Headlines
Loading...
Impor Beras Sampai 3 Juta Ton: Bagaimana Nasib Petani Lokal?

Impor Beras Sampai 3 Juta Ton: Bagaimana Nasib Petani Lokal?

Oleh. Choirunnisa'

Dilansir pada cnnindonesia.com (07/01/2024), Pemerintah Indonesia akan merencanakan impor 3 juta ton beras pada tahun 2024 ini. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah melalui Perum Bulog telah menandatangani kontrak impor beras sebesar 1 juta ton dari India. Selain itu Presiden Jokowi mengatakan bahwa beliau berhasil mengamankan impor beras sebanyak 2 juta ton dari Thailand. Kesepakatan untuk impor beras dari Thailand ini dicapai saat pertemuannya dengan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin di KTT Asean-Jepang belum lama ini. 

Selain itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa rencana impor beras sejumlah 3 juta ton sudah diputuskan sejak Februari 2023 lalu. Menurutnya, dengan keputusan impor beras akan membuat cadangan pangan Indonesia aman.

"Persetujuan Presiden Jokowi terkait impor beras sudah sejak tahun lalu dibulan Februari," ujar Airlangga di Istana Presiden, Jakarta. Airlangga menargetkan bahwa impor beras sejumlah 3 juta ton beras dapat datang ke Indonesia pada Maret 2024 mendatang.

Lantas Apakah Wajar Keputusan Ini? 

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan bahwa keputusan impor beras tahun ini yang diputuskan sejak awal tahun lalu cenderung tidak wajar. Menurutnya, proses impor sebenarnya tidak selama itu.

Beliau mencontohkan apa yang terjadi saat akhir 2022 lalu, keputusan impor beras tergolong sangat cepat ketika Direktur Utama Bulog Budi Waseso pada November lalu mengatakan cadangan beras pemerintah.

Seiring meningkatnya permintaan pangan pascapandemi COVID-19 menyebabkan harga pangan semakin mahal yang dapat mendorong terjadinya darurat pangan global dan dapat berpotensi mengancam stabilitas sosial ekonomi dan politik Indonesia.

Wajarkah hanya karena Elnino?

Mendag Zulkifli Hasan menyatakan, bahwa impor beras dilakukan untuk mengantisipasi dampak cuaca panas ekstrem atau El Nino. “Kita memang harus ambil keputusan impor beras tersebut walaupun kadang-kadang tidak populer, ya, tapi kita harus mengambil inisiatif, karena kalau nanti terjadi El Nino berat keadaannya kita tidak boleh bertaruh beras yang kurang, bukan ?,” ujar Zulkifli Hasan. 

Rencana impor beras 3  juta ton beras dengan alasan El Nino menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang. Seharusnya sejak tahun lalu pemerintah dapat berupaya untuk meningkatkan stok beras dari dalam negeri. Pemerintah dapat memberikan insentif pada petani agar produksi beras lokal meningkat. Misalnya pemerintah akan memberikan bantuan berupa benih, pupuk, dan sarana produksi pertanian lainnya. Bukannya malah memperbanyak impor beras yang akhirnya akan merugikan para petani.

Terlepas dari tahun politik, nyatanya pada setiap tahunnya ratusan ribu ton beras impor membanjiri Indonesia. Hal ini tentu saja memukul para petani. Akibat anjloknya harga gabah, banyak petani yang enggan menanam padi yang berakibat produksi padi menurun.

Dalam jangka panjang, generasi muda enggan bekerja sebagai petani dikarenakan tidak menjanjikan keuntungan yang cukup. Tentunya hal tersebut bisa berbahaya bagi kedaulatan pangan Indonesia. Jika pemerintah tetap doyan impor beras, Indonesia akan tergantung kepada negara lain dalam pengadaan bahan pangan.

Maka telah tampak bahwa impor beras tidaklah menyolusi persoalan mahalnya harga beras di Indonesia. Tampak juga kebijakan impor tidak berpihak pada rakyat. Petani dirugikan oleh impor karena membuat pendapatan petani semakin sedikit. Sedangkan masyarakat tidak diuntungkan oleh impor beras dengan alasan harga beras tetap tinggi dan akan terus naik dari tahun ke tahun. 

Kebijakan impor beras hanyalah menguntungkan beberapa pihak dari rantai impor beras. Kebijakan doyan impor menunjukkan adanya liberalisasi pangan. Pintu impor beras akan dibuka lebar dengan alasan stok cukup dan harga beras telah turun.

Islam sebagai solusi

Tata kelola negara yang bersifat kapitalistik mustahil mewujudkan swasembada pangan. Kepentingan pengusaha menjadi fokus utama dalam kerja para penguasanya. Inilah yang menjadikan kebijakan impor terus menerus diambil walaupun hal itu dapat mencederai kedaulatan pangan negara.

Dengan demikian, swasembada pangan hanya dapat tercapai dengan tata kelola negara yang berlandaskan Islam. Sistem Islam memiliki mekanisme yang khas dan telah terbukti mampu mewujudkan swasembada pangan yang akan menjadikan negara berdaulat tanpa adanya ketergantungan dengan negara lainnya.

Adapun mekanisme Islam dalam mewujudkan swasembada pangan adalah dengan memosisikan penguasa sebagai pengurus seluruh urusan umat. Mulai dari produksi sampai distribusi ada dibawah pengelolaan negara. 

Penguasa harus dengan teliti memastikan setiap warganya dapat mengakses pangan sehingga perangkat negara dari pusat sampai pada level terkecil turut serta untuk memenuhi seluruh hak warga. Jika terdapat warga yang tak sanggup untuk membeli beras, maka santunan akan terus diberikan negara hingga mereka sanggup untuk memenuhinya sendiri.

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kepemilikan tanah pertanian akan hilang jika tanah itu ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan menarik tanah tersebut dan memberikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya. Khalifah Umar bin Khatab pernah menarik tanah hasil pertanian milik Bilal bin Al-Harits al-Muzni yang telah ditelantarkan selama tiga tahun.

Aturan kepemilikan lahan yang telah bersatu dengan produksi dapat meningkatkan produktivitas dalam pertanian. Ditambah lagi kebijakan para penguasa yang fokus pada kesejahteraan umat, seperti penyediaan saprodi yang mudah, akan semakin menambah komitmen para petani untuk terus menanam dan bertani. 

Baca juga:

0 Comments: