Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Khoirul

Sangat miris bencana berulang lagi, disepanjang tahun 2023 BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) telah mencatat sebanyak 4.940 kali bencana.
Astagfirullah hal adhim.

Salah satunya bencana banjir yang dialami warga kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu (14/1/2024) yang telah merendam ribuan rumah.

Banjir juga dialami di sejumlah daerah propinsi Riau, sedikitnya 6.000 warga mengungsi akibat tempat usaha, rumah dan lahan mereka beberapa pekan ini terdampak banjir (CNNindonesia.com, 13-01-2024)

Sebagai kaum muslimin menyadari betul bahwa setiap cobaan yang menimpa mereka termasuk bencana ini adalah bagian dari qodlo atau ketetapan Allah yang mereka harus ikhlas menerimanya.
Namun bukankah Allah telah menegaskan bahwa tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika mereka tidak mau merubahnya sendiri?
Jadi jika tidak ada upaya untuk meminimalisir bencana maka selamanya akan terus begini bahkan bisa lebih buruk lagi.
Atau jika sudah ada upaya, namun belum tepat dan belum maksimal maka ya tetap tidak ada hasilnya.

Kita pahami bersama, banjir terjadi adalah akibat hutan gundul sehingga air yang mengalir cukup deras tidak bisa ditampung karena daerah resapan berkurang.
Sehingga fungsi hutan sangat urgen bagi kelangsungan hidup manusia, dilihat dari sisi manfaat yang dihasilkan maupun dari sisi terjaganya lingkungan tempat tinggal.

Namun, ketika negeri ini menerapkan sistem kapitalisme, pengelolaan hutan ini tidak dilakukan oleh negara tapi diserahkan sepenuhnya kepada para investor, sementara undang-undang yang diterapkan memberikan kelonggaran kepada para investor. Alhasil mereka dengan leluasa mengalih fungsikan hutan menjadi perkebunan atau pemukiman secara permanen.

Berharap banyak dari para investor adalah pemahaman yang menyesatkan, karena mana mungkin investor itu akan bertindak santun di negeri ini jika apa yang ada dalam benaknya adalah meraup keuntungan yang besar.
Mereka membawa asas manfaat yang lahir dari ideologi yang mereka emban yakni kapitalisme, dan tidak memiliki prinsip sebagaimana Islam menjaga dan melindungi kelestarian hutan. 

Alhasil rakyat inilah yang menanggung beban berat dari penerapan sistem kapitalisme, sudahlah tidak peroleh keuntungan dari hasil hutan. Namun, banjir terjadi setiap tahunnya.
Sungguh nestapa hidup dalam sistem kapitalis ini.

Satu-satunya jalan keluar atas permasalahan ini hanyalah kembali kepada sistem Islam shohih yaitu sistem khil4f4h.
Islam memiliki prinsip dalam kepemilikan.
Yang dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Adapun hutan termasuk dalam kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan seluas-luasnya untuk kesejahteraan umat.

Khalifah sebagai pemimpin umat bertanggung jawab penuh atas kelestarian hutan ini dan tidak boleh memberikan hutan kepada pihak asing untuk mengelolanya.
Khalifah juga sebagai junnah atau tameng bagi umat dari berbagai ancaman sistem kufur (kapitalisme) yang hasil dari penerapannya umat menjadi nestapa. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Bukhari:

"Sesungguhnya seorang imam itu ( laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintah takwa kepada Allah dan adil maka dengannya ia akan mendapat pahala.
Akan tetapi jika ia memerintah yang lain ia juga akan mendapat dosa dan azab karenanya".

Lalu apalagi yang membuat kita ragu untuk beralih kepada sistem Islam yang shohih ini, jika telah nyata sistem kapitalisme rusak dan menyengsarakan umat.

Wallahualam bissawab. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: