Headlines
Loading...
Oleh. Putri Uranus

Kaulah ibuku, cinta kasihku
Terima kasihku takkan pernah terhenti
Kau bagai matahari yang s'lalu bersinar
Sinari hidupku dengan kehangatanmu. 

Sebait lirik sebuah lagu berjudul "Kaulah Ibuku" menggambarkan betapa besar cinta seorang ibu kepada anaknya. Allah ciptakan perempuan dengan hati yang penuh kasih dan lembut. Seorang ibu rela bersusah payah agar anaknya bahagia, seorang ibu pun rela tak makan asal anaknya makan. 

Namun sayangnya beberapa kali berseliweran berita yang menyakitkan, berita yang membuat mata membelalak, membuat hati tersayat, disebabkan seorang ibu tega meghabisi nyawa darah dagingnya. Banyak motif yang menyebabkan hal tersebut terjadi mulai dari hamil di luar nikah, malu mempunyai banyak anak, desakan sosial ataupun beban ekonomi. 

Seperti yang terjadi akhir-akhir ini di Belitung. Seorang ibu yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tega membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.

"Pelaku bunuh anaknya sendiri lalu membuangnya ke kebun warga," kata Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, Rabu (24/1). kumparan.com (24/01/2024) 

Motif ia tega membunuh darah dagingnya disebabkan masalah ekonomi yang menghimpit keluarganya. Ia telah memiliki dua anak sebelumnya, pekerjaan suminya tak jauh beda dengan dirinya, buruh. Ia takut tidak bisa menghidupi dan menyekolahkan anaknya. 

Upah sebagai buruh yang tak seberapa tentu membuat hidup keluarganya tergolong miskin. Ibu tersebut memang melanggar hukum dan berdosa telah melakukan pembunuhan dan tidak percaya bahwa anak membawa rizki, tidak yakin bahwa Allah akan mencukupkan rizki mereka. 

Namun yang harus kita pahami, sulitnya hidup bukan serta merta karena mereka malas bekerja tapi karena upah yang mereka dapatkan jauh berbanding terbalik dengan mahalnya kebutuhan hidup saat ini, kebutuhan pokok mahal, pendidikan mahal, kesehatan mahal. Sangat banyak seorang ibu depresi karena tekanan ekonomi. 

Semua rakyat Indonesia tahu bahwa negerinya adalah negeri pilihan, yang dianugerahi oleh Sang Pencipta, Allah SWT dengan kekayaan yang luar biasa, mulai dari tanah yang subur, laut dan hutan yang luas, tambang batubara dan tambang lainnya yang melimpah. Namun semua itu tidak serta merta membuat rakyat sejahtera, sangat banyak rakyat harus mengais-ngais recehan untuk bertahan hidup. Hal ini membuktikan adanya ketimpangan ekonomi. 

Ketika kekayaan negeri ini hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, ketika akses menuju kesejahteraan dimonopoli oleh segelintir masyarakat saja. Bagaimana dengan rakyat kecil yang tidak kebagian? apakah ia akan setara dengan orang kaya? bukankah ini sesuatu yang mustahil. 

Kondisi tersebut diperparah oleh kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Kebutuhan pokok yang mahal, naiknya pajak merupakan bukti salah kaprahnya kebijakan yang diambil oleh negara. Contoh kecilnya jika upah buruh perhari 50ribu, sedangkan harga beras 15 ribu per kilo. Maka apakah ia bisa memenuhi gizi keluarganya? apakah ia bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang lebih tinggi? Jika mengandalkan bantuan-bantuan sosial akankah rakyat akan sejahtera? ternyata hanya menyelamatkan rakyat kecil beberapa bulan saja, setelahnya mereka jatuh kembali dalam lubang kemlaratan.

Rakyat butuh hidup layak, terutama seorang ibu butuh ekonomi yang stabil. Maka harus ada kebijakan yang mampu membuat kewarasan rakyatnya. Seperti yang termaktum dalam Pancasila sila ke lima "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" Negara mempunyai fungsi untuk mengatur jalannya ekonomi, kebijakan ekonomi terletak pada pundaknya. Ketika negara lalai mengurusi urusan rakyatnya hingga menyebabkan rakyatnya tega membunuh darah dagingnya maka negara juga ikut menanggung dosa. 

Rakyat butuh pekerjaan terutama bagi seorang laki-laki dan upah yang manusiawi, agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Kestabilan harga bahan pokok agar seorang ibu tidak kebingungan agar dapurnya tetap mengepul. Murahnya harga BBM agar harga kebutuhan hidup tidak melonjak. Pendidikan dan kesehatan gratis agar generasi emas Indonesia bisa terwujud. 

Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pernah terjadi pada masa Khilafah, kisah ini begitu kondang dimana Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz mengirim seorang petugas bernama Yahya bin Said untuk mengumpulkan zakat di Afrika. Meskipun niatnya adalah memberikan zakat kepada orang-orang miskin, Yahya tidak menemukan seorang pun yang membutuhkan bantuan tersebut. 

Sejarah telah mencatat begitu piawainya seorang pemimpin untuk mensehahterakan rakyatnya, kebijakan yang dibuat tidak melenceng dari aturan Islam sehingga kesejahteraan mampu diratakannya. Sistem Islam begitu indah dan sangat lengkap mengatur urusan individu hingga negara. Jika negara kita menganut apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan sistem Islam yang sempurna  maka kesejahteraan bukanlah hal mustahil. 

Baca juga:

0 Comments: