Headlines
Loading...
Penulis. Rahma 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto memastikan, kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan diberlakukan pada tahun 2025.
Sehingga dipastikan kebijakan tersebut akan berlanjut pada masa pemerintahan mendatang.
"Pertama tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan, tentu kalau keberlanjutan program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN," tegas Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat, 8 Maret 2024 (CNBC Indonesia).

Kenaikan Pajak Dampak Sistem Kapitalisme

Kenaikan ini adalah satu keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan salah satu kebijakan pendapatan negara dari pajak. Mirisnya pendapatan negara dari sektor pajak juga rawan dikorupsi sehingga pendapatan negara tidak tercapai targetnya. Dan biasanya menaikkan pajak akan menjadi solusinya.

Dampak dari kenaikan pajak ini akan sangat menyengsarakan umat. Karena akan muncul efek domino di berbagai sektor kehidupan. Harga barang pokok akan semakin mahal. Pinjaman riba akan dipakai rakyat sebagai solusi jangka pendek yang akan menjerat rakyat,  pengangguran akan semakin banyak, karena daya beli yang turun akan melemahkan kinerja keuangan perusahaan.

Pajak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan negara adalah kebijakan yang salah. Karena sejatinya negara memiliki berbagai sumber yang dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan, di antaranya adalah pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan umat, yang juga dapat menjadi salah satu sumber pemasukan harta negara.

Sayangnya dalam sistem kapitalisme, negara melegalkan privatisasi sumber daya alam. Sehingga kekayaan alam hanya bisa dinikmati para pemilik modal (korporasi) saja. Sementara rakyat harus gigit jari karena harus membayar mahal untuk bisa menikmatinya. Negara pun tidak bisa berperan sebagai periayah (pengurus) umat. Negara hanya sebagai regulator yg memberikan jalan mudah bagi korporasi menguasai sumber daya alam milik rakyat. Inilah hasil dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini.

Pajak dalam Sistem Islam

Dalam fiqih Islam, istilah pajak dikenal dengan dharibah.
Al Allamah Syaikh Rawwas Qal'ah Jie mengartikan pajak dengan apa yang ditetapkan sebagai kewajiban atas harta maupun orang di luar kewajiban syara' (Mu'jam Lughat al-Fuqaha hal 256).
Syaikh Abdul Qadim Zallum mendefinisikan pajak sebagai harta yg diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di baitul mal kaum muslim untuk membiayainya (Al amwal fi daulah al khilafah hal 129).

Khilafah mempunyai pandangan khas dalam mengatur APBN khilafah atau baitul maal. Syariah digunakan sebagai landasan dalam menetapkan sumber pendapatan dan pembiayaan.
Dalam baitul mal ada dua sumber pendapatan yakni:

1. Sumber Pendapatan Tetap

Sumber pendapatan tetap terdiri dari:
Fai' (anfal, ghanimah, khumus), jizyah, kharaj, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak punya ahli waris, dan harta orang murtad. 
Sumber pendapatan ini akan tetap ada, baik ada atau tidak adanya kebutuhan umat.

2. Sumber Pendapatan Tidak Tetap 

Sumber pendapatan ini dijalankan sebagai jalan pemecahan masalah yang dihadapi negara. Pendapatan tidak tetap ini hukumnya fardhu kifayah bagi muslim yang memenuhi syarat saat tidak ada dana di baitul mal. Pengambilannya tergantung pada kebutuhan yang dibenarkan oleh syariah Islam. Jadi tidak akan dipungut selamanya, tapi disesuaikan dengan kondisi kebutuhan umat.
 
Terbukti sudah bahwa hanya dengan sistem Islam dalam naungan khilafah semua problematika umat bisa teratasi sehingga akan terwujud kehidupan yang  sejahtera untuk seluruh rakyatnya.

Wallahualam bissawaab. [An]

Baca juga:

0 Comments: