Headlines
Loading...
Gaji Dosen Rendah, Kemuliaan Pendidik Diabaikan

Gaji Dosen Rendah, Kemuliaan Pendidik Diabaikan


Oleh. Ermawati

Sejumlah dosen mengungkapkan gaji mereka yang masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) di media sosial, disertai dengan tagar #JanganJadiDosen. Pengamat pendidikan menyebut gaji dosen rendah dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan di perguruan tinggi (bbc.com, 25/2/2024).

Hasil penelitian Serikat Pekerja Kampus atau SPK mengungkap, mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023. Termasuk dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun. Sekitar 76 persen responden atau dosen mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan karena rendahnya gaji dosen. Pekerjaan itu membuat tugas utama mereka sebagai dosen menjadi terhambat dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan  (bisnis.tempo.co, 2/5/2024).

Dosen merupakan profesi yang mulia, menyebarkan ilmu dan membangun karakter mahasiswa sebagai agen perubahan serta calon pemimpin masa depan negeri dan peradaban. Miris, saat ini profesi sebagai dosen dipandang sebelah mata, sebab rendahnya gaji dosen menggambarkan rendahnya perhatian dan penghargaan negara atas profesi yang mempengaruhi masa depan bangsa, sehingga gaji rendah di negeri ini bagi para pendidik menjadi isu yang tidak boleh di biarkan begitu saja. 

Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kesuksesan dalam pelaksanaan pendidikan memerlukan biaya yang tidak sedikit tentunya, guru mempunyai pengaruh yang besar bagi keberlangsungan dunia pendidikan, yang itu berpengaruh pada kemajuan suatu negara.

Gaji rendah tentu akan berdampak pada kehidupan pribadi para pendidik yang akan berefek serius setidaknya dalam mendidik para generasi bangsa, sebab pendidikan haruslah memiliki kualitas pengajaran yang baik, semakin lama kualitas dan kuantitas mendidik akan terkikis jika gaji tetap rendah sedangkan biaya kebutuhan semakin naik.  

Maka banyak dari para lulusan terbaik negeri ini, mereka lebih memilih tidak menjadi pendidik, sebab finansial yang didapat tidak sesuai, hal ini akan menyebabkan berkurangnya sumber daya manusia yang berkualitas di dunia pendidikan, tidak lain karena dosen sudah menanggung beban keuangan pribadi yang berdampak pada tidak fokus dalam memberikan pengajaran, yang akhirnya mencari pekerjaan tambahan selain jadi pengajar hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tentu ini akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas pendidikan.

Namun pemerintah tidak memberikan solusi tepat, tidak bertindak tegas dalam mengatasi gaji dosen yang rendah, pemerintah seharusnya perlu memberikan penghargaan pada profesi ini, agar pada generasi melirik menjadi pengajar, sebab masa depan suatu bangsa juga terletak pada pendidikannya dan kualitas para pendidik, sebab itu para pendidik harus mendapatkan gaji yang layak, agar mereka lebih mampu membentuk generasi muda menjadi generasi yang terbaik. 

Namun ini semua tidak terwujud sebab negara menganut sistem Kapitalisme yang telah menggerus penghargaan atas jasa besar para dosen, karena prinsip materi sebagai suatu hal yang berharga. Sistem pendidikan ala kapitalisme tidak akan melahirkan generasi perubahan pada arah lebih baik, justru akan merusak pendidikan itu sendiri terutama para generasinya.

Berbeda dengan Islam, Islam menghargai ilmu dan menjunjung tinggi para pengajar ilmu serta para pemilik ilmu, posisi strategis dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan yang mulia, sejarah Islam mencatat bagaimana pemuliaan Islam terhadap para dosen.  

Posisi pengajar dalam Islam sangatlah mulia, seperti di masa Daulah Abbasiyah, pemerintah sangat memeperhatikan kesejahteraan para guru, gaji guru sangat besar, bahkan sejak Umar bin Khattab saja pemerintah Islam memberi penghargaan pada aktifitas belajar, bagi para penghafal dan yang mempelajari AlQur’an akan diberi gaji rutin.

Namun gaji paling besar pada masa Daulah Abbasiyah, bayaran paling besar saat itu mencapai 50.000 dinar diluar gaji rutin, tempat tinggal, makanan dan hadiah, yang ini diberikan pada Ibnu As-Sikkit yang mengajar putra-putra Khalifah Al-Mutawakkil saat itu.  Pada masa Harun Al-Rasyid, upah 2.000 dinar bagi para penghafal Al-Qur’an, pendidik umum, dan penuntut ilmu, lain halnya dengan periwayat hadits dan ahli fiqih yang diberikan 4.000 dinar.  

Jika nominal dinar dikonservasi ke dalam mata uang rupiah saat ini bisa sangat besar, 1  dinar sama dengan 4,25 gram emas murni, 1 dinar sama dengan 2,975 gram perak murni, sehingga pendidik pada umum ny digaji 9,35 miliar per tahun dimasa Harun Ar-Rasyid dan 18,7 miliar untuk pengajar hadits dan fiqih, sehingga kesejahteraan guru dijamin maka tidak bisa dipungkiri disebut era keemasan umat Islam pada kala itu. 

Inilah hasil dari sistem pendidikan Islam, mulai dari pengajarnya sudah diperhatikan kesejahteraannya, bagi yang belajarpun diberikan perhatian dan hadiah-hadiah yang membuat para murid semangat belajar, semangat menuntu ilmu dan berkeinginan menjadi pendidik seperti guru-guru mereka.  Ini semua akan terealisai jika hukum Islam yang di anut oleh negara. Wallahualam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: