Headlines
Loading...
Urus Sertifikat Halal Berbayar, Bukti Bobroknya Peran Negara Bersistem Kapitalis

Urus Sertifikat Halal Berbayar, Bukti Bobroknya Peran Negara Bersistem Kapitalis

Oleh. Hesti Nur Laili, S.Psi 

Pemerintah akan memberlakukan bagi seluruh produk makanan dan minuman, termasuk pada pedagang kaki lima serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk memiliki sertifikat halal, per tanggal 18 Oktober 2024 mendatang.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Siti Aminah yang mengatakan akan memberikan sanksi administratif bagi pedagang bila belum memiliki sertifikasi halal sampai di waktu yang telah ditentukan. (tirto.id, 9/2/2024).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh sebuah media online kepada pedagang kaki lima mengenai adanya kewajiban mengurus sertifikasi halal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa, para pedagang mau-mau saja memiliki sertifikasi halal tersebut untuk jualannya, akan tetapi yang terpenting adalah tidak memberatkan PKL dengan biaya yang tinggi serta proses kepengurusannya yang memakan waktu tidak sedikit. (tirto.id, 2/2/2024).

Adanya fenomena di atas, jelas menimbulkan pertanyaan besar bagi kita. Yakni, mengapa untuk mendapatkan sertifikasi halal harus dipersulit, sementara mayoritas masyarakat Indonesia pemeluk agama Islam?
Selain merugikan PKL dari segi dana yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikasi tersebut, yang kemudian harus diperbaharui setiap tenggat waktu yang ditentukan, juga proses kepengurusannya yang memakan waktu yang tidak sedikit itulah menjadi kendala tersendiri bagi para pedagang ini.

Waktu yang mereka miliki juga penghasilan yang tak seberapa dari barang jualannya tentu menjadi beban tersendiri bagi pedagang ini. Waktu yang harusnya bisa digunakan untuk berjualan, menghasilkan pundi-pundi uang yang tak seberapa demi sesuap nasi, harus dikorbankan demi kepentingan proses kepengurusan sertifikasi halal.

Adanya fenomena seperti ini, menandakan bahwa sertifikasi halal seolah dikapitalisasi. Apalagi ditambah dengan adanya sanksi administratif yang akan dikenakan ke para pedagang yang tidak mengurus sertifikasi halal. Tentu ini dinilai sangat-sangat menberatkan.

Sebagai negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam, seharusnya sertifikasi halal ini adalah tanggung jawab negara. Negara harus menjalankan fungsinya sebagai pengayom rakyat, termasuk dalam hal menjaga makanan dari hal yang diharamkan dengan memberikan label justru dari makanan yang haram, bukan halal.

Sayangnya sistem kapitalisme dan sekulerisme tidak memandang penting hal tersebut. Di samping paham pemisahan antara agama dengan kehidupan sehari-hari sehingga tidak memandang penting halal dan haram dalam hal makanan kecuali bagi mereka yang peduli saja, juga adanya kapitalisme dalam hal pemberian label halal dari makanan yang diperjualbelikan.
Selain merugikan langsung pedagang dalam biaya dan proses kepengurusan, juga merugikan pembeli yang mayoritas Islam, namun minim kesadaran dalam memililah kehalalan produk yang ingin mereka konsumsi.

Adanya fenomena tersebut menambah daftar hitam bobroknya sistem sekuler-kapitalisme yang lahir dari sistem demokrasi yang nyata-nyata dengan sistem tersebut tidak bisa menyejahterahkan rakyat selain hanya makin memperkaya segelintir orang-orang licik penguasa negeri ini.

Hal ini tentu berbeda jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, semua produk dan jasa yang beredar di masyarakat adalah halal karena negara turut andil di garda terdepan menjamin kehalalan produk-produk tersebut dari hulu ke hilir. Dari bahan-bahan yang digunakan sampai pada barang jadi yang siap pakai.

Untuk itulah dalam sistem Islam, sertifikasi halal tidak dibutuhkan karena sejak awal hal-hal yang bersifat haram telah terseleksi dan tercegah masuk ke pasar. Adapun produk-produk haram yang masih dikonsumsi oleh sebagian kalangan tertentu (non muslim) seperti khamr, daging babi, dan sejenisnya hanya boleh beredar di kalangan mereka sendiri dan tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan di pasar umum. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: