OPINI
Konflik Lahan, Paradoks Pembangunan
Oleh. Mery Isneini S.Pd
Konflik lahan di negeri ini seolah tidak ada titik penyelesaiannya, bahkan semakin banyak jumlahnya. Negara seakan membuat regulasi yang memudahkan untuk perampasan lahan rakyat dengan dalih peningkatan pembangunan.
Nyatanya pembangunan itu tidak bisa dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Sebagai contoh jalan tol yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang punya mobil dan punya duit untuk bayar tarif tol. Ini berarti pembangunan tidak untuk kepentingan rakyat tetapi untuk kepentingan tertentu.
Pada tanggal 8 Desember 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional (Perpres 78/2023). Produk regulasi menyesatkan tersebut diduga lahir atas kegagapan Jokowi terkait kelanjutan ambisi proyek nasional pada satu tahun terakhir masa jabatannya.
Konflik lahan adalah satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme demokrasi yang melahirkan politik oligarki.
Atas nama investasi pembangunan terus digenjot yang katanya untuk membuka peluang tenaga kerja, nyatanya penduduk lokal hanya dijadikan buruh yang belum mampu menyejahterakan mereka, alih alih pembangunan konflik lahan dengan pengalihan lahan produktif menjadi kawasan industri atau perumahan justru menjadikan lahan yang produktif ini semakin menyempit dan ruang hidup semakin terbatas.
Dalam sistem kapitalisme kepentingan rakyat sudah tidak digubris lagi yang mereka pikirkan bagaimana mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan modal yang minimal. Sehingga banyak ditemukan kasus perampasan lahan oleh aparat yang menyebabkan masyarakat kehilangan tempat tinggalnya padahal mereka sudah tinggal di daerah tersebut dan menghidupkan tanah tersebut berpuluh-puluh tahun seperti kasus di Rempang misalanya. Hal ini semakin menambah daftar kelam konflik lahan antara negara dengan rakyat. Sudah mati kah hati nurani penguasa di negeri ini?.
Mereka seolah menutup mata dan pendengaran mereka atas jeritan penderitaan yang di derita oleh rakyat atas nama pembangunan dan investasi.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki konsep jelas atas kepemilikan lahan, dan menjadikan penguasa sebagai pengurus dan pelindung rakyat termasuk pelindung kepemilikan lahan. Di dalam sistem Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara.
Dengan pengaturan kepemilikan tersebut sudah sangat jelas bagian-bagiannya sehingga tidak akan muncul konflik lahan. Lahan yang dimiliki oleh individu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar menghasilkan manfaat, jika didapati ada lahan milik individu yang selama tiga tahun berturut turut tidak ditanami/dimanfaatkan maka akan diambil alih oleh negara, sehingga dalam Islam lahan ini akan betul-betul dimanfaatkan yang dapat menghasilkan sesuatu untuk kehidupan. Adapun kepemilikan umum yang meliputi hutan dan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kepentingan umat tidak boleh dijual kepada swasta. Lalu bagaimana dengan fakta yang ada saat ini? Tentu saja sangat bertentangan dengan hukum syara’.
Penguasa seakan membabi buta menjual sumber daya alam termasuk hutan di dalamnya kepada pihak asing yang tentu saja hasilnya hanya bisa dinikmati oleh oligarki tersebut lagi-lagi rakyat hanya gigit jari.Padahal kalo itu semua dikembalikan lagi kepada umat tentu akan menjadikan masyarakat menjadi makmur kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan maksimal.
Proyek Pembangunan apapun dalam negara Islam dilaksanakan untuk kepentingan rakyat dan didukung kebijakan yang melindungi rakyat dan membawa kemaslahatan rakyat.
Dalam Islam penguasa akan sangat berhati hati menjalankan amanat rakyat karena visinya jauh ke depan yaitu pertanggungjawaban di akhirat nanti. Dalam kasus konflik lahan misalnya di dalam Islam negara akan menerapkan aturan sesuai dengan hukum syara’. Sehingga tidak akan mendzalimi rakyat dengan merampas tanah milik rakyat untuk pembangunan. Negara akan menjamin kepemilikan umum dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat.
Sudah saatnya umat bangkit mengganti sistem demokrasi kapitalis yang menyengsarakan ini dengan sistem Islam yang berasal dari sang khaliq yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Penerapan sistem Islam dengan menegakkan khilafah bukan hanya menjadi kewajiban tetapi sebuah kebutuhan yang harus segera terpenuhi. Karena faktanya saat ini konflik lahan yang semakin menggurita tidak akan bisa terselesaikan dengan tuntas selain merubah sistem yang ada menjadi sistem Islam yang rahmatan lil alamiin.
Semoga semakin banyak umat yang sadar akan pentingnya menerapkan hukum Allah dimuka bumi ini agar kehidupan bisa tercipta dengan baik dan diridhoi oleh Allah SWT.
Wallahua'lam bishawab. [Rn]
0 Comments: