Headlines
Loading...
Perubahan Itu Didukung Bukan Diledek

Perubahan Itu Didukung Bukan Diledek

Motivasi


Oleh. Rut Sri Wahyuningsih 

Menjadi kebiasaan buruk nan menyebalkan di masyarakat kita ketika ada seseorang yang hendak berproses lebih baik malah diledek, dijadikan guyonan. 

Beratnya menjalani proses perubahan itu memang datangnya dari keluarga dan teman terdekat. Jika mendukung maka terbaik, jika tidak pun bisa jadi terburuk.  Maka perlu dibangun kesadaran di antara kedua belah pihak untuk lebih baik saling mendukung. 

Karena secara fitrah tak selamanya yang buruk akan buruk hingga akhir zaman, bisa jadi akan berubah menjadi baik di tengah jalan bahkan di saat orang-orang menyangsikannya. Bukankah Allah yang Maha membolak-balik hati? Sehingga ada doa yang diajarkan Rasulullah saw. “Allahumma yaa muqallibal qulub tsabbits qalbi ‘ala diinika. Artinya: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agama-Mu.”

Lantas mengapa kita yang manusia tak sempurna memandang proses secara remeh temeh? Bisa jadi apa yang kini nampak buruk, lucu, menggelikan karena kita tahu perilaku seseorang itu setiap hari sebelumnya yang jauh dari kata “ saleh/salihah”  namun entah untuk waktu yang cepat atau lambat menjadi berkilaudan meninggalkan kaum pencela di belakang dengan terbelalak matanya. 

Karena istikamah di jalan perubahan tidak setiap orang bisa menjalaninya dengan mulus. Ada yang berdarah-darah, ada yang kuat, ada yang gampang goyah. Dan semua itu hanya butuh satu dukungan dari kita. Agar vibes positif yang kita miliki mengalir memberi tambahan kepercayaan diri bahwa berproses itu normal, tidak bisa langsung pintar atau sempurna. 

Dan saya yakin, mereka yang mengejek atau meledek, belum tentu juga bisa menjalani proses yang sama. Atau, mereka ketika merasa lebih baik dari yang sedang berproses, dahulunya juga pasti berada di posisi yang sama, bukan? Sungguh ajaib jika ada yang sekali take langsung action tanpa perlu mengulang. 

Langkah keberhasilan itu diawali dengan satu langkah, pohon yang tinggi menjulang bisa jadi berasal dari benih yang kecil. Pohon kurma, dari cerita yang saya dengar juga berasal dari biji yang ditanam dengan ditindih batu. Tujuannya ternyata supaya akar kuat dulu menghujam ke dalam sebelum membesarkan dahan, ranting, daun dan buah. Masyaallah, pantas saja Allah begitu menyukai proses.

Perangai meledek, memandang lebih rendah pada masa penjajahan seringkali diperlihatkan oleh bangsa Eropa itu, padahal sesama manusia. Mereka membuat jarak dan derajat hanya karena pangkat, warna kulit, harta dan seabrek ukuran manusia umumnya. Padahal, mereka datang sebagai pencuri kemudian berkembang menjadi penjajah. Merampas kekayaan bangsa lain, hingga tega menghabisi nyawa jika ditentang. 

Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).

Islam memang datang untuk mempersatukan perbedaan menurut pandangan manusia yang terbatas akalnya. Sebab ketakwaan memang bak mata uang yang berlaku di mana saja. Jadi, rugi bukan jika mengaku muslim tapi masih berakhlak penjajah kafir? Memang di surga punya orang dalam? he-he-he itu kata anak zaman sekarang. 

Yuk, belajar menjadi lebih baik. Menghargai usaha orang lain yang sedang berproses meskipun itu suatu hal yang sepele bagi kita. Di posisinya, bisa jadi kita pun sama payahnya untuk memulai satu kebaikan. Bukankah sesama muslim bersaudara? Mungkin lebih baik fokus saja pada kaum kafir yang selalu menistakan agama Islam yang mulia, dengan berjuang menegakkan junnah, agar kesulitan mereka bisa segera terbalaskan. [My]

Baca juga:

0 Comments: