Headlines
Loading...
Oleh. Rohayah Ummu Fernand

Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pekerja swasta akan dikenakan pajak. Bagi pegawai swasta tersebut dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai pasal 21. Pemotongan ini dilakukan langsung oleh perusahaan, kemudian disetorkan ke kas negara. Penghitungan pajak dilakukan dengan metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) mulai (2-1-2024). 
Potongan pajak THR dengan metode TER pada 2024 ini disebut-sebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Tentu saja kebijakan ini membuat publik kaget dan protes.

Namun, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, membantah tudingan bahwa potongan pajak THR menjadi lebih besar setelah penerapan sistem TER. Menurutnya, tidak ada perubahan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak (detik.com, 28-3-2024).

Rezim Pemalak

Kebijakan pajak THR tidaklah mengejutkan, kebijakan ini justru semakin menunjukkan bahwa tata negara kita diatur menggunakan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme merupakan sistem kehidupan yang orientasi aturannya berlandaskan keuntungan materi. Sistem ini berbahaya, batil, bahkan zalim ketika diterapkan. Seperti saat ini, negara yang seharusnya menjadi pelayan bagi masyarakatnya, justru menjadi pemalak.

Miris, mengingat kekayaan alam Indonesia yang luar biasa besarnya, namun penerimaan dari sumber daya alam (SDA) minim, mayoritas penerimaan justru dari pajak. Dominasi pajak pada penerimaan ini justru menjadikan kehidupan masyarakat makin tercekik, hampir semua hal dipajaki. Ironisnya, hasil uang pajak berupa pembangunan dan layanan publik tidak bisa dinikmati rakyat dengan leluasa. Terbukti rakyat tetap harus merogoh kantong ketika menikmati layanan infrastruktur, seperti jalan tol, kereta cepat, dan sebagainya.

Hal ini semakin menegaskan bahwa sistem kapitalisme telah nyata memberikan ruang bagi penguasa untuk melakukan apapun itu tanpa memperhatikan lagi bagaimana kondisi masyarakatnya. Penguasa tidak lagi peduli dengan rakyatnya, mereka seakan tuli dan buta terhadap jeritan hati rakyat. Mirisnya, rakyat justru dianggap sebagai beban negara. Yang dipikirkan oleh para pemangku kebijakan adalah bagaimana caranya agar bisa terpenuhi syahwat kekuasaan, dengan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Sehingga dengan begitu teganya memalak harta rakyat, atas nama pajak.

Negara kapitalisme menganggap pajak sebagai salah satu sumber pemasukan negara, maka tidak mengherankan jika negara sering membuat kebijakan untuk melegalkan memungut pajak, seperti kebijakan pajak THR ini. Hal ini tentu sangat berbeda dengan mekanisme sumber pemasukan negara yang diatur oleh sistem Islam.

Islam Menjamin Kesejahteraan Hidup Rakyat

Islam memiliki sumber pemasukan negara yang bermacam-macam. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadi menjelaskan bahwa lembaga Baitul Maal adalah departemen keuangan negara. Baitul Maal memiliki sumber pemasukan yang berasal dari tiga pos, yakni pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos kepemilikan tersebut memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran masing-masing.

Pos kepemilikan negara berasal dari fai', kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, ghulul, rikaz, dan sejenisnya. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber tetap pemasukan negara. Pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan kekayaan alam milik umat. Sementara pos zakat bersumber dari harta zakat kaum muslimin, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal, harta wakaf, infaq, dan shadaqah. Seluruh pemasukan ini sangat cukup untuk membiayai kebutuhan negara dan masyarakat, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan Khil4f4h Harun Ar-Rasyid, dimana pada saat itu keuangan negara mengalami surplus 900 juta dinar.

Adapun pajak, dalam Islam dikenal dengan dharibah. Hanya saja, praktik pemungutan dan peruntukan dharibah sangat jauh berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini. Dharibah merupakan salah satu sumber pos kepemilikan negara, namun sifatnya tidak tetap (temporer) dan insidental. Sebab, negara hanya akan menjadikan dharibah sebagai alternatif terakhir ketika kondisi Baitul Mal sedang menipis, atau bahkan kosong. Sementara negara harus memenuhi kebutuhan masyarakat karena kondisi genting, yang jika tidak dipenuhi segera akan menimbulkan dharar (bahaya) bagi masyarakat, seperti terjadi bencana, pembangunan infrastruktur di daerah terisolasi, dan sejenisnya.

Syaikh Atha' Abu Rasytah menegaskan bahwa dalam Islam pajak tidak diambil kecuali pada kondisi yang wajib memenuhi dua syarat. Yang pertama, diwajibkan atas Baitul Mal dan kaum muslimin sesuai dengan dalil yang sharih. Dan yang kedua, di Baitul Mal tidak ada harta yang mencukupi untuk kebutuhan tersebut. Ketentuan tersebut juga dijelaskan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam Al Amwal fi Daulah al-Kh1l4f4h, maupun Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya, Nizhamul Iqtishadi dan Muqadimah ad-Dustur.

Kebolehan negara memungut pajak dalam kondisi tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw.: "Sedekah yang paling utama adalah dari orang kaya."(Muttafaq alaih).
Dan luar biasanya adalah, dharibah hanya akan dipungut dari kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta, yakni kaum muslimin yang sudah tercukupi kebutuhan mereka sendiri dan keluarganya secara makruf. Demikianlah ketentuan pajak (dharibah) dalam sistem Islam yang praktiknya sangat berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme.

Dalam sistem kapitalisme, semua barang dikenakan pajak, seperti gaji, THR, rumah, kendaraan, bahkan makanan. Praktik pajak seperti ini diancam oleh Rasulullah saw. Telah dikeluarkan oleh 'Uqbah bin 'Amr bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Tidak masuk surga pemungutan cukai." (HR. Ahmad dan disahihkan oleh al-Hakim). 

Di sisi lain, Islam juga mewajibkan negara agar menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme, seperti menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Jaminan tersebut adalah bentuk jaminan tidak langsung dari negara agar masyarakat mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, yang meliputi sandang, pangan, dan papan. 

Adapun jaminan kebutuhan dasar publik yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan, maka kebutuhan tersebut akan dijamin langsung oleh negara sehingga semua masyarakat dapat menikmatinya dengan kualitas terbaik dan gratis. Seperti inilah gambaran sistem Islam mengatur terkait sumber pemasukan negara, pajak, dan jaminan kesejahteraan rakyat. Semua ini akan bisa terwujud manakala umat memiliki negara periayah, yakni Daulah Kh1l4f4h.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: