Headlines
Loading...
Korupsi Taspen, Inikah Output Pendidikan Sekuler Kapitalisme?

Korupsi Taspen, Inikah Output Pendidikan Sekuler Kapitalisme?

Oleh. Aulia Rahmah 
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tengah menindaklanjuti laporan dari masyarakat tentang dugaan kasus korupsi di PT Taspen (persero). KPK melakukan penyidikan dan menetapkan pula para tersangka. Jubir KPK, Ali Fikri menduga modus korupsi dalam kasus ini adalah kegiatan investasi fiktif yang dilakukan PT Taspen pada tahun anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lainnya. Kasus ini merugikan negara yang nilainya hingga ratusan juta rupiah (cnbcindonesia.com,8/3/2024).

Terus berulangnya kasus korupsi menunjuknya gagalnya sistem pendidikan yang diterapkan saat ini dalam membangun integritas SDM. Pendidikan sekuler kapitalisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, membuat generasi tidak memahami bahwa hidup seharusnya disesuaikan dengan tuntunan agama. Akibatnya, mereka beranggapan bahwa kebahagiaan adalah ketika kekayaan yang bersifat materi dapat diraih. Lemahnya pemahaman terhadap agama (Islam) dan mengorientasikan hidup hanya untuk meraih kebahagiaan duniawi semata akan membuat seseorang mudah berbuat jahat dengan menipu, berbohong, menyalahgunakan jabatan dan uang yang seharusnya dijaga dengan sebaik-baiknya. 

Sekulerisme di bidang pendidikan yang jelas berdampak buruk, tindak korupsi  juga dipicu oleh penerapan sistem demokrasi. Saat seseorang mengikuti bursa calon pemimpin dalam sistem demokrasi, uang menjadi modal utamanya, misalnya untuk meraih kepercayaan publik. Saat menjabat, tujuan utamanya adalah mengembalikan modal. Caranya, apalagi kalau tidak dengan korupsi?

Dalam Islam, korupsi merupakan tindakan mengkhianati amanah. Kekayaan yang seharusnya dijaga dengan baik dan dikeluarkan sesuai aturan, tidak dilakukan. Yang ada justru kekayaan itu dipergunakan untuk kepentingannya sendiri agar kekayaannya bertambah banyak. Tindakan berkhianat haram hukumnya. Rasulullah saw. mengabarkan bahwa khianat merupakan salah satu tanda kemunafikan. Seseorang harus menjauhi sifat kemunafikan. Rasulullah bersabda; “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu (1) ketika berbicara ia dusta, (2) ketika berjanji ia mengingkari, dan (3) ketika ia diberi amanat ia berkhianat).”

Balasan bagi orang-orang munafik adalah siksa di neraka, Allah berfirman;
"Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan mereka tidak akan mendapat seorang penolong pun." (TQS. An nisa': 145)

Di masa keemasan peradaban Islam yang berabad-abad lamanya, celah untuk korupsi benar-benar tertutup rapat. Di masa itu kriminalitas, kejahatan, kecurangan serta pelanggaran hukum sangat lah minim. Baik yang dilakukan oleh pejabat negara maupun rakyat biasa. Hal ini terjadi karena hasil dari penerapan Sistem Pendidikan Islam dalam membentuk tingginya integritas SDM rakyat. Tujuan pola pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian Islam membuat iman dan takwa seseorang tinggi sehingga dirinya merasa diawasi oleh Allah kapan dan dimana pun berada. Juga penerapan Sistem Ekonomi Islam yang berhasil mewujudkan kesejahteraan individu per individu rakyat, sehingga pejabat negara tak tergiur untuk berbuat khianat. Selain itu, kehidupan sosial yang sehat  ditandai dengan berjalannya amar makruf nahi mungkar di masyarakat. Sanksi hakim yang tegas dari negara turut melengkapi kondisi yang membuat seorang muslim tak terpikirkan untuk berbuat curang, maksiat dan tindak kejahatan apapun.

Hal Inilah yang tidak terwujud dalam sistem sekuler kapitalisme hari ini. Sebab, aturan yang dilaksanakan adalah buatan manusia yang memandang kesuksesan hanya saat materi dapat diraih sebanyak banyaknya, tanpa memikirkan dari mana hasilnya. Gaya hidup hedonisme seseorang sehingga merasa kurang dengan pendapatannya, mendorong pula untuk berbuat curang. Ditambah pola interaksi sosial yang individualis turut berperan dalam mendorong tindakan pelanggaran terjadi, termasuk korupsi.

Maka sebanyak apapun lembaga pengawasan dibuat, tidak akan menimbulkan rasa takut dan bersalah dari diri setiap individu. Justru Sistem Politik Demokrasi melahirkan kesepakatan bersama untuk berbuat khianat. Korupsi tak hanya dilakukan oleh individu tetapi dilakukan secara bersama-sama. Muncullah stigmatisasi negatif kepada pihak-pihak yang jujur, misalnya "Jangan jadi Taliban". Atau istilah lain yang mendorong untuk berbuat jahat, misalnya "Cari yang haram aja susah apalagi yang haram". Muncul pula istilah untuk para pejabat yang suka korupsi "Tikus Berdasi",  "Korupsi berjamaah", dsb. Wallahu alam bishawab. 

Baca juga:

0 Comments: