Headlines
Loading...
Oleh. Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Program pemerataan pembangunan sejatinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperluas lapangan pekerjaan. Namun pernyataan tersebut dalam sistem kapitalis hanya dijadikan dalih untuk menutupi kebijakan yang sebenarnya berfokus pada keuntungan para kapital saja. Oleh karenanya seringkali dijumpai kebijakan-kebijakan yang dipaksakan, salah sasaran, tumpang tindih, bahkan tidak masuk akal. 

Sebanyak 14 proyek strategis nasional (PSN) baru telah ditetapkan pemerintah. Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa penetapan tersebut berdasarkan pemerataan di sektor pembangunan infrastruktur, pariwisata, pendidikan dan kesehatan, dimana sumber pembiayaannya dari investor swasta tanpa menyenggol APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Usulan PSN diajukan dengan dukungan surat komitmen menteri atau kepala lembaga, rencana pendanaan, hasil kajian, dan rencana aksi yang kemudian dievaluasi menggunakan beberapa kriteria dasar, kriteria strategis, dan kriteria operasional. Selanjutnya Tim Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPIP) menjadikan hasil evaluasi sebagai bahan rapat sebelum diajukan kepada Presiden (liputan6.com, 24/3/ 2024).

Dua di antara 14 PSN baru yang ditetapkan pemerintah yaitu Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Bumi Serpong Damai (BSD). Dua kawasan elit sudah berkembang milik Sinar Mas Group dan Agung Sedayu Group tersebut akan mendapat dukungan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 yakni jaminan kemudahan pemberian kredit/pembiayaan syariah, kelayakan usaha, KPBU, dan/atau risiko politik. Yayat Supriatna, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti berpendapat bahwa ketika dua kawasan elit tersebut berstatus PSN dapat memudahkan birokrasi dan meyakinkan investor untuk masuk. Namun, menurut Agus Pambagio, pengamat kebijakan politik, penetapan PSN pada dua kawasan elit tersebut kurang tepat, dan dikhawatirkan status PSN dijadikan dalih penyelewengan karena menurutnya PSN bukan digunakan untuk memperkaya kelompok tapi untuk pemerataan perekonomian (kumparan.com, 23/3/2024).

Status PSN yang disandangkan pada dua kawasan elit menunjukkan bahwa sistem kapitalis lebih condong kepada kepentingan oligarki. Apalagi pendanaan PSN, murni dari swasta semakin memperlihatkan abainya negara pada tanggung jawabnya dalam pemerataan pembangunan. Peningkatan perekonomian dan kesejahteraan rakyat sebagai bagian dari tujuan pemerataan pembangunan hanyalah sebuah omong kosong belaka. Karena pada kenyataannya PSN tersebut tidak mengacu pada kebutuhan masyarakat dan justru mengakibatkan konflik tanah, kerusakan lingkungan, kerusakan sosial, budaya bagi rakyatnya.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menjadikan pemerataan pembangunan  sebagai tanggung jawab negara tanpa adanya swasta untuk ikut campur di dalamnya. Negara berkewajiban merencanakan dengan tepat dan memastikan membawa manfaat untuk rakyat banyak, termasuk dalam merancang proyek strategis nasional.

Sumber pendapatan negara yang stabil berbasis baitul mal dibagi menjadi 3 pos yakni pos kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan zakat menjadi pemasukan yang besar, dimana setiap pos memiliki sumber dan pengeluarannya masing-masing. Sumber pendapatan dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum yang beraneka ragam ini dapat digunakan negara untuk membiayai pembangunan. Namun, pengaturan perencanaan pembangunan yang sempurna ini hanya mampu diwujudkan apabila sistem Islam diterapkan secara praktis di seluruh aspek kehidupan. [An]

Baca juga:

0 Comments: