Headlines
Loading...
Oleh. Rina Herlina 

Setelah tahun 2023 lalu, setidaknya ada sekitar 7.200-an pekerja jadi korban PHK di 36 perusahaan, baik karena tutup total, tutup hengkang atau relokasi, maupun efisiensi biaya, kini mencuat kabar akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Hung-A Indonesia setelah unggahan video di media sosial menjadi viral. PHK tersebut disebut-sebut bakal 'menelan korban' sekitar 1.500 pekerja yang akan kehilangan sumber nafkahnya. (cnbc.indonesia.com 20/01/2024).

Alasan PHK yang diungkapkan beberapa perusahaan hampir semuanya sama yaitu karena faktor makro ekonomi yang membuat kondisi saat ini di luar ekspektasi. Apakah benar demikian, atau ada hubungannya dengan AI (artificial Intelligence)?

Karena sejatinya, kehadiran kecerdasan buatan alias AI memang bisa mengancam atau bahkan menghilangkan pekerjaan di masa depan. Hal itulah yang menyebabkan pada akhirnya banyak industri yang melakukan pemutusan hubungan kerja PHK massal. Bahkan studi dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melaporkan bahwa para pekerja semakin dibuat khawatir atau ketar-ketir akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat masifnya penerapan teknologi kecerdasan buatan atau AI, seperti ChatGPT.

Menurut hasil survei yang melibatkan 2.000 pengusaha dan 5.300 pekerja di sektor manufaktur dan keuangan di tujuh negara anggota OECD, pengguna awal AI enggan untuk memberlakukan PHK karyawan. Namun, menurut OECD, ekonomi dunia saat ini berada dalam tahap paling awal adopsi kecerdasan buatan tersebut. Untuk itu, potensi PHK masih berpeluang besar karena nyaris semua industri dan profesi terpapar.(m.bisnis.com).

Ya, digitalisasi membuat banyak perubahan dalam hidup manusia, termasuk soal lapangan kerja. Di Indonesia sendiri, menurut Erick Thohir selaku Menteri BUMN mengatakan bahwa lapangan kerja menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi di Indonesia. Erick juga menyebut akan ada banyak lapangan kerja yang hilang. Bahkan menurut data dari World Economic Forum Future of Jobs 2023 Report, dalam 5 tahun ke depan akan hilang 83 juta lapangan pekerjaan. (cnbc.indonesia.com).

Sementara itu, para pengusaha mengklaim sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko pemutusan hubungan kerja atau PHK massal terhadap karyawan. Aneka upaya yang dilakukan itu, menurut Danang Girindrawardana, selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik yaitu dengan menghemat bahan baku dan memperkuat produksi pasar domestik. Meskipun pada akhirnya, tetap saja seluruh upaya yang dilakukan belum berhasil menekan angka PHK.

Lebih lanjut, dampak dari PHK massal untuk karyawan diantaranya: berpengaruh terhadap pendapatan, psikologis, serta semakin banyaknya pengangguran. Padahal dengan semakin banyaknya pengangguran nyata sekali akan berdampak negatif baik terhadap individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara. Contohnya saja dampak sosial dari banyaknya pengangguran, pertama, kriminalitas semakin meningkat. Sejatinya, pengangguran dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, seperti pencurian, perampokan, penipuan, narkoba, dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan sebagai cara untuk mendapatkan uang dengan cepat dan mudah. Kedua, konflik sosial meningkat. Pengangguran dapat menghadirkan rasa frustrasi, marah, iri, dan tidak puas pada diri seseorang. Hal ini pada akhirnya dapat memicu konflik sosial, seperti pertikaian, kekerasan, diskriminasi, dan radikalisme. Ketiga, kesehatan mental terganggu. Pengangguran bisa menimbulkan stres, depresi, rendah diri, kecemasan, dan gangguan mental lainnya pada seseorang. Hal tersebut tentu saja bisa mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan individu.

Syariat Islam sudah mengatur hubungan antara pekerja dan yang mempekerjakan. Hubungan tersebut dijamin dengan adanya proses ijaratul ajir (kontrak kerja). Didalamnya terkandung hak dan kewajiban masing-masing pihak. Pekerja wajib melaksanakan tugasnya dan memiliki hak menerima upah. Sedangkan yang mempekerjakan harus (wajib) memberi upah serta memperlakukan pekerjanya dengan baik, dan memiliki hak mendapatkan jasa dari pekerja.

Dengan ijaratul ajir, kedua belah pihak sama-sama mendapat manfaat, tidak ada pihak yang zalim dan dizalimi. Oleh sebab itu, tidaklah benar bagi seorang pengusaha untuk berbuat seenaknya terhadap karyawannya. Nabi dalam haditsnya menyebutkan, Allah Ta’ala berfirman: "Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya.” (HR Bukhari).

Lalu bagaimana Islam memandang PHK? Didalam hukum Islam memang tidak ada secara khusus mengatur pemutusan hak kerja, juga tidak ada dalil yang mengharuskan atau mengharamkan PHK. Namun ketika kita mengacu pada adanya ijaratul ajir, pengusaha tidak boleh bertindak semena-mena ketika mem-PHK karyawannya. Memberhentikan pekerja secara mendadak tanpa alasan yang syar’i, atau tidak memberi pesangon kepada yang di-PHK padahal sudah menjadi kewajiban di kontrak kerja, atau yang semisalnya, maka PHK tersebut termasuk dalam perbuatan-perbuatan yang zalim.

Memberhentikan pekerja dari pekerjaannya boleh-boleh saja, asal dibarengi dengan alasan yang jelas dan mengikuti kesepakatan yang ada dalam kontrak kerja. Dalam praktiknya juga pengusaha harus menghormati karyawannya dengan adab yang baik. Penting bagi para pengusaha untuk ingat bahwa merekalah yang telah menyediakan lapangan kerja dan pintu rezeki bagi yang lain. Sampaikan secara jujur alasan mem-PHK kepada mereka, dan ajak konsultasi terlebih dahulu, siapa tahu ada solusi lain yang bisa diambil untuk meminimalisir kerugian. Wallahualam. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: