OPINI
Nyawa Manusia Tidak Berharga di Sistem Kapitalisme
Oleh. Rina Herlina (Pegiat Literasi)
Sungguh miris dengan maraknya berita terkait pembunuhan yang kerap terjadi di berbagai wilayah Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya muslim. Sungguh sebuah fakta memilukan, betapa nyawa manusia kini seperti tidak ada harganya. Terkadang hanya karena persoalan sepele, tega melakukan pembunuhan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Pasaman Barat. R (47) ditangkap atas dugaan pembunuhan terhadap suaminya sendiri Sumarno (48) di Jorong Bandarejo, Dusun III, Nagari Lingkuang Aua Bandarajo, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. (minangsatu.com 08/01/2024).
Kekerasan sampai pembunuhan merupakan kejahatan yang sudah terjadi sejak adanya kehidupan manusia di dunia. Kasus pembunuhan pertama dapat kita lihat dari kisah anak-anak Nabi Adam AS, Habil dan Qabil. Hingga saat ini, kasus pembunuhan terus terjadi dan mungkin tidak akan pernah berhenti hingga kiamat.
Berbagai penelitian sudah banyak dilakukan agar bisa mengungkapkan alasan seseorang menjadi pelaku pembunuhan. Sebab faktanya, pembunuhan bisa dilakukan siapa saja, seperti orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Jika memperhatikan pada kasus-kasus pembunuhan yang sudah terungkap, ternyata ada banyak motif yang mendasari terjadinya suatu pembunuhan. Seperti adanya reaksi terhadap kekerasan yang dialami sehingga memunculkan keinginan untuk menyelamatkan diri dari tekanan dan kekerasan. Hal ini bisa dilihat dari berbagai kasus pembunuhan yang dilakukan seorang pembantu terhadap majikannya.
Sakit Hati dan Balas Dendam Kerap Menjadi Motif Pembunuhan
Akibat dari adanya rasa sakit hati dan tidak dapat melarikan diri dari tempat kejadian, hampir selalu akhirnya mereka menyerang hingga membunuh. Motif sakit hati dan balas dendam juga kerap menjadi alasan seseorang melakukan pembunuhan. Misal, sakit hati karena pasangan berselingkuh, motif uang (misalnya pada pembunuh bayaran, membunuh untuk mendapatkan imbalan), dan motif utang-piutang. Pembunuhan tersebut bisa dilakukan seorang diri, akan tetapi bisa juga dilakukan secara bersama atau berkelompok.
Karena meniadakan terjadinya pembunuhan begitu sulit dilakukan pada sistem kapitalisme saat ini, setidaknya mereka beranggapan bahwa kejahatan pembunuhan bisa dikurangi, dicegah, atau dihindari. Caranya dengan berusaha mengenali faktor-faktor penyebab munculnya dorongan agresi pada manusia.
Karena menurut mereka, berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya penggerak bagi seseorang merencanakan, memutuskan, dan membunuh orang lain. Ini bisa dipicu karena adanya konflik sosio-emosional. Seseorang yang merasa kecewa, sakit hati atau dendam secara ekstrem akan berusaha melampiaskan rasa kecewa, sakit hati, dendam atau amarah dengan cara membunuh.
Rendahnya toleransi dalam mengatasi rasa kecewa dan marah akibat suatu konflik, seringkali mendorong munculnya agresivitas pada seseorang yang tidak bisa dikendalikan. Kemudian menyerang lawannya walaupun bisa jadi pada awalnya tidak ada niat untuk membunuh. Adanya sikap yang tidak mudah memaafkan orang lain mengakibatkan rendahnya toleransi manusia terhadap ketidaknyamanan yang dialami. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya agresivitas. Semakin sulit dan tidak bisa memaafkan justru semakin besar pula dorongan agresivitasnya kepada orang lain.
Faktor lainnya adalah pola asuh yang tidak baik dalam menyelesaikan konflik pada masa kanak-kanak, ini bisa dilihat dari kebiasaan orang tua merespons anak yang berkelahi dengan temannya dan pulang ke rumah dengan menangis. Banyak orang tua yang justru memarahi anaknya bahkan mengejek anak dengan ungkapan bodoh dan lemah, serta mendorongnya untuk kembali melawan.
Misalnya ayah yang ingin mengajarkan anaknya untuk menjadi kuat dengan mengatakan, “Bodoh, kalau kamu di pukul jangan nangis, pukul lagi, kalau perlu ambil kayu dan pukul kepalanya.” Nasihat seperti ini direkam anak sehingga ketika ia menghadapi peristiwa yang sama, perintah yang sudah terekam di memori dengan otomatis menggerakkan perilakunya untuk melakukan penyerangan.
Imitasi perilaku akibat pemberitaan media yang menayangkan reka ulang kejahatan dengan korban yang ditampilkan secara terang dan nyata, ternyata juga bisa menjadi salah satu faktornya. Terakhir, kemampuan komunikasi yang lemah sehingga membuat konflik tidak bisa diselesaikan dengan baik, menyebabkan perdebatan panjang serta saling menyerang secara verbal dan berujung pada penyerangan secara fisik.
Terlepas dari semua faktor yang sudah dijelaskan diatas, lemahnya akidah karena jauhnya umat dari agamanya merupakan faktor paling mendasar yang mengakibatkan seseorang mudah melakukan tindak pembunuhan.
Islam Sangat Melarang Pembunuhan
Pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam. Hal ini merupakan kejahatan tingkat tinggi, apalagi kalau pembunuhan tersebut dilaksanakan dengan sengaja. Biasanya efek pembunuhan itu berkepanjangan sehingga menimbulkan dendam kesumat antara keluarga terbunuh dengan keluarga atau pembunuh itu sendiri. Kondisi dendam tersebut mengikut pengalaman berlaku baik untuk orang per orang maupun orang banyak seperti efek dari sebuah peperangan yang meninggalkan kesan dalam waktu berkepanjangan.
Islam melarang umatnya membunuh seorang manusia atau seekor binatang sekalipun, jika itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal darah atau boleh dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad, yakni orang-orang Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan hadis Rasulullah saw. "Barang siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah dia."
Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad tersebut diajak kembali ke agama Islam selama batas waktu tiga hari, jika selama itu dia tidak juga sadar barulah dihadapkan ke pengadilan. Lebih lanjut, yang juga halal darahnya adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni diberlakukan hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya.
Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dilakukan hal yang sama (dibunuh) terhadapnya sebagai hukuman qishash atasnya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-Baqarah: 178).
Wallahuallam.
[Hz]
0 Comments: