Headlines
Loading...
Oleh. Dira Fikri

Tanggal 8 Maret biasa diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Menjelang peringatan tersebut, UN Women Indonesia menyorot pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian terhadap perempuan dan kesenjangan gender. 

Seperti tema International Women Day (IWD) tahun ini, “Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan”. Hal ini sejalan dengan tujuannya yaitu untuk meningkatkan kesetaraan, menghilangkan diskriminasi, serta menjamin hak-hak perempuan.
Investasi yang dimaksud direalisasikan dalam dua hal yakni investasi publik terhadap kebutuhan perempuan dan investasi sektor swasta. Beberapa diantaranya adalah mengalokasikan dana publik untuk menunjang kesetaraan gender, berupa penyediaan penitipan anak misalnya atau subsidi untuk melakukan pekerjaan perawatan.

Keterlibatan perempuan di ranah publik dianggap sebagai langkah nyata yang harus dilakukan di tengah krisis ekonomi dunia untuk bisa bertahan. Sehingga kampanye berbalut kesetaraan gender dianggap sebagai solusi untuk meraih kesejahteraan diri dan keluarga. Tekanan hidup yang makin berat karena ekonomi yang kian sulit memaksa kaum perempuan ikut andil sebagai bentuk investasi. Perempuan dipaksa untuk ikut menopang kerakusan Kapitalisme atas nama pemberdayaan perempuan. Investasi perempuan berarti menganggap bahwa perempuan tak ubahnya seperti benda yang menghasilkan nilai ekonomis berupa keuntungan materi saja. Wajar jika tujuan yang ingin dicapai hanya berupa kebahagiaan yang bersifat materialistis. Karena tujuan itulah kini perempuan berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka sebagai tempat alamiahnya untuk memenuhi kebutuhannya sekaligus agar diakui memiliki peran di ranah publik dan memiliki nilai di mata masyarakat.

Di satu sisi, dengan keluarnya perempuan dari rumah mereka berbagai masalah baru bermunculan. Satu dari empat perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual. Bahkan terdapat 338.496 kasus berbasis gender terhadap perempuan sepanjang tahun 2021. (liputan6.com, 01/03/2024)

Perempuan sejatinya mempunyai tugas utama sebagai pencetak generasi peradaban. Namun dalam sistem kapitalisme, perempuan hanya menjadi objek ekonomi bersama laki-laki untuk menyelesaikan krisis sebagai akibat penerapan sistem ekonominya. Apalagi negara di sistem ini hanya sebagai regulator semata dengan turut membuat paket kebijakan yang memaksa perempuan untuk berperan di sektor ekonomi. 

Sangat berbeda di dalam sistem Islam yang memandang pentingnya peran perempuan sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). Perempuan dalam Islam sangat dimuliakan dengan memberikan peran sesuai fitrahnya. Mendidik anak-anak sekaligus menjaga kehormatan suaminya dengan berada di rumah akan menjadikan harmoni kehidupan masyarakat berjalan seimbang. Perempuan tidak dipaksa untuk bekerja mencari nafkah keluarga karena tidak ada hukum dalam Islam yang mewajibkannya. Namun jika perempuan ingin bekerja untuk mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat tetap diperbolehkan selama tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan istri.

Penguasa dalam sistem Islam bertugas untuk menjalankan hukum Allah. Dan mengelola negara dengan sebaik-baiknya aturan berdasarkan syariat yang akan mengutamakan kebutuhan rakyat. Bukan berhitung keuntungan (profit) seperti layaknya di sistem kapitalisme. Maka hanya dengan sistem Islam yaitu khilafah yang akan mengerti peran strategis perempuan sekaligus menjalankan aturan yang sesuai dengan peran tersebut.

Wallahu’alam.

Baca juga:

0 Comments: