Headlines
Loading...
Kemiskinan Ekstrem, Ancaman Masa Depan Generasi Makin Serem

Kemiskinan Ekstrem, Ancaman Masa Depan Generasi Makin Serem

Oleh. Bunda Erma (Pemerhati Keluarga dan Generasi)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari. Dengan basis perhitungan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9, itu saja pemerintah harus mengentaskan kemiskinan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai 0% pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya. Jika menggunakan basis global yang US$ 2,15 PPP, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024 atau 3,35 juta orang per tahunnya. (cnbcindonesia.com, 5/06/2023)

Kemiskinan adalah bencana bagi sebuah peradaban. Kemiskinan membuat manusia tidak mendapatkan dan kesusahan memenuhi hak-hak hajat kehidupan mereka. Jelas, hal ini akan menimbulkan efek domino, salah satu diantaranya, berefek pada kualitas generasi. 

Data global yang dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children. Jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial (perlinsos) apapun mencapai setidaknya 1,4 miliar anak berusia di bawah 16 tahun. Tak ada akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk, dan terpapar kemiskinan. Di negara-negara berpendapatan rendah, hanya satu dari 10 anak, bahkan kurang yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. (kumparan.com, 15/02/2024)

Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNIICEF, Natalia Winder Rossi, dikutip dari Antara, Kamis (15/2), menyampaikan bahwa terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. (kumparan.com, 15/02/2024)

Data tersebut sebenarnya menggambarkan kemiskinan ekstrem menjadi problem dunia, lebih dalam lagi hal tersebut menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia. Sebagaimana kita ketahui, sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Sistem ini memberikan kebebasan dalam kegiatan ekonomi, sehingga para kapital dapat menguasai hajat hidup rakyat, termasuk menguasai sumber daya alam (SDA). Padahal SDA adalah harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kebutuhan masyarakat, seperti menjamin tersedianya layanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Tak hanya itu, sistem kapitalisme juga membuat para kapital mengendalikan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan pokok masyarakat, dan sejenisnya. Sementara negara dalam sistem kapitalisme keberadaannya tidak lebih sebagai reinventing goveerment, di mana negara hanya berperan sebagai regulator. Akibatnya, masyarakat khususnya generasi akan mengalami banyak problem kehidupan. 

Jika sistem kapitalisme gagal memberikan kesejahteraan generasinya, maka tidak dengan sistem Islam. Sebagai pandangan hidup, Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Mekanisme tersebut menjamin dari level individu, yakni adanya kewajiban bekerja bagi setiap laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya. Di level masyarakat, yakni dorongan amal shalih, berupa infak, shodaqoh, wakaf dan sejenisnya dari mereka yang memiliki harta lebih untuk diberikan kepada mereka yang kekurangan. Hanya saja, dua level ini tidak akan pernah cukup karena itu Islam mewajibkan negara yakni Kh!l4f4h berperan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ketegasan dan perintah ini terlihat dari dalil-dalil yang menunjukkan ancaman berat bagi pengguasa atau negara ketika mereka lalai memelihara urusan rakyat. 

Adapun tugas negara untuk mengentaskan kemiskinan menurut Islam antara lain,
Pertama, menciptakan lapangan kerja dan memerintahkan rakyat untuk giat bekerja. Sektor lapangan kerja dalam Kh!l4f4h sangat terbuka luas, seperti di bidang pertanian, peternakan, jasa maupun industri. Sektor ekonomi riil akan ditumbuhkan suburkan oleh negara. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan dirasakan nyata oleh masyarakat.

Kedua, menutup semua kecurangan yang mematikan ekonomi. eperti praktik riba, judi, gabn fahish (penipuan harga dalam jual beli), tadlis (penipuan barang/ alat tukar), maupun ikhtikar (penimbunan). Hal ini dipertegas dengan sistem sanksi yang akan diberlakukan kepada para pelaku kecurangan. 

Ketiga, mengelola SDA secara mandiri sebagaimana perintah syariat. Islam mengharamkan penguasaan SDA oleh para kapital seperti saat ini. hal tersebut menyebabkan harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat beralih ke kantong pribadi, para kapitalis. 

Keempat, negara wajib menjamin secara langsung kebutuhan publik yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan kemanan. Maksudnya, negara wajib memberikan kebutuhan tersebut secara gratis kepada rakyatnya, baik mereka muslim atau non muslim, kaya atau miskin, tua atau muda. 

Adapun dana untuk menjamin kebutuhan tersebut bersumber dari hasil pengelolaan SDA yang masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Maal.
Seperti inilah mekanisme Kh!l4f4h menjamin masyarakatnya termasuk upaya mengangkat generasi dari kemiskinan. Meski demikian, bukan berarti di dalam Kh!l4f4h tidak akan ada orang miskin. Keberadaan orang miskin dalam Kh!l4f4h karena qadha (ketentuan). Namun dengan jaminan yang diberikan Kh!l4f4h kepada semua masyarakatnya, semiskin-miskinnya masyarakat dalam Kh!l4f4h masih bisa mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Dengan begitu, kualitas generasi akan tetap terjaga. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: