Headlines
Loading...
Oleh. Ernita S (Pendidik)

Terulang kembali, publik dihebohkan oleh perilaku generasi saat ini. Berita anak-anak menjadi pelaku kriminalitas bukan menjadi perkara yang asing lagi. Sangat menyedihkan, apabila anak-anak sebagai pelaku kriminal,  kasus kejahatannya malah semakin sadis.

Meninggalnya MA (7), bocah asal Kadudampit Kabupaten Sukabumi, ternyata dibunuh oleh remaja berinisial S (14), pelajar SMP di Sukabumi. MA dinyatakan hilang pada 16 Maret 2024, dari hasil rekontruksi bocah ini dibunuh dan sempat dicabuli (Aceh.tribunnews.com, 8/5/2024)

Perkara anak yang berkonflik dengan hukum semakin banyak bahkan mengalami peningkatan. Dimana kasus kejahatannya kian meresahkan. Generasi muda saat ini terus menerus berada di lingkungan kejahatan. 

Kasus yang lain, pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian Airul Harahap (13), santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Terdakwa AR (15) divonis dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, sedangkan RD (14) divonis lebih ringan dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. Mereka merupakan senior Airul Harahap di Ponpes tersebut (Metrojambi.com, 8/5/2024)

Kasus diatas adalah sebagian kecil dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dimana fakta tersebut membuat masyarakat miris namun inilah gambaran generasi sekarang. Anak-anak menjadi pelaku kejahatan sudah berulang kali terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak negeri ini tidak sedang baik-baik saja. 

Maraknya kriminalitas oleh anak-anak menjadi bukti buruknya output dalam sistem pendidikan Kapitalisme. Sistem kapitalisme merupakan suatu sistem yang berorientasi pada materi. Dampaknya orang tua memandang dirinya hanya sebagai pihak pemberi materi. Para orang tua merasa sudah cukup apabila anak-anak sudah diberi kebutuhannya seperti makanan, pakaian, disekolahkan dan lain sebagainya. 

Disisi lain, orang tua juga hanya hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme. Akibat himpitan ekonomi ayah dan ibu sibuk untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhinya anak-anak tidak memperoleh pendidikan yang benar padahal keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak-anak.

Sementara itu, anak-anak disekolah dihadapkan oleh kurikulum sistem pendidikan kapitalisme yang beriorientasi pada materi dan minim terhadap nilai agama. Adapun hasilnya anak-anak terus ditujukan untuk meraih prestasi semata. Pada akhirnya anak-anak tanpa memperoleh bimbingan akhlak dan ketaatan yang lebih.

Bahkan di sistem sanksi, kapitalisme tidak menjadikan pelaku kejahatan jera terhadap hukuman yang telah diperolehnya. Apalagi pelaku pelaku criminal dilakukan oleh anak-anak (usia kurang dari 18 tahun) akan di adili di peradilan anak. Sehingga dampaknya anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan semakin banyak.

Berbeda dengan sistem Islam ketika menjaga generasi dari kerusakan dengan mempersiapkan  generasi yang mulia. Islam mempunyai metode yang konkrit untuk menghasilkan generasi yang berkualitas baik dari segi keimanan, akhlak, mengembangkan potensi diri dan lain-lain.

Dalam sistem Islam, pendidikan wajib berbasis akidah Islam dan menjadi kurikulum inti di sekolah. Akidah Islam sabagai asas kehidupan yang mampu menghindarkan dari berbagai perilaku maksiat. Sehingga akan mendorong setiap individu untuk senantiasa dalam ketaatan.

Adapun tujuannya untuk membentuk peserta didik yang memiliki berkepribadian Islam bukan kriminal. Mengenai tolak ukur dari kepribadian Islam dilihat dari pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam.  Pendidikan juga akan dijadikan layanan gratis oleh negara yang akan bisa dirasakan oleh seluruh anak di setiap wilayah negara.

Selain itu, Islam memberikan perhatian secara kepada khusus kepada keluarga karena peran orang tua dalam pendidikan anak sangat besar. Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan pondasi awal dari peradaban yang menjadi kualitas pertama bagi anak-anak. Sehingga keluarga dituntut untuk melaksanakan aturan Islam didalam keluarganya yang menjadi bekal ketakwaan setiap individunya.

Islam mewajibkan ibu menjadi sekolah dan pendidik pertama bagi anak-anaknya dan seorang ayah diwajibkan menjadi pemimpin keluarganya. Kerjasama antara ibu dan ayah akan menghasilkan dampak yang besar bagi pendidikan anak-anak. Bimbingan yang diberikan berlandaskan syariat Islam akan mencetak anak-anak yang beriman dan bertakwa yang takut melakukan maksiat.

Disisi lain, Islam mempuyai sistem sanksi (uqubat) yang tegas sehingga keamanan anak-anak akan terjamin. Perbuatan kriminal yang dilakukan oleh anak sudah baligh dan dilakukan secara sadar akan diberikan sanksi yang tegas. 

Didalam Islam berdasarkan umur seperti usia dibawah 18 tahun bukan kategori anak-anak dan Islam hanya mengenal pembatasan usia berdasarkan baligh. Selama belum baligh maka dihukumi anak-anak sedangkan anak-anak sudah baligh maka dihukumi mukallaf.

Uqubat Islam akan menimbulakn efek zawajir (sebagai pencegah) dan efek jawabir (sebagai penebus dosa). Pelaksanan uqubat akan melenyapkan secara bersih pelaku kejahatan termasuk yang dilakukan oleh anak-anak. Namun, permasalahan ini hanya dapat diselesaikan apabila keluarga, masyarakat  dan negara menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: