Headlines
Loading...
Krisis Pangan dan Kelaparan, Potret Fatal Kapitalisme

Krisis Pangan dan Kelaparan, Potret Fatal Kapitalisme

Oleh. Hana Salsabila A.R
 
Krisis pangan dan bahaya kelaparan tampaknya masih menjadi problematika serius bahkan di era kemajuan zaman saat ini. Food and Agriculture Organization 
(FAO) dalam Laporan Krisis Pangan Global terbaru menyebutkan jumlah penduduk dunia yang menghadapi kerawanan pangan akut melonjak menjadi sekitar 282 juta orang pada 2023 dan itu menunjukkan peningkatan sebanyak 24 juta orang sejak 2022. Dan paling banyak di antaranya adalah wanita dan anak-anak. (Antaranews.com, 24/04/2024)

Menurut penelitian, penyebab krisis ini antara lain disebabkan oleh konflik perang, dampak cuaca ekstrem dan juga krisis ekonomi. Selain itu, inflasi juga berpengaruh terhadap harga pasar pangan. Dan saat ini, jalur Gaza dan Sudan ialah yang paling rentan terdampak problem ini karena kawasan mereka memang merupakan kawasan rawan konflik perang. Selain jalur Gaza dan Sudan, krisis pangan di negara lainnya terutama negara berkembang juga masih terus meningkat. Afrika bahkan Indonesia tak luput dari krisis pangan.

Semua itu sebenarnya sudah lama menjadi titik perhatian, namun tak pernah menemukan jalan penyelesaian. Nyatanya, jumlahnya  justru makin meningkat dari tahun ke tahun. Krisis ekonomi yang menjadi salah satu sebab dari krisis pangan ini seolah menjadi masalah yang saling melengkapi. Inflasi terus membludak hingga harga pangan pun ikut bengkak. Bahkan, sekelas FAO saja mengatakan bahwa masih banyak kasus kelaparan akut di 59 negara atau wilayah, di mana 1 dari 5 orang di negara itu mengalami kelaparan akibat permasalahan pangan akut. Sementara itu, situasi dikatakan membaik di 17 negara lainnya, dengan jumlah orang yang menderita kerawanan pangan akut berkurang 7,2 juta orang pada periode yang sama. Tapi tetap tak bisa dimungkiri bahwa tingkat krisis pangan masih tinggi.

Krisis ekonomi, inflasi, hingga konflik peperangan seperti yang terjadi di jalur Gaza saat ini tak luput dari permainan kapitalisme. Di mana mereka memonopoli dan mempermainkan negara-negara berkembang di bawah kaki mereka. Tidak ada tindakan nyata untuk menyelesaikan semua permasalahan tersebut, karena yang mereka cari hanyalah keuntungan materi. Selagi permainan monopoli ekonomi mereka berjalan lancar, semua tak jadi masalah bagi mereka. 

Namun, Islam tidak begitu. Islam sungguh memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan umat. Kebutuhan pangan dan ekonomi merupakan hak wajib terjamin bagi setiap masyarakatnya. Karena dalam Islam tanggungjawab terhadap rakyat sangat berat kelak di akhirat. Tak ada konflik dan perang penjajahan seperti saat ini, karena pemerintah Islam pasti akan tanggap membantu. Tak ada lagi krisis ekonomi akibat inflasi, sebab mata uangnya bernilai dan berbentuk tetap dalam dinar dan dirham. Tak ada lagi krisis ekonomi, sebab negara sudah memberikan jaminan dari seluruh aspek, dari mulai pendidikan hingga pangan. Wallahu a'lam. [My]

Baca juga:

0 Comments: