surat pembaca
Paradoks Sikap Muslim di Pergantian Tahun
Oleh. Hana salsabila A.R
Tahun silih berganti. Namun duka dunia nampaknya tak kunjung berhenti, sebaliknya semakin menjadi. Ditengah euforia perayaan tahun baru, kembang api bertebaran dan menghujani langit menyambut kebahagiaan dan keceriaan. Sementara disana, di Gaza, Palestina, rudal bom juga kerap beterbangan menghujani kota-kota dan terus membunuh jiwa. Dan itu terjadi di waktu yang sama.
Tak hanya Gaza, kabar miris juga datang dari kabar saudara Muslim dari Rohingya, tepatnya mereka yang tengah singgah dan mencari perlindungan di negeri kita tercinta. Ya, pengusiran pengungsi Rohingya oleh mahasiswa di Aceh. Sampai-sampai menyisakan trauma dan ketakutan bagi mereka, tak tanggung-tanggung bahkan wanita dan anak-anak tak lepas dari intimidasi. "Kami kira akan mati di sini" begitu ucap mereka. Para mahasiswa tersebut berbuat anarkis demikian akibat termakan isu negatif dari oknum-oknum tertentu. Tak hanya mahasiswa saja, bahkan para warganet pun tak lepas dari isu tersebut.
Padahal kita sama-sama tahu, baik Palestina dan Rohingya adalah sama. Sesama saudara Muslim kita dan merupakan kaum yang sama-sama terdzalimi, tapi kita memperlakukannya dengan berbeda. Di sisi lain pula, semangat pemboikotan dalam rangka mendukung dan membela Palestina saat ini mulai mengendur. Bahkan sejak awal pun kita juga masih tidak kompak dalam hal ini, menganggap sepele soal isu Palestina maupun isu Rohingya. Belum lagi media yang dengan gencar membungkam berbagai postingan terkait.
Tak ayal, kita memang terbelah. Padahal bukannya seharusnya kita bagaikan satu tubuh? Tapi kenapa bahkan sesama muslim respon dan tindak tanggap kita berbeda-beda? Bahkan saat pergantian tahun kemaren, banyak diantara Muslim yang dengan gembiranya merayakan dan memeriahkan, padahal di belahan bumi lainnya saudaranya tengah ditimpa kesusahan dan duka. Belum lagi akibat nasionalisme yang menjadikan umat ini semakin terpecah, tak hanya itu bahkan sampai berdebat dan bermusuhan satu sama lain.
Sekali lagi, bukankah umat Islam ini umat yang satu? Yang senantiasa dikatakan oleh Rasulullah bak satu tubuh? Namun nyatanya saat ini Muslim saat ini jauh dari itu. Hal ini disebabkan umat yang dipisahkan oleh sekat nasionalisme. Jangankan untuk menolong, kadang hanya untuk sekedar peduli pun tidak. Jika pun ingin menolong, paling mentok negara hanya mengecam dan masyarakat yang memboikot itupun tidak optimal.
Sebab itulah kita butuh daulah dan sistem Islam yang mampu memberangus sekat nasionalisme itu. Daulah Islam yang tentu akan selalu menjaga darah Muslim tak pandang ras dan golongan. Tak sekedar Muslim, darah siapa pun yang berada di bawah naungan daulah akan dijamin keamanan dan perlindungannya. Juga ikatan persaudaraan sesama Muslim nya tentu akan selalu terjaga, sebab seperti dikatakan sebelumnya bahwa ikatan ukhuwah sesama Muslim itu erat sebagaimana satu tubuh. Wallahu alam. []
0 Comments: