Headlines
Loading...
Oleh. Siti Aminah (Pemerhati keluarga dan pendidik)

Kisah ibu yang tega membunuh anaknya, semakin sering kita dengar berita. Sebagaimana dikutip dari Kumparan.news (20/1/2024), Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. 

Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.

Kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya itu karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.

Mengapa Sering Terjadi? 

Semua itu tidak lepas dari sistem yang diterapkan negara yakni sistem kapitalisme. Sistem ini lahir dari aqidah sekularisme yakni memisahkan antara kehidupan dan agama. Aturan kehidupan diatur oleh aturan yang dibuat oleh manusia, bukan dari agama. Maka akan melahirkan individu dan yang miskin keimanan, masyarakat yang apatis dan negara yang abai terhadap perannya. Hal tersebut menjadi beban yang berat bagi para ibu dalam membesarkan anaknya. 

Bagaimana dengan Islam?

Jika kapitalisme bisa mematikan fitrah/ naluri seorang ibu, hal tersebut berbeda dengan Islam. Sistem Islam akan merawat dan menjaga fitrah keibuan. Secara penampakan memang naluri keibuan ini akan muncul pada perempuan. Jika fitrah ini terwujud secara optimal maka generasi pengisi peradaban akan terdidik pula dengan benar.  

Tetapi perlu diketahui bahwa naluri ini akan bisa bangkit ketika mendapat rangsangan dari luar. Ibu akan tenang dan optimal dalam merawat mengasuh dan membesarkan anaknya jika mendapat jaminan kehidupan yang layak dan baik. Jaminan kehidupan ini sangat berkaitan erat dengan kesejahteraan yang tidak mungkin terwujud oleh masing-masing individu, akan tetapi butuh adanya peran negara. 

Bagaimana Islam Mengatur?

Islam mengatur agar para ibu mendapat jaminan kesejahteraan. Jaminan kesejahteraan ini bisa diwujudkan dari berbagai mekanisme, baik dari jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Dari jalur nafkah Islam menetapkan bahwa tanggung jawab penafkahan ada di pundak laki-laki. Sebagaimana dalam Qur'an surat Al Baqarah ayat 233,

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ

"Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. " 

Kewajiban penafkahan berkaitan erat dengan pekerjaan, dalam hal bekerja tidak cukup dari individunya saja yang semangat bekerja tapi juga adanya lapangan pekerjaan. Maka Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab agar lapangan pekerjaan tersedia dengan cukup dan memadai. Sehingga tidak ada seorang laki-laki yang tidak bekerja.

Islam juga memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat dilandasi oleh  aqidah Islam. Aksi tolong menolong antar masyarakat menjadi dukungan tersendiri bagi para ibu untuk mengasuh anaknya. Misalnya keluarga kaya akan membantu yang kekurangan, berlomba lomba dalam kebaikan dan ketaatan, tidak dengki ataupun memamerkan kemewahan dan amal sholih. 

Jika suami meninggal maka Islam tetap menjamin kesejahteraan para istri, jalur penafkahan beralih kepada saudaranya, jika tidak punya saudara maka tanggung jawabnya beralih kepada negara. 

Dari Mana Dananya?

Di dalam Islam, alokasi untuk jaminan kesejahteraan itu diambilkan dari Baitul maal. Selain itu Islam juga mewujudkan negara menjamin harga kebutuhan pangan terjangkau oleh masyarakat. Sehingga ibu bisa menyiapkan pemenuhan gizi anak dan keluarga dengan layak. 

Selain kebutuhan pokok individu, Islam juga melalui negara akan menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Rakyat akan mendapatkan kebutuhan dasar tersebut secara gratis dan berkualitas, karena semua kebutuhan tersebut dibiayai oleh Baitul maal, dan hal itu bisa dirasakan oleh tiap individu warga negaranya.

Sehingga para ibu bisa mengasuh anaknya dengan maksimal dan tanpa khawatir terhadap masalah ekonomi. Inilah wujud sistem ekonomi dan politik dari negara yang diatur oleh Islam yakni khilafah. Negara yang akan menjalankan tugas sebagai raa'in (pengurus rakyat). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW 

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».

"Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalanya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Bukankah sistem yang  mensejahterakan dan di bawah rida Allah inilaj yang kita rindukan? 

Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: