahan yang sudah dimiliki pun malah digusur, dengan alasan yang kadang bukanlah masalah darurat, semua dilakukan hanya demi menggenjot nominal kapital.  

Islam tegas melarang perbuatan merampas tanah milik orang lain. Mengingat balasan berat yang akan didapat kelak diakhirat. Namun, semua rasa takut itu akan terdapat dalam diri manusia yang mempercayai akan hari penghisaban. 

"Siapa yang merampas tanah orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah акап mengalunginya kelak di Hari Kiamat dengan tujuh lapis bumi." (HR Muslim)

Solusi Masalah Lahan Dalam Islam

Islam mampu mengatasi permasalahan konflik agraria yang secara alami akan berupaya menutup celah munculnya kasus perampasan lahan, Islam mempunyai konsep kepemilikan lahan yang jelas, yang terbagi dalam tiga kepemilikan. 
Pertama, lahan milik individu, yang meliputi lahan pertanian, perkebunan, dan lahan untuk bangunan pribadi. Kedua, lahan milik umum, lahan yang diatas atau didalamnya terdapat harta milik umum, dan dilarang dimiliki serta dikuasai oleh individu, negara hanya berhak mengelola demi kepentingan rakyat dan kemaslahatan umum. Ketiga, lahan milik negara, semua jenis lahan yang tidak berpemilik  menjadi milik negara, termasuk lahan yang telah ditelantarkan pemiliknya lebih dari tiga tahun.

Hunian rumah yang nyaman, merupakan dambaan umat muslim, maka diperlukan penguasa yang mampu memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap rakyatnya, yang bisa menghindarkan dari tindakan semena-mena tehadap kepemilikan lahan hingga terjadi penggusuran lahan oleh penguasa.

Islam memandang bahwa lahan dan harta lainnya pada hakikatnya adalah milik Allah Ta'ala. Dan Allah telah memberikan kepada umat-Nya untuk dimiliki dan dikelola sesuai dengan aturan-Nya (Al-Qur'an dan Sunnah). [Ma]

Baca juga:

0 Comments: