Headlines
Loading...
Rupa Rupa Demokrasi: Membeli Suara Rakyat dengan Bansos

Rupa Rupa Demokrasi: Membeli Suara Rakyat dengan Bansos

Oleh. Susi Ummu Musa 

Pesta Demokrasi tinggal menunggu hari seperti biasa rangkaian demi rangkaian persiapan dikerahkan dengan segala cara termasuk mendapatkan hati masyarakat Indonesia terutama masyarakat kelas bawah. agenda lima tahunan pada pemilihan presiden dan wakil presiden ini digelar dengan dana fantastis dari setiap pasangan masing masing calon berebut mencari dukungan sana sini.

Apalagi yang dilakukan Presiden Jokowi pada pasangan Prabowo dan Gibran semua tampak jelas dengan berbagai upaya dilakukan demi kemenangan anaknya yang kita tahu jika anaknya menang dialah penerus program-program Jokowi.

tak peduli apakah mereka melanggar aturan perihal kampanye atau merugikan peserta pemilu lainnya yang terpenting mereka bisa eksis dalam menjalankan visi misi mereka yakni mencari simpati rakyat. Contohnya Bansos yang diberikan Jokowi pada rakyat berupa 10 kg beras dan bantuan langsung tunai (BLT) Rp200 ribu per bulan.  total alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 yang sebesar Rp433 triliun. Jumlah tersebut bahkan lebih tinggi daripada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022) (BBC Indonesia.com, 30/1/2024).

Melihat kondisi demikian tentu menjadi hal yang cukup memprihatinkan bagi negri ini, seakan bantuan  bergulir disaat masa-masa kampanye saja setelah itu rakyat kembali ditinggalkan. Yang lebih sakit hati bantuan yang diberikan untuk dibagikan ke rakyat diklaim sebagai bantuan presiden, padahal semua yang diberi dari uang rakyat dan memang sudah seharusnya rakyat mendapatkan pelayanan.

Terkait hal ini masyarakat juga masih memiliki kesadaran politik rendah sehingga mudah ditipu dengan iming-iming materi serta dampak dari buruknya pendidikan di negri ini yang disebabkan masyarakat hidup dalam kemiskinan. Pada akhirnya rakyat miskin dimanfaatkan dengan membeli suaranya melalui bantuan sosial yang sifatnya sementara itupun pada masa masa tertentu.

Inilah wajah buruk penerapan demokrasi- kapitalisme bagaikan racun berbalut madu semua tampak indah tapi sesungguhnya menyengsarakan. Rakyat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan pokoknya ditambah dengan biaya biaya lain yang tidak murah, sulitnya mencari lapangan pekerjaan juga membuat rakyat tambah terpuruk.
Semua aturan yang seharusnya bisa dikembalikan untuk rakyat tapi malah diberikan kepada para pemilik modal untuk dikuasai mereka, selebihnya rakyat hanya bisa merasakan sisa dari remah-remah para kapital.

Sudah saatnya rakyat harus bangkit dari sistem demokrasi- kapitalisme ini, jangan mau lagi ditipu dengan segala janji-janji manis mereka di awal kampanye seperti saat ini. Nasib rakyat akan terus seperti ini jika masih membantu melanggengkan kekuasaan mereka. Sejatinya sistem ini hanya akan mensejahterakan para elite politik semata bukan rakyat jelata.

Untuk mengakhiri penderitaan umat ini bukan terletak pada siapa orang yang memimpin namun dengan cara apa mereka memimpin.
Bayangkan sudah berapa kali rakyat berganti ganti pemimpin dan kondisinya masih tetap sama malah makin parah? Ada cara yang lebih praktis dan efisien dari hanya sekedar ganti pemimpin yaitu ganti sistemnya.

Mari coba kembali menata kehidupan dengan perubahan revolusioner dengan sistem islam secara kafah, sistem yang lahir dari aturan Allah swt. yang pernah berhasil pada masa kejayaannya. Maka rakyat harus kembali kepada Islam agar kesengsaraan yang hari ini mendera segera sirna dan bersiap untuk menikmati kehidupan diatur dengan sistem Islam. Wallahualam bissawab. [ry]

Baca juga:

0 Comments: