Headlines
Loading...
Oleh. Nazwa Triska (Pelajar)

Sabar setipis tissue adalah bahasa yang sekarang umum digunakan dikalangan anak remaja. Kata lain menurut bahasa sabar setipis tissue adalah sebuah kondisi emosional seseorang yang tidak stabil atau tinggi. Misal saat menghadapi suatu realita yang tidak sesuai dengan ekspektasi maka ia akan mudah marah dan sedih. Ia akan cenderung menggunakan ketidakstabilan emosionalnya. Emosi yang mendominasi mendeskripsikan kemarahan, padahal sebenarnya marah bukanlah emosi yang berbahaya. Yang berbahaya dan merusak adalah bagaimana kemarahan itu disampaikan. Kemarahan yang salah penyalurannya akan berakibat pada luka fisik dan mental. 

Ketidakstabilan emosi di zaman sekarang seperti ancaman bagi kita semua, terutama generasi yang sering terpapar konten sosial media. Karena dari ketidakstabilan emosi itu akan ada banyak tindakan-tindakan yang akan merugikan diri sendiri atau bahkan orang-orang disekitar kita. Tak jarang media massa merilis berita peristiwa penganiayaan akibat amarah yang tak dapat dikendalikan, berawal dari rasa sakit hati, kebencian yang teramat sangat dan rasa cemburu. Akhirnya tindakan-tindakan sadis dijadikan sebagai pelampiasan atas kemarahannya.

Psikolog klinis dan forensik surabaya, Riza Wahyudi S.Psi M.Si mengatakan, dari beberapa kasus pembunuhan yang ada, kemarahan seseorang bisa berujung pada kekerasan atau parahnya sampai nekat untuk melakukan pembunuhan. Menurutnya, hal ini tergantung pada latar belakang kepribadiannya. Kepribadian yang agresif, sulit mengontrol emosi, sulit berperilaku menahan diri, dan ego yang tinggi. Semua itu dapat menyebabkan seseorang sulit untuk mengontrol emosinya yang meledak-ledak (detik Jatim, 14-6-2023). 

Sebagai contoh yang terjadi di Lampung Utara, seorang anak dengan teganya membunuh ibu kandungnya sendiri hanya karena tidak diberi uang untuk membeli rokok (infopublik.id,10-12-2022). Adapula kasus seorang dosen yang tega membunuh mahasiswanya hanya karena emosi sesaat dan sakit hati dengan perkataan korban, kejadian ini terjadi di salah satu kampus swasta di surabaya (suarasurabaya.net, 9-6-2023).
          
Dari contoh diatas dapat kita simpulkan betapa bahayanya sebuah amarah jika tidak dikelola dengan benar. Bahkan seorang ibu yang sudah rela meluangkan banyak waktu dan tenaganya untuk melahirkan dan membesarkan anaknya saja bisa dibunuh hanya karena amarah sesaat dari anaknya. Seorang guru yang seharusnya jadi suri tauladan dan mendidik kebaikan bagi muridnya saja mampu dan tega membunuh muridnya hanya karena sakit hati, miris sekali bukan dunia kita saat ini? Hanya karena sebuah amarah saja nyawa seseorang bisa direnggut dengan cara yang mengenaskan.

Namun kasus penganiayaan dan pembunuhan seperti itu sebenarnya sudah banyak terjadi di zaman sekarang. Stres, berada dalam lingkup keluarga yg toxic, trauma masalalu, duka yang tak terselesaikan, kesehatan mental yang terganggu itu adalah beberapa faktor yang menyebabkan seseorang sulit untuk mengendalikan emosinya. Selain itu, tontonan dan lingkungan hidup juga menjadi peran penting untuk seseorang bisa atau sulit untuk mengendalikan emosinya. Pasalnya dengan banyaknya tontonan sosial media yang unfaedah dan tidak mendidik justru akan berdampak bagi kepribadian seseorang. Semisal ketika seseorang sedang kalut dengan pikirannya atau sedang emosi, mereka bisa saja melakukan seperti apa yang mereka lihat, dan itu sangat berbahaya. 

Maka dari itu, dapat kita ketahui betapa pentingnya untuk kita bijak dalam bersosial media. Di dalam Islampun ada pengaturannya juga terkait konten semacam itu, bila dirasa sebuah konten itu unfaedah dan tidak mendidik kebaikan maka konten itu tidak boleh ditayangkan. Konten-konten yang boleh ditayangkan hanyalah konten yang mendidik dan menjadikan keimanan kita kepada allah bertambah dengan adanya konten tersebut. Allah juga telah berfirman didalam Q.S Al Imran ayat 134 yang berbunyi:

          الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk menahan amarahnya. Bahkan ada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa rasulullah mengatakan bahwa amarah bisa menyelamatkan kita dari murkanya Allah. Rasulullah juga pernah berkata pada para sahabatnya bahwa orang yang paling kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah. Oleh sebab itu, kita harus bisa untuk selalu mengontrol kemarahan agar tidak menyebabkan kemurkaan allah. Dalam buku La Tahzan, dituliskan bahwa rasulullah juga mengajarkan beberapa cara agar kita bisa mengendalikan kemarahan. 
1. Menanamkan dalam hati untuk tidak marah kecuali karena allah. 
2. Membaca ta'awudz agar kita dijauhkan dari godaan setan. 
3. Duduk atau mengambil posisi tidur untuk meredam amarah yang membuncah. 
4. Berwudhu. 
5. Tetap bersabar atau diam. 
Karena sejatinya sebuah kemarahan tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang ada. 

Baca juga:

0 Comments: