Headlines
Loading...
Listrik Dikapitalisasi, Tanggungan Rakyat Makin Berat

Listrik Dikapitalisasi, Tanggungan Rakyat Makin Berat

Oleh. Azrina Fauziah S.Pt
(Aktivis Dakwah) 

Setelah wancana kenaikan tarif listrik per Maret 2024 merebak, pemerintah menegaskan tidak menaikan tarif listrik. Dikutip dari bisnis.com (27-2-2024), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto menyatakan pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif listrik maupun harga BBM hingga bulan Juni 2024. 

Pemerintah melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P Hutajulu menyampaikan alasan pemerintah tidak menaikkan tarif listrik dikarnakan supaya dapat menjaga daya saing pelaku usaha demi meningkatkan daya beli masyarakat serta menjaga tingkat inflasi di tahun yang baru (kontan.co.id/26-2-2024)

Penetapan tarif listrik Januari-Maret 2024 sesuai dengan Permen 28/2016, Permen ESDM No. 8/2023 tentang penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi yang dilakukan setiap 3 bulan. Pertimbangan ini mengacu pada nilai tukar mata dollar AS terhadap mata uang rupiah (kurs), Indonesian Crude Price (ICP), inflasi dan harga batu bara acuan.

Mengapa Tarif Listrik Selalu Naik?

Meski tarif listrik masih tetap namun pemerintah tidak menjamin setelah Juni 2024 akan menaikan tarif listrik ataukah tidak. Terbukti setiap kali pemerintah menaikan tarif listrik, tidak pernah ada penurunan tarif listrik setelahnya. 

Kondisi ini merupakan dampak dari privatisasi sumber daya alam seperti batu bara. Diketahui produsen listrik di Indonesia tidak hanya berasal dari perusahaan milik negara seperti PLN. Tetapi juga berasal dari perusahaan listrik swasta seperti Independent Power Producer. 

IPP dan PLN telah melakukan perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase Agreement. Dalam perjanjian tersebut terdapat ketentuan perjanjian Take or Pay yaitu suatu kontrak dimana salah satu pihak, dalam hal ini PLN memiliki kewajiban untuk menerima penyerahan barang dan membayar sesuai dengan jumlah tertentu. PLN akan membeli listrik yang jumlahnya sudah disepakati dari produksi pembangkit IPP untuk disalurkan kepada masyarakat. Oleh sebab itu dalam kesepakatan tersebut wajar saja jika PLN memutar otak untuk mencari keuntungan dalam penentuan tarif listrik. 

Dalam sistem kapitalisme, sumber daya alam dapat dimiliki oleh individu asalkan memiliki modal. Tak heran jika semua sumber daya alam milik rakyat diperjualbelikan. Gas harus bayar, BBM harus bayar, listrik pun harus bayar. 

Negara dalam sistem kapitalisme tidak berperan sebagai raa'in (pengurus urusan rakyat). Alhasil rakyat berjuang sendirian demi memenuhi kebutuhannya. Jikalau ada subsidi itu pun hanya solusi setengah hati tidak akan mensejahterakan rakyat. 
 
Mekanisme Islam Dalam Pengelolaan Listrik

Negara didalam Islam berfungsi sebagai raa'in atau pengurus urusan rakyat. Listrik sebagai kebutuhan primer masyarakat sudah semestinya disediakan oleh negara dengan harga murah bahkan gratis.

Islam memiliki seperangkat mekanisme dalam menyediakan sumber tenaga listrik. Negara akan mengupayakan semua potensi sumber daya alam yang dapat dirubah menjadi tenaga listrik seperti batu bara, minyak, sinar matahari, nuklir, angin serta air. Sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas ini termasuk harta milik umat yang haram dimonopoli. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, "kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad) 

Adapun pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam tersebut maka syariat Islam membebankan hal tersebut kepada negara. Negara dalam hal ini sebagai wakil rakyat. Semua pengolahan sumber energi listrik ada dibawah pengawasan negara, dari eksplorasi hingga menjadi barang yang siap didistribusikan kepada masyarakat. 

Ada dua mekanisme distribusi yang dapat dilakukan. Pertama, distribusi secara langsung yaitu negara dapat memberikan subsidi energi listrik secara gratis kepada masyarakat.

Perlu dipahami bahwa subsidi didalam Islam adalah bentuk pelayanan negara kepada rakyat sehingga subsidi tidak dianggap beban oleh negara. 

Namun Islam juga memperbolehkan negara untuk mengambil biaya distribusi listrik kepada rumah tangga, hanya saja biaya ditentukan dari biaya produksi sehingga harga tetap terjangkau. Negara juga boleh menjual listrik kepada industri dalam negeri dengan keuntungan minimum atau negara juga boleh mengekspor sumber listrik kepada negara lain dengan keuntungan maksimal. Keuntungan tersebut akan dimasukan ke kas Baitul Mal. 

Kedua, distribusi secara tak langsung. Negara mengalokasikan keuntungan pos kepemilikan umum untuk membiayai semua kebutuhan dasar dan fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan gratis. Fasilitas umum seperti tol, jembatan dan jalan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Inilah mekanisme Islam dalam mewujudkan kebutuhan sumber energi listrik masyarakat. Wa'allahu alam

Baca juga:

0 Comments: