Headlines
Loading...
Agama Solusi Persoalan Negara, Sejauh Apa Perannya?

Agama Solusi Persoalan Negara, Sejauh Apa Perannya?

Oleh. Yulweri Vovi Safitria
(Freelance Writer)

Belakangan ini, sejumlah narasi petinggi negara ataupun tokoh agama makin kuat menyebutkan bahwa agama adalah solusi persoalan bangsa. Bahkan, pada perhelatan AICIS ke-23 yang diselenggarakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Semarang, 1–4 Februari lalu, menjadi ajang refleksi dan berbagi pemikiran, mendefinisikan kembali tentang bagaimana kajian dan peran agama (Islam) dalam merespons, serta memberikan solusi atas beragam tantangan kemanusiaan saat ini. Kemenag juga mengatakan bahwa agama harus dibawa sebagai solusi problem stunting anak-anak Indonesia (kemenag.go.id, 31-1-2024).

Sementara itu, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Drs. Amich Alhumami, M.A., M.Ed., Ph.D. menyoroti peran krusial agama dalam mewujudkan visi Indonesia emas 2045. Ia menyebutkan bahwa nilai agama mampu menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan. Agama juga mempunyai peran penting dalam transformasi sosial, upaya pengentasan kemiskinan, dan pembangunan (suaramerdeka.com, 6-2-2024).

Narasi-narasi tersebut seolah menunjukkan bahwa pemerintah mulai merangkul agama untuk dijadikan solusi berbagai persoalan, padahal sebelumnya, sikap pemerintah seringkali berseberangan dengan umat Islam. Masih segar di ingatan masyarakat, bagaimana sepak terjang D*nsus 88, munculnya narasi calon-calon teroris adalah anak-anak muda yang good looking, dimunculkan ketakutan terhadap rohis, ide sertifikasi bagi khatib dan dai, dan lain sebagainya. Lantas, mengapa sekarang ada kecenderungan negara mendekati agama?

Peran Agama dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

Dewasa ini, segala hal yang berbau agama memang seolah diangkat dan menjadi tren, seperti sistem ekonomi syariah, pelarangan valentine’s day yang tidak sesuai dengan syariat Islam, perlunya peran agama dalam mengatasi stunting, begitu pula dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, agama sangat dibutuhkan. Sekilas, tentu kita melihat bahwa pemerintah mulai open minded dengan ide Islam, benarkah demikian?

Jika melihat landasan berpikirnya, yakni sekuler kapitalisme, narasi-narasi tersebut sejatinya ingin meredam girah umat Islam terhadap penerapan syariat. Ya, bagaimanapun ide sekularisme, pada faktanya menolak agama diterapkan di ranah publik. Sekularisme membuat peran agama menjadi mandul. Melalui berbagai rancangan, seperti Islam liberal, moderasi beragama, hingga Islam moderat yang menganggap semua agama sama, masyarakat diarahkan agar mau menerima bentuk negara dan sistem yang sudah ada sehingga tidak perlu penerapan syariat-Nya.

Oleh karena itu, sampai kapan pun, sistem sekuler yang dibangun berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan, tidak akan pernah melibatkan agama dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Agama hanya diberi ruang untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi tidak untuk urusan ekonomi, politik, sosial budaya, dan bernegara.

Sementara persoalan mendasar berbagai problem tersebut karena tidak diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Sepatutnya, hal ini yang harusnya menjadi evaluasi para pemangku kebijakan dan umat. Ibaratnya, persoalan stunting, mahalnya harga kebutuhan, kemiskinan ekstrem, persoalan pembangunan, keamanan, persoalan perempuan dan anak, sejatinya adalah persoalan permukaan yang terjadi akibat sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan. 

Ya, ketika umat dijauhkan dari agamanya, berbagai persoalan akan muncul, seperti yang baru-baru ini terjadi. Seorang pelajar dengan begitu mudahnya menghabisi nyawa satu keluarga sekaligus. Pelaku tidak lagi memandang bahwa membunuh adalah sebuah dosa besar. Orientasi hidupnya tidak untuk akhirat, melainkan memenuhi syahwat duniawi. Tentu persoalan ini tidak boleh dianggap sepele, apalagi memberi sanksi ringan dengan alasan masih tergolong anak di bawah umur. Pertanyaannya, beginikah output pendidikan yang dibangun atas dasar sistem kapitalisme?

Bukan hanya itu, meningkatnya kemiskinan disebabkan oleh tingginya angka pengangguran, padahal negeri ini dikenal sebagai ‘gemah ripah loh jinawi’. Bahkan, kekayaan yang terkandung di dalamnya disebut-sebut tidak akan pernah habis tujuh turunan jika negara mengelolanya. Akan tetapi, semua itu seolah tinggal mimpi karena faktanya, masyarakat tidak bisa diselamatkan dari kemiskinan ekstrem dan PHK yang senantiasa mengancam. Lantas, ke mana semua kekayaan tersebut mengalir?

Belum lagi persoalan politik dan kepemimpinan yang mengusik pikiran. Berbagai bentuk intrik dan gimik dipertontonkan. Masyarakat terkotak-kotak karena berlainan pilihan, bahkan saling menghujat, sungguh jauh dari adab seseorang yang beriman. Kualitas dan kapabilitas seorang pemimpin tidak lagi menjadi perhatian. Bahkan, diduga pula ada bagi-bagi kue kekuasaan sesama yang berkepentingan. Ironis bukan?

Islam Mengatur Lini Kehidupan 

Dalam Islam, ide-ide sekularisme tidak dibiarkan tumbuh subur. Islam dengan seperangkat aturannya tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah), tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (hamblumminannas), bahkan Islam memiliki aturan untuk membangun negara.

Aturan yang Allah Ta’ala turunkan termaktub di dalam Al-Qur’an dan Sunah untuk mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh. Manusia diperintahkan untuk mengerjakan semua hukum-hukum tersebut, tanpa memilah ataupun memilih hukum mana yang ingin dijalankan. Artinya, ketika Allah perintahkan, umat Islam wajib menaatinya.

Terkait problem stunting, negara yang menerapkan aturan Islam akan menyelesaikannya sesuai dengan hukum syarak. Negara menyadari betul perannya dalam meriayah umat dan seorang pemimpin memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap umat. Jika akar persoalan stunting karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi ibu hamil dan anak, negara akan mencukupi kebutuhan mereka dengan mudah, bahkan gratis.

Islam tidak mengizinkan pihak asing atau swasta untuk mengelola harta milik umum seperti sumber daya alam dengan alasan investasi. Akan tetapi, negara mengelola sendiri SDA yang ada dan mengembalikan hasilnya untuk kepentingan umat sehingga kemiskinan dan pengangguran dapat diminimalkan.

Seorang kepala negara menyadari betul bahwa yang berperan mencari nafkah adalah laki-laki sehingga penguasa akan menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki rakyatnya. Bahkan, negara juga menyediakan pelatihan-pelatihan sehingga tidak ada lagi alasan kekurangan tenaga ahli lalu mengimpor tenaga kerja dari negara lain.

Lebih lanjut, output pendidikan yang berlandaskan sistem pendidikan Islam akan menciptakan generasi cemerlang, tangguh, dan pengubah peradaban. Mereka menyadari bahwa dirinya berasal dari Allah, diciptakan untuk beribadah kepada Allah, dan amal perbuatannya akan dihisab oleh Allah Ta’ala.

Khatimah

Seperangkat aturan yang telah Allah Ta’ala turunkan wajib diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Bahkan, Allah mengancam orang-orang yang tidak mau menerapkannya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 85,
Apakah kamu beriman pada sebagian dan ingkar pada sebagian (yang lain)? Maka, tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antaramu, selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan pada azab yang paling berat.”

Dengan demikian, peran agama (baca: Islam) akan terdepan ketika aturan Islam diterapkan di seluruh aspek kehidupan. Yuk, berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan seluruh aturan-Nya. 

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: