Headlines
Loading...
Oleh. Rohayah Ummu Fernand

Kementrian Keuangan (Kemenkeu) menyebut utang pemerintah sebesar Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024 masih dalam rasio aman, karena berada di bawah ambang batas 60 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Jumlah utang ini naik sebesar Rp 108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023, yakni sebesar Rp 8.144,69 triliun.

Menurut hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah itu ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, artinya setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp 30,5 juta. Bhima memperkirakan beban utang yang ditanggung warga kemungkinan akan meningkat menjadi 40 juta. Sebab, postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan. (Tempo.com, 1-3-2024).

Membahayakan Kedaulatan Negara

Fakta tersebut sebenarnya menunjukkan secara jelas, jika negeri ini diatur menggunakan sistem kapitalisme. Salah satu pemasukan negara kapitalis adalah utang. Sumber ini sejatinya membahayakan kedaulatan negara, karena dapat menghantarkan pada dominasi asing atas negara atau penjajahan. Sebagai contoh, Srilanka harus rela menyerahkan pelabuhan internasional Hambantota kepada Cina, karena gagal bayar utang. Ini masih efek dari proyek strategis, belum kebijakan penghapusan subsidi, dan kebijakan yang lain yang menyengsarakan rakyat.

Dalam negara demokrasi kapitalisme, penerimaan negara hanya ditopang oleh pajak dan non pajak sehingga defisit APBN bergantung pada utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Ditambah lagi utang saat itu tentu tak lepas dari riba, padahal riba adalah perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Yang akan menjauhkan umat dari keberkahan.

Namun beginilah karakter negara kapitalisme. Utang adalah satu keniscayaan, bahkan menjadi satu cara yang wajar dalam membangun negara dengan dalih masih dalam batas aman. Di sisi lain, tumpukan utang negara akan merugikan masyarakat karena pembayaran utang tersebut akan dibebankan pada masyarakat melalui mekanisme pajak. Makin lengkaplah penderitaan rakyat di bawah penerapan sistem kapitalisme demokrasi.

Solusi Islam

Sangat berbeda dengan negara yang diatur menggunakan sistem Islam. Sistem Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang khas, yang akan membuat suatu negara menjadi negara yang berdaulat, mandiri, dan adidaya. Ekonomi Islam membahas jaminan kesejahteraan per individu rakyat, sementara politik Islam berbicara terkait mengatur urusan rakyat. Keduanya harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Ketika sistem ini diterapkan beserta sistem Islam lainnya, insya Allah negara ini akan menjadi negara yang berdaulat, mandiri, dan adidaya. Bukti penerapan sistem Islam oleh negara tersebut sejatinya sudah pernah ada, dan pernah eksis selama kurang-lebih 1.300 tahun. Negara tersebut adalah Daulah Kh1l4f4h.

Berkaitan dengan utang, terlebih yang dilakukan oleh negara, Islam mengatur agar utang dilakukan hanya untuk perkara yang urgen, yang jika ditangguhkan akan dikhawatirkan akan terjadi kerusakan dan kebinasaan bagi masyarakat. Misal, pembangunan jembatan di daerah terisolir perairan, pembangunan layanan kesehatan di daerah terpencil, dan sejenisnya. 
Sementara untuk hal-hal yang bisa ditangguhkan, maka semua itu menunggu hingga negara memiliki harta. Misal, renovasi gedung pemerintahan, biaya pemeliharaan taman kota, dan yang sejenisnya.

Aturan ini membuat negara tidak mudah melakukan dan menambah utang. Sesungguhnya utang adalah jalan terakhir sumber biaya bagi negara Islam, karena sesungguhnya Islam memiliki mekanisme keuangan negara yang stabil dan kokoh. Bahkan dalam keadaan normal, mekanisme tersebut mampu membuat keuangan negara surplus.

Pos Pemasukan Baitul Maal

Dalam Islam, sistem pemasukan negara berbasis Baitul Maal. Hal tersebut dijelaskan dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Kh1l4f4h
Baitu Maal memiliki tiga pos pemasukan, yakni:

1. Pos kepemilikan negara
Harta pos ini bersumber pada harta negara, seperti ghanimah, anfal, fai', khums, kharaj, status tanah (meliputi tanah 'unwah, usyriyah, ash-shawaf, tanah milik negara, tanah milik umum, dan tanah-tanah yang diproteksi), dan jizyah. Harta ini merupakan pemasukan tetap negara. Namun, ada juga pemasukan yang tidak tetap yang berasal dari dharibah (pajak). 

Terkait dengan dharibah (pajak), perlu diketahui bahwa dharibah dalam Islam sangat berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Dharibah hanya diberlakukan ketika kas Baitul Maal dalam keadaan kurang/kosong, sementara negara membutuhkan anggaran untuk mengurus kebutuhan rakyat. Dengan kata lain, dharibah hanya bersifat temporal (sementara), sampai negara kembali mendapatkan anggaran yang cukup. Dharibah hanya akan diambil dari kaum muslimin yang memiliki harta lebih, setelah kebutuhan dia dan keluarganya terpenuhi. Sementara warga kafir dzimmi Daulah tidak akan dipungut pajak.

2. Pos kepemilikan umum
Harta dari pos ini bersumber dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Baik sumber daya alam tambang, seperti tambang emas, batu bara, gas alam, nikel, dan sejenisnya. Sumber daya alam hutan,  sumber daya perairan, seperti laut, selat, sungai, danau, dan sejenisnya.

3. Pos zakat
Harta ini berasal dari zakat, shodaqoh, infak, dan wakaf kaum muslimin.

Masing-masing kas Baitul Maal tersebut memiliki alur pengeluaran masing-masing yang tidak boleh saling ditukar. Misalnya untuk membangun infrastruktur publik, negara tidak boleh mengambil anggaran dari harta zakat. Sebab, zakat hanya dikeluarkan untuk delapan asnaf. Jika ingin membangun infrastruktur publik, negara hanya boleh mengambil harta dari pos kepemilikan umum. Mekanisme seperti ini membuat keuangan negara kokoh dan stabil, bahkan surplus. 

Bahkan seandainya pun kas Baitul Maal kosong, dan negara harus berhutang, maka negara tidak diperbolehkan mengambil utang ribawi. Karena selain haram, utang ribawi akan menimbulkan dharar (bahaya) bagi kedaulatan negara. Yaitu, menjadi celah bagi pihak asing untuk mengambil alih kedaulatan negara dan menyengsarakan rakyat. 
Demikianlah solusi yang diberikan oleh sistem Islam. Negara akan terbebas dari utang, dan mampu berdiri tegak, dan mandiri.

Wallahualam bissawab

Baca juga:

0 Comments: