OPINI
Pangan Bahaya Mengancam, Negara Harus Bertindak Tegas
Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Sumber pangan berbahaya menjadi salah satu sumber masalah yang belum juga menemukan solusi hingga saat ini. Diantaranya daging anjing yang kini sangat meresahkan.
Kebijakan Tidak Jelas, Pedagang Makin Bebas
Perdagangan daging anjing di Solo, kini tengah menjadi pusat perhatian. Banyak penjual menjual daging tersebut secara sembunyi-sembunyi setelah ada aturan pelarangan penjualan daging anjing yang diatur dalam peraturan daerah. Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Peternakan (DPKPP) Kota Solo mencatat ada 27 warung yang menjual olahan daging anjing (detiknews.com, 12/1/2024). Kepala DPKPP Kota Solo, Eko Nugroho Isbandijarso mengatakan, data-data di lapang mencatat ada puluhan warung daging anjing yang beroperasi di Solo. Warung tersebut membutuhkan sekitar 90 sampai 100 ekor anjing setiap harinya.
Menyoal penangkapan sekumpulan anjing dalam kendaraan pick up pada tanggal 6 Januari 2024 lalu, sebanyak 226 anjing yang akan diselundupkan ke wilayah Sragen untuk daging konsumsi telah digagalkan petugas Polrestabes Semarang yang bekerjasama dengan Animal Hope Shelter Indonesia (soloraya.com, 11/1/2024). Daging anjing yang akan dipasarkan sebagai daging konsumsi ini digrebek di Gerbang Tol Kalikangkung Semarang.
Warung kuliner daging anjing di Solo memang banyak ditemukan. Salah satunya di Kota Bengawan. Anjing-anjing ini merupakan "kiriman" dari wilayah Jawa Barat, antara lain Garut, Subang dan Tasikmalaya (soloraya.com, 11/1/2024). Pedagang daging ini pun kini sulit mendapatkan pasokan daging anjing akibat penggrebekan beberapa waktu lalu. Alhasil, banyak warung "guk-guk" harus tutup tiga minggu ini sejak awal Januari 2024 lalu. Pedagang mengaku merugi karena begitu banyak pelanggan yang kecewa. Makanan favoritnya tidak bisa lagi dijajakan. Ada permintaan konsumen menjadi alasan kuat para pedagang tetap menjajakan daging haram ini. Bahkan ada penjual yang sudah 25 tahun tidak mau beralih profesi.
Konsumsi anjing di Solo dianggap suatu kebiasaan yang membudaya hingga kini. Bahkan dicatat sejarah sebagai makanan yang paling banyak dikonsumsi di Soloraya. Adat dan tradisi yang dibawa Belanda dan Tionghoa pada seratus tahun silam (solopos.com, 26/12/2023).
Tentu saja, segala fakta yang ada saat ini membuat resah. Penyebaran dan perdagangan daging anjing dianggap boleh-boleh saja meskipun berdasarkan kriteria pangan, anjing bukanlah binatang untuk diambil dagingnya. Selain karena bakteri yang ada di dalam tubuhnya, anjing pun haram dikonsumsi secara syariat Islam.
Berbagai peraturan telah disahkan oleh lembaga-lembaga terkait seperti contoh daerah yang melarang memperjualbelikan atau makan daging anjing, Walikota Malang melalui SE Walikota Malang No. 5/2022 mencatat adanya larangan bagi seluruh pedagang untuk menjual daging anjing dan berbagai produknya di pasar rakyat, pasar modern, serta tempat berjualan lainnya. Pun demikian dengan para pelaku usaha, resto, warung, dan pedagang kaki lima juga dilarang menyediakan makanan dari bahan yang berasal dari produk daging anjing. Atas pelanggaran penjualan daging anjing tersebut, semestinya pihak pemerintah daerah seperti Satpol PP mampu tegas melakukan penindakan.
Namun, faktanya tidak demikian. Selama 25 tahun lebih, daging anjing dan atau olahannya tersebar dengan aman di wilayah Solo. Keadaan ini pun sangat memprihatinkan. Indonesia sebagai negara muslim terbesar tapi justru tidak mampu tegas pada hukum dan sanksi yang wajib diterapkan.
Semua ini sebagai konsekuensi diterapkannya sistem kapitalisme sekuleristik. Sistem yang mengutamakan keuntungan tanpa berpijak pada standar yang benar. Setiap tindakan dilakukan demi memperoleh keuntungan materi tanpa peduli standar halal haram. Padahal jelas pedagang dan pengkonsumsi daging anjing hukumnya haram. Namun, karena banyak pelanggan dan permintaan di pasar sangat menjanjikan, makan diambillah keputusan yang tidak semestinya.
Negara pun tidak mau ambil pusing. Selama tindakan masyarakat dipandang menghasilkan secara ekonomi, maka ketentuan dan hukum pun dengan mudah dilanggar. Sehingga hukum dan sanksi yang diterapkan tidak melahirkan efek jera.
Sistem Islam, Menjaga Pangan Umat
Sistem Islam menetapkan bahwa penjagaan pangan adalah hal utama untuk menjaga kemuliaan umat. Pangan yang beredar dan dikonsumsi harus terjamin thoyyib dan kehalalannya. Setiap regulasi yang ditetapkan negara pun wajib berorientasi pada penjagaan rakyat dengan menetapkan hukum dan sanksi yang jelas bagi setiap pelanggar.
Pun demikian dengan peredaran daging anjing yang membuat resah. Hukum berdagang dan mengkonsumsi daging anjing serta olahannya, jelas haram secara syariat. Keharamannya pun jelas disabdakan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,
"Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933).
Dari Ibnu Abbas berkata,
"Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam"
(HR Muslim no. 1934).
Selain kategori karnivora, anjing juga termasuk hewan pemakan kotoran (jalalah) sehingga haram hukumnya untuk dikonsumsi.
Rasulullah melarang dari memakan jalaalah (binatang pemakan kotoran) dan memerah susunya. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Jelaslah, daging anjing merupakan makanan haram yang dilarang untuk dikonsumsi kaum muslim. Dan semua ketetapan ini semestinya ditetapkan dalam suatu kebijakan (regulasi) yang ditetapkan negara sehingga mampu mengikat setiap warga negara.
Hanya dengan sistem Islam-lah ketegasan regulasi tentang pangan halal, thoyib dan aman dapat diatur dengan sempurna. Sistem Islam memberikan pengawasan yang detil dan sempurna terhadap setiap peredaran makanan. Sistem Islam dalam wadah institusi khil4f4h, satu-satunya lembaga yang mampu tegas menerapkan hukum dan sanksi yang jelas. Sehingga, penjagaan umat mampu sempurna terlaksana. Karena dalam khil4f4h, setiap nyawa umat adalah amanah yang harus dijaga kemuliaan dan keamanannya.
Wallahualam bissawab. [Ys]
0 Comments: