Headlines
Loading...
Menuju Transportasi Publik Unggulan Haruskah Pajak BBM Naik?

Menuju Transportasi Publik Unggulan Haruskah Pajak BBM Naik?

Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)

Baru-baru ini, muncul usulan untuk meningkatkan tarif pajak pada sepeda motor yang menggunakan bahan bakar minyak atau BBM. Saran ini diajukan oleh Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Dia menyatakan bahwa peningkatan pajak pada kendaraan bermotor BBM bertujuan untuk mengalihkan subsidi ke sektor transportasi publik. Namun, sesaat setelah gagasan ini diungkapkan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memastikan bahwa rencana kenaikan pajak untuk kendaraan bermotor berbahan bakar minyak BBM atau bensin tidak akan diimplementasikan dalam waktu dekat (ccnindonesia.com, 26/01/2024).

Dalam ranah pengelolaan kedaulatan maritim dan sektor energi, Jodi Mahardi menguraikan konsep peningkatan tarif pajak pada kendaraan bermotor sebagai bagian dari serangkaian langkah yang diambil pemerintah untuk meningkatkan mutu udara, khususnya di kawasan Jabodetabek yang telah dibicarakan pada pertemuan koordinasi.  Menurut Jodi, saran peningkatan pajak kendaraan bermotor dianggap sebagai strategi pemerintah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong penduduk beralih ke moda transportasi umum.

Pembicaraan juga menyinggung tentang insentif atau potongan harga tarif bagi penumpang angkutan umum. Jodi mencatat bahwa pada saat ini rencana untuk meningkatkan pajak kendaraan bermotor masih dalam fase analisis yang mendalam. Sementara itu, pemerintah sedang melakukan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian terkait dengan manfaat dan beban yang akan dihadapi oleh masyarakat di masa depan.

Walaupun masih dalam tahap pembicaraan dan tanpa kepastian mengenai jadwal penerapannya, kebijakan perpajakan terhadap kendaraan ini pasti akan menyulitkan kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan individu dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah cenderung memilih kendaraan bermotor karena biaya operasional yang lebih terjangkau.

Dalam hal ini pemerintah memang telah melakukan pengembangan pada sistem transportasi yang terintegrasi, terutama di wilayah Jabodetabek, melibatkan moda transportasi seperti Transjakarta, KRL, RRT, hingga NRT. Meskipun demikian, ketika masyarakat beralih antarmoda transportasi, mereka masih dihadapkan pada tarif baru yang relatif tinggi.

Dalam implementasi sistem ekonomi kapitalis, pajak menjadi sumber utama pendapatan negara. Hingga akhir Juli 2023, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai 64,6% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023. Artinya, segala kebutuhan negara, termasuk pembangunan, gaji pegawai, pendidikan, kesehatan, dan lainnya, bergantung pada kontribusi pajak dari harta rakyat.

Meskipun di tengah kenaikan pajak yang terus berlangsung dan merambah ke sejumlah sektor kesejahteraan, manfaat yang diharapkan oleh masyarakat belum juga terwujud. Oleh karena itu, usulan untuk menaikkan tarif pajak pada kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak atau BBM dapat dianggap sebagai kebijakan yang tidak adil. Inti permasalahannya sebenarnya terletak pada implementasi sistem kapitalisme, di mana pajak dan utang menjadi sumber pendapatan utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selama model ini terus dipertahankan, beban pajak akan terus dirasakan oleh masyarakat, terutama dengan kewajiban pajak yang berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang berada dalam kondisi ekonomi kurang mampu.

Ironisnya, orang-orang kaya di negeri ini kerap mendapatkan pengampunan pajak, yang menunjukkan bahwa dalam kerangka kapitalisme, pemerintah cenderung mengesampingkan peran mereka sebagai wakil rakyat dan lebih condong mendukung korporasi serta pemilik modal. Padahal, sumber daya alam yang melimpah di negeri ini sebenarnya bisa menjadi pendapatan negara yang besar dan melimpah.

Sekali lagi, penerapan model ekonomi kapitalis menjamin bahwa semua kekayaan alam tersebut dialihkan kepada entitas swasta atau perusahaan. Jelas terlihat bahwa sistem kapitalisme adalah pemicu utama dalam menentukan pajak yang memberatkan masyarakat ini sebagai sumber utama pendapatan negara.

Masyarakat saat ini perlu menyadari adanya suatu pola hidup yang dapat membebaskan mereka dari beban pajak. Sistem kehidupan ini berasal dari Allah swt., Al Khaliq Al Mudabbir, yang dikenal sebagai sistem Islam. Dengan menerapkan sistem Islam, negara dapat dibiayai tanpa perlu mengenakan pajak. Sebagai pengelola umat atau raa'in, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh yang didukung oleh sistem politik Islam. Terdapat tiga sumber utama yang mendukung sistem ini. Pertama, melalui sektor kepemilikan individu seperti sedekah, hibah, zakat, dan sejenisnya, khususnya zakat yang tidak boleh dicampur dengan harta lainnya. Kedua, melalui sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dan sejenisnya. Ketiga, melalui sektor kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fai', usyur, dan sejenisnya.

Hukum Islam juga telah mengatur serangkaian tanggung jawab dan jabatan yang harus dijalankan. Apabila terdapat kekayaan di Baitul mal, maka akan didanai oleh Baitul mal; jika tidak, kewajiban tersebut beralih kepada umat Muslim dalam bentuk dharibah atau pajak. Pajak dipungut dari umat Muslim yang memiliki kekayaan berlebih setelah mereka memenuhi kebutuhan dasar dan perlengkapan hidup sesuai standar di tempat tinggal mereka.

Namun, situasi ini tidak berlangsung untuk waktu yang lama karena pungutan yang dikenakan hanya mencukupi untuk menutupi defisit, ketika suatu sumber pendanaan wajib terpenuhi dan pendapatan dari sektor utama sudah memadai, pungutan pajak akan dihentikan.

Dalam buku "Al Amwal fi Daulah Al-Khilafah" pada halaman 129, Syekh Abdul Qodim menyebutkan dengan tegas bahwa dharibah merupakan harta yang Allah swt. wajibkan kepada umat Muslim untuk memenuhi kebutuhan dan tanggung jawab yang ditetapkan bagi mereka. Hal ini menjadi kewajiban, terutama saat Baitul Mal kaum muslimin tidak memiliki dana untuk membiayainya.

Oleh karena itu, dalam  Islam, tidak akan ada penerapan pajak tidak langsung seperti pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak transaksi jual beli, serta pajak kendaraan bermotor dan beragam pajak lainnya. Ini menegaskan bahwa hanya melalui sistem Islam, suatu negara dapat dibangun tanpa adanya pajak yang memberatkan masyarakat. Wallahualam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: