Headlines
Loading...
Oleh. Rita Razis

Anak-anak merupakan mahluk yang belum sempurna akalnya. Tingkah yang menggemaskan membuat orang yang berada disekitarnya menjadi terhibur dan bahagia. Akan tetapi, perilaku anak-anak sekarang membuat prihatin dan mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Anak-anak sudah menjadi pelaku pembunuhan dan tindak kekerasan.

Seperti kasus pembunuhan dan tindak kekerasan seksual sodomi yang dialami anak laki-laki berinisial MA (6 tahun). Menurut Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo, MA dibunuh oleh tersangka berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku SMP. Sedangkan mayat korban ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi (sukabumiku.id, 2 Mei 2024).

Tidak hanya itu, kasus kriminalitas anak juga terjadi di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.  Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira mengatakan Polres Tebo sedang menyelidiki dan memeriksa tiga orang anak yang berhadapan dengan hukum dan akan meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka atas kematian Airul Harahap (13) (metrojambi.com, 4 Mei 2024).

Kriminalitas oleh Anak Terus Berulang

Sungguh miris, anak-anak yang seharusnya masih memiliki hati dan pemikiran yang bersih tetapi sekarang mereka sudah terkontaminasi. Anak-anak bermain dan bercanda dengan teman sebaya sekarang menjadi pemandangan yang langka. Sebab kebanyakan anak jaman sekarang hanya duduk manis dan memainkan gagednya masing-masing. Sehingga mereka lebih senang berselancar di dunia maya dari pada bermain dengan teman sebaya. Hanya dengan bermodal paket data atau wi-fi dan gaged mereka bisa mencari apa saja yang mereka mau. 

Mungkin, awalnya hanya sekedar melihat dan hiburan saja. Akan tetapi, tontonan itu sekarang berubah menjadi tuntunan mereka. Akibatnya rasa penasaran mereka dilampiasan kepada orang lain. Maka tidak mengherankan jika anak-anak tega menghabisi nyawa orang lain tanpa mengetahui dan memikirkan akibatnya. Tidak hanya satu atau dua anak pelaku kriminalitas tetapi sudah menjamur di tengah-tengah masyarakat.

Orang Tua yang Abai

Anggapan orang tua yang merasa aman dan nyaman ketika anaknya duduk dan bermain gaged, tanpa mengetahui dan memedulikan apa yang mereka lihat dan akses. Sehingga memberi kebebasan yang keblablasan kepada anaknya. Tentu hal ini akan berakibat buruk kepada anak itu sendiri dan lingkungan. Sebab karakter anak-anak belum memiliki akal yang belum sempurna, belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk serta rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba hal baru. Membuat mereka penasaran dan ingin meniru. Sedangkan peran dan perhatian orang tua tidak mereka dapatkan. Orang tua lebih mementingkan pekerjaan untuk mendapatkan uang dari pada mendampingi anaknya. Banyak orang tua memiliki presepsi jika memiliki uang banyak maka akan bisa membahagiakan anak. Kenyataannya jika orang tua abai maka akan merusak anak itu sendiri. Anak lebih membutuhkan perhatian dan pendampingan dari orang tua dari pada materi yang banyak.

Buah Sistem Sekuler Kapitalis

Inilah bukti output pendidikan sekuler kapitalis membuat anak bebas berekspresi tanpa ada batasan, baik dan buruk semua diterjang. Baik pendidikan di sekolah negeri, pondok, formal atau non formal tidak ada yang bisa memberi jaminan. Begitu pula sanksi yang diberikan negara kepada pelaku kriminal tidak memberikan rasa jera dan pembelajaran. Anak dibawah 18 tahun diberi keringanan, padahal tindak kriminalnya tidak wajar.

Selain itu, di dalam sistem ini,  membuat orang tua hanya memprioritaskan materi sedangkan peran dan kewajiban mereka kepada anak jadi terabaikan. Maka lengkap sudah kerusakan yang terjadi, tidak hanya orang tua yang kehilangan perannya tetapi juga para generasi muda yang rusak akhlaknya.

Kembali Pada Perannya 

Oleh sebab itu, untuk memperbaiki kerusakan haruslah sampai akar-akarnya atau pokok permasalahan. Di mana semua akan kembali kepada peran dan kewajibannya dengan menerapkan sistem Islam. Sistem yang memaksa orang untuk berbuat baik dan selalu dalam ketaatan. Dalam sistem Islam pendidikan tidak hanya ajang mencari prestasi dan nilai tertinggi. Akan tetapi, sistem pendidikan Islam berdasarkan akidah Islam. Sehingga output yang dihasilkan pun juga generasi yang cemerlang, bertakwa dan berkepribadian Islam, bukan kriminal. Sehingga meski masih usia anak-anak, mereka sudah paham batasan-batasan baik buruk, halal haram dan perintah atau larangan Allah Swt. Di dalam diri mereka sudah tertanam akan hubungannya dengan Allah Swt.

Begitu pula dengan peran orang tua dalam sistem Islam itu sudah jelas. Orang tua memiliki peran dan amanah yang sangat besar, sehingga orang tua akan berusaha menjadi dan memberikan yanh terbaik untuk anak-anaknya, tidak hanya materi saja. Terutama peran ibu, ibu adalah sekolah pertama dan pendidik pertama untuk anak-anaknya. Sehingga ibu akan mempersiapkan buah hatinya menjadi generasi yang bertakwa.

Selain itu, peran yang tidak kalah penting adalah dari negara. Sebab negaralah yang mampu menegakkan hukum syara untuk memberikan sanksi dengan adil. Sehingga hukum yang diterapkan dalam sistem Islam itu bersifat tegas dan jelas tidak ada tawar menawar ataupun melihat usia. Jika pelaku kriminal melakukan kriminalitasnya dengan keadaan sadar, maka akan mendapatkan sanksi sesuai hukum syara. Dengan demikian, sanksi yang berlaku akan membuat jera pelaku dan pembelajaran bagi masyarakat sehingga tidak ada akan terjadi lagi kriminalitas. Jadi, hanya dengan kembali pada sistem Islamlah semua kerusakan ini akan teratasi. Wallahualam bishawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: