Headlines
Loading...
Oleh. Nurma Safitri

Di kutip oleh tirto.id, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi pertumbuhan hutang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadhan sampai lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci ramadhan. 
Agusman memproyeksi bahwa pertumbuhan hutang pinjol pada Maret 2024 atau saat Ramadhan berada pada kisaran 11% hingga 13% secara year - on - year. (Tirto.id, 05/03/2024)

Dikutip dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024-2028, kajian yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonèsia (AFPI) dan Ernst and Young (EY) menunjukkan terdapat trend kesenjangan antara supply and demand Pendanaan UMKM sampai dengan tahun 2026.

Pada 2026, kesenjangan tersebut diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun, sedangkan kemampuan untuk penyaluran Pendanaan untuk UMKM oleh lembaga Jasa Keuangan pada periode tersebut hanya Rp 1.900 triliun," tulis roadmap tersebut. (dikutip dari finansialbisnis.com, 10/03/2024)

Sudah menjadi trend saat ini, pinjol adalah solusi permasalahan finansial, termasuk salam hal UMKM. Sedikitpun UMKM di gadang-gadang sebagai penyangga ekonomi nasional, nyatanya tidak sedikit dari mereka yang mengalami kesusahan dalam hal permodalan, terlebih saat permintaan konsumen meningkat, maka mereka juga membutuhkan modal untuk meningkatkan biaya produksi. Kondisi ini dijadikan sebagai peluang bagi para pemilik modal, mereka mendirikan Perusahaan Fintech untuk menawarkan peminjaman uang dengan prosedur yang lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan, namun tetap dengan mekanisme pinjaman berbunga (riba). Karena sistem kehidupan saat ini diatur oleh sistem Kapitalisme maka masyarakat memandang hal tersebut adalah solusi, padahal perusahaan Fintech adalah gambaran nyata dari lepasnya tanggung jawab penguasa Kapitalisme menjamin kesejahteraan pengusaha. Pengusaha kecil dibiarkan mencari modal sendiri, tidak ada jaminan sedikitpun yang diberikan oleh para penguasa dan para pengusaha kecil ada di ring yang sama dengan para pengusaha bermodal besar.

Penguasa dalam sistem Kapitalisme tidak bervisi akhirat hingga mengabaikan bahwa usaha bukan hanya untung dan rugi, akan tetapi juga akhirat. Dalam sistem Kapitalisme, masyarakat terpaksa dan bahkan dibuat rela melanggar hukum syari'at hanya demi mencari uang. 
Sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan oleh Daulah Khilafah. Daulah Khilafah adalah negarà ra'awiyah artinya negarà yang mengurus dan melayani masyarakat nya dengan sepenuh hati. Sikap demikian karena konsekuensi yang diterapkan oleh Daulah adalah kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. 
Rasulullah bersabda yang artinya "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. Bukhari).

Dan terkait UMKM secara memang termasuk sektor ekonomi riil yang di dalamnya ada aktivitas perdagangan, sementara perdagangan menjadi salah satu empat sumber ekonomi utama Khilafah selain pertanian, jasa dan industri. Agar UMKM dapat berkembang dan memberikan kontribusi nyata pada perekonomian masyarakat khususnya pada perdagangan UMKM, Khilafah menciptakan suasana bisnis yang sehat dan syar'i yaitu Khilafah tidak akan membuka sektor ekonomi non riil seeprti perusahaan Fintech dan bank ribawi, karena konsep ribawi hanya akan membuat aliran uang macet dan menumpuk di pemilik modal dan membuat angka peningkatan ekonomi tidak riil karena dihitung dari pergerakan saham dan investasi. Maka dari itu Allah sangat mengharamkan riba dalam bermuamalah. 
Allah swt. berfirman dalm surah Al Baqarah ayat 275 yang artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (TQS. Al Baqarah : 275)

Dengan demikian mekanisme permodalan UMKM tidak bersumber dari perusahaan Fintech, bak, atau perusahaan pembiayaan lainnya, namun bersumber dari "Baitul Maal". Apa itu "Baitul Maal?" dalam kitab Ajhizah ad Dawlah Al Khilafah dijelaskan bahwa Baitul maal adalah lembaga Keuangan Khilafah yang memiliki 3 sumber pemasukan yaitu pos kepemilikan negarà, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Ketiga pos ini memiliki jalur  pemasukan dan pengeluaran masing masing. Untuk pembiayaan modal usaha mengalokasikan dari pos kepemilikan negarà atau umum. Negarà dapat memberikan langsung tanpa harus menggunakan mekanisme riba dan memberikannya secara cuma-cuma. Pemberian ini tidak hanya sekali diberikan, namun diberikan seperlunya hingga kurang lebih dalam setahun. Agar dana tersebut tidak disalahgunakan, Khilafah akan melakukan pengawasan dan kontrol terhadap jenis usaha yang dikembangkan, kemudahan dalam permodalan inilah yang akan meringankan pedagang kecil UMKM dalam memulai usaha mereka. Selain itu dalam pemerintahan Islam juga memiliki konsep kerjasama (syirkan) untuk mempertemukan para pemilik modal dan pengembang, mereka diperbolehkan untuk saling mengambil manfaat ketika menjamin kerjasama.

Seperti inilah gambaran ketika Khilafah berperan dalam mengembangkan usaha rakyat sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyatnya dan uniknya negarà Khilafah akan menjava agar rakyatnya terhindar dari larangan syari'at ketika akan berusaha.

Wallahua'lam bisshowab. 

Baca juga:

0 Comments: