Headlines
Loading...
Keamanan Data dalam Sistem Kapitalis, Mungkinkah Terwujud Nyata?

Keamanan Data dalam Sistem Kapitalis, Mungkinkah Terwujud Nyata?

Oleh. Purwanti (Ibu Generasi)

Kebocoran data di indonesia terus berulang meskipun UU perlindungan Data Pribadi sudah disahkan setahun lebih. Sebagaimana yang dilansir IDNtimes.com bahwa ada 668 juta data pribadi masyarakat Indonesia yang bocor sejak UU PDP diberlakukan. Kebocoran ini setara 2-3 kali jumlah penduduk Indonesia (Idntimes.com, 29/02/2024).

Berulangnya kasus kebocoran tersebut memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana efektivitas dari UU PDP yang telah disahkan. Selain itu juga mengungkap lemahnya sistem keamanan digital. Lalu, jika negara tak mampu melindungi data pribadinya lantas bagaimana dengan data di lembaga swasta?

Kebocoran Lagi dan Lagi

Kasus kebocoran data di Indonesia terlalu sering terjadi sehingga dianggap sebuah kelumrahan. Padahal berbagai payung hukum dengan tujuan menjaga data pribadi masyarakat seperti tak berguna atau sia-sia belaka. Seakan tak bercermin pada kejadian sebelumnya, pemerintah terus kebobolan dan tidak memberikan sanksi tegas.

Mengutip dari catatan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) bahwa ada beberapa kasus kebocoran yang terjadi di Indonesia diantaranya:
Pertama, dugaan kebocoran dari aplikasi MyPertamina sebanyak 44 juta data pribadi pada November 2022. Kedua, kebocoran data nasabah BSI pada Mei 2023 sebanyak 15 juta data pribadi. Ketiga, dugaan kebocoran dari aplikasi MyIndihome pada juni 2023 sebanyak 35,9 juta data. Keempat, dugaan kebocoran pada Juli 2023 dari Direktorat Jenderal Imigrasi sebanyak 34,9 juta data. Kelima, dugaan kebocoran sebanyak 337 juta pada Juli 2023 dari Kementrian Dalam Negeri. Dan pada akhir November tahun lalu sebanyak 252 juta data sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum (katadata.com, 28/01/2024).

Rentan Penyalahgunaan, Negara Wajib Lindungi

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju pesat telah memunculkan berbagai peluang dan tantangan sendiri. Dengan teknologi informasi, manusia bisa saling terhubung tanpa mengenal batas wilayah. Pemanfaatan teknologi informasi juga mengakibatkan pengumpulan dan pemindahan data pribadi seseorang tanpa sepengetahuan si pemilik sangatlah mudah. Sehingga hal tersebut mengancam hak konstitusional seseorang. 

Meski UU PDP telah disahkan namun nyatanya hal tersebut belum cukup melindungi hak konstitusional warga negara Indonesia. Kebocoran data pribadi harus menjadi perhatian bagi masyarakat karena khawatir digunakan untuk berbagai kepentingan. Setidaknya ada enam kepentingan yang dinyatakan oleh Prof. Suteki yaitu pertama, untuk kepentingan pribadi, organisasi, perusahaan, atau lembaga tertentu. kedua, untuk kepentingan analisis data mining atau profiling. Ketiga, hacker kecewa terhadap riwayat yang didapat. Keempat, aspek politik persaingan antar kelompok. Kelima, untuk penipuan dan keenam, untuk telemarketing. 

Sayangnya dalam paradigma kapitalisme, meraup keuntungan adalah prioritas utama. Apapun akan dilakukan demi keuntungan meskipun harus merugikan pihak tertentu. Dalam kasus kebocoran data pribadi ini, para kapitalis menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan. Para pebisnis bisa melakukan transaksi membeli data dari para broker data sehingga mereka bisa menentukan produk dan strategi pasar. Hal ini menunjukkan kelemahan SDM baik dari sisi keahlian maupun amanah atau tanggung jawab. Meskipun Undang-undang sudah ada namun SDM rendah terkait pengamanan digital sehingga kebocoran data tak bisa terhindarkan.

Kelemahan SDM ini dikarenakan sistem pendidikan yang ada hanya mencetak generasi yang siap bekerja bukan sebagai pelopor atau kreator. Jika ada SDM yang memiliki potensi, negara terkesan mengabaikan dan menyia-nyiakan mereka. Kalaulah diambil menjadi tenaga ahli, mereka digaji dengan nominal yang kurang layak. Sehingga banyak SDM ahli atau pakar lebih memilih bekerja di luar negeri daripada di negeri sendiri.

Islam Adalah Solusi

Menjaga keamanan data warga merupakan tanggung jawab negara. Hal ini merupakan hakikat negara sebagai perisai bagi rakyatnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya seorang imam (khalifah) adalah perisai. Ia akan dijadikan perisai dimana orang berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng.”

Al qadhi Iyadh menjelaskan dalam syarahnya bahwa fungsi imam sebagai junnah yaitu seperti al satir (pelindung), al turs (tameng) karena mencegah dan melindungi kemurnian kaum muslim dan menjaga mereka dengan kedudukan dan pandangannya dari musuh. Hal tersebut hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam kaffah. 

Islam yang diterapkan dalam bingkai negara telah terbukti selama 14 abad melahirkan para ilmuwan yang tidak hanya pandai dalam ilmu agama namun juga ahli dalam ilmu terapan lainnya. Sistem pendidikan Islam juga melahirkan ilmuwan yang bervisi akhirat. Mereka akan menyumbangkan ilmunya untuk kemaslahatan umat. 

Tak hanya itu, negara akan bersifat proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan dan penanganan. Negara akan memastikan bahwa data-data pribadi terjaga dengan baik melalui kerjasama antar lembaga yang baik. sehingga tidak terjadi aturan yang tumpang tindih. Hal ini juga didukung gaji yang layak bagi SDM yang bekerja. Tentunya jika pekerja mendapat kesejahteraan hidup maka mereka akan menjalankan tugas secara profesional dan penuh tanggung jawab.

Kesimpulan

Keamanan data pribadi tidak akan mungkin terwujud dalam sistem kehidupan hari ini. Maka masihkan kita terus berharap pada sistem yang terus menyengsarakan kita?
Wallahu alam. 

Baca juga:

0 Comments: