OPINI
Vaksin Covid-19 Berbayar, Dimana Peran Negara?
Oleh. Nur Fitriani
Pemerintah memastikan program vaksinasi covid-19 tidak lagi ada untuk masyarakat umum mulai 1 januari 2024. Hal ini diungkapkan oleh kepala biro kumunikasi dan pelayanan publik kementrian kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi. Nadia menjelaskan bahwa harga vaksin covid-19 bebayar akan di tentukan masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan vaksin covid-19 berbayar. Artinya pemerintah tidak terlibat dalam penentuan harga vaksin covid-19 berbayar. Sebelumnya Mentri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, harga vaksin covid-19 kemungkinan mencapai ratusan ribu rupiah per dosis. Meski mulai bebayar mulai tahun ini, pemerintah memastikan tetap menyediakan vaksin covid-19 gratis untuk kelompok tertentu. www.nasionalkompas.com, Jakarta (31/12/2023)
Kebijakan pemerintah ini mendapat kritik dari wakil ketua komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidati menyatakan kebijakan vaksin covid-19 berbayar yang rencananya mulai 1 Januari 2024 belum tepat untuk diberlakukan. Sebab menurutnya pada akhir tahun ada peningkatan kasus covid-19 ada 318 kasus baru dan ada satu kematian. Jadi, pemberlakuan kebijakan ini dirasa belum tepat waktunya, katanya Kurniasih dalam keterangan tertulis. www.antara news.com, Jakarta (31/12/2023)
Ditengah jumlah naiknya kasus covid-19 kebijakan pemerintah menetapkan vaksin covid-19 berbayar memang terlihat aneh meski masih menyediakan vaksin gratis untuk yang memang belum pernah mendapatkan vaksin dan kelompok rentan . seharusnya negara memberikan vaksin gratis pada semua rakyat mengingat penyakit ini adalah penyakit menular. Disisi lain istilah kelompok rentan seolah menjadi alat pembungkam yang menghalangi vaksin gratis kepada yang tidak rentan. Padahal sejatinya semua rakyat rentan terhadap wabah sehingga peningkatan kekebalan tubuh penting untuk semua lapisan masyarakat. Penetapan vaksin covid-19 berbayar ini adalah menggambarkan potret negara kapitalis yang tidak meriayah warga dengan baik tetapi negara malah menjadi pedagang bagi rakyatnya. Penerapan sistem kapitalisme yang meniscayakan kesehatan menjadi objek komersial bagaikan barang atau jasa yang ditujukan untuk mencari untung. Negara bertindak sebagai regulator yang menyerahkan pelayanan kesehatan kepada pihak swasta. Kalaupun negara ikut berperan dengan adanya subsidi dari APBN jumlahnya sangat terbatas dan hasilnya pelayanan kesehatan semakin sulit diakses masyarakat karena harganya semakin mahal, dan mengingat jumlah warga miskin masih cukup banyak.
Konsep kesehatan kapitalisme dilandasi sudut pandang sekulerisme dengan bentuk liberalisasi kesehatan. Konsep ini dijalankan oleh seluruh dunia dibawah kontrol otoritas kesehatan dunia WHO. Pada 2005, seluruh anggota WHO menandatangani resolusi soal Universal Healt Coverage (UHC) yakni agar semua Negara anggota menggembangkan sistem pembiayaan kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat. Sistem pembiayaan yang dimaksud tidak lain adalah asuransi yang melibatkan perusahaan plat merah dan milik swasta atau kapitalis. Dengan demikian berharap kesehatan gratis termasuk jaminan preventif dari penyakit menular dari sisrem kapitalisme adalah utopis.
Kondisi ini tidak akan terjadi pada negara yang menerapkan Islam kaffah dibawah institusi Khilafah. Dalam Islam pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar yang menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat. Sebab fungsi negara/ pemerintah adalah pengurus segala urusan dan kepentingan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda: “Imam/ penguasa adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus”. (HR. Al Bukhori). Jaminan dalam kesehatan itu memiliki tiga sifat: yang pertama berlaku umum tanpa deskriminasi artinya tidak ada perbedaan pelayanan, baik muslim maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Kedua bebas biaya atau gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan sepeser pun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara. Ketiga seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara. Pengadaan pelayanan sarana dan prasaranakesehatan tersebut wajib senantiasa diupayakan oleh negara bagi seluruh rakyatnya. Sebab jika pelayanan kesehatan tidak ada maka akan dapat mengakibatkan terjadinya bahaya yang akan mengancam jiwa rakyatnya.
Islam telah menetapkan Negara tidak hanya sebagai raa’in/ pengurus tetapi juga sebagai junnah/ pelindung. Termasuk Negara wajib membentengi masyarakat menghadapi serangan penyakit menular sebab kesehatan menjadi kebutuhan pokok dan tanggung jawab Negara. Dalam hal penyakit menular Khilafah akan memfasilitasi para ilmuwan untuk menggembangkan teknologi sendiri sehingga mampu mencukupi kebutuhan vaksin secara gratis. Negara juga akan menerapkan _lockdown_ atau menutup wilayah sumber penyakit untuk memberantas wabah. Untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan bagi rakyat Negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan seluruh rakyatnya. Negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab kepada pihak lain baik kepada pihak swasta ataupun rakyatnya sendiri. Pemberian jaminan kesehatan seperti ini tentu membutuhkan dana besar. Dana tersebut bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariat diantaranya adalah dari harta hasil pengelolaha umum termasuk hutan, berbagai macam tambang minyak dan gas dan sebagainya. Dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghonimah, fa’i, usyur dan masih banyak lainnya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat. Tentu saja dengan kualitas yang terbaik. Demikianlah sistem kesehatan Khilafah adalah model terbaik dalam menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negaranya.
Wallahu’alam bishowab
0 Comments: