Headlines
Loading...
Oleh. Rus Ummu Nahla (Aktivis Dakwah)

Ngeri! Kasus pornografi anak semakin marak dan mencengangkan. Berdasarkan data Nasional Center for Missing dan Exploited Children (NCMEC), ada sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia. Jumlah tersebut membuat Indonesia masuk pada peringkat keempat terbanyak secara internasional. Korban dari kasus pornografi ini berasal dari berbagai usia, termasuk anak-anak sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) bahkan anak usia dini (PAUD) dan anak-anak penyandang disabilitas (REPUBLIKA.CO.ID,  Jumat, 19/4/2024). 

Mirisnya lagi, menurut Menteri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dalam siaran langsungnya di salah satu stasiun televisi, menyatakan, “pelaku kasus pornografi anak seringkali melibatkan orang-orang terdekat seperti keluarga, tetangga, guru, dan teman.” 

Jelas, realitas ini sangat mengkhawatirkan sekaligus mencengangkan. Bagaimana bisa, anak-anak yang  masih termasuk berada dalam pengawasan serta perlindungan orang tua dan sebagai salah satu aset keluarga, tetapi justru kehidupan mereka terancam dan sering menjadi pasar, sasaran dan korban pornografi. 

Satgas EfektifKah?

Atas problem ini, pemerintah berusaha melakukan upaya untuk menangani yakni dengan membentuk Satuan Tugas ( Satgas). Melalui Menteri Hadi Tjahjanto yang merangkul banyak lembaga dan kementerian diantaranya, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi  (Kemendikbud ristek), Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum, dan HAM, Kementerian Sosial, Polri, Kejaksaan Agung, KPAI, LPSK,  dan Lembaga Analisis Transaksi Keuangan( PPATK). Nantinya satgas yang dibentuk ini akan saling berkoordinasi.

Namun, upaya ini kenyataannya, tidak dapat membendung arus deras pornografi. Hal ini bisa dilihat dari fakta dan data tersebut. Dari tahun ke tahun jumlah kasusnya bukan berkurang, malah makin bertambah. Pemerintah seperti tidak berdaya menghadapi kejahatan ini. 

Menelisik perilaku bejat ini, berawal dari corak masyarakat sekuler yang berasas manfaat. Dalam sudut pandang sekularisme-kapitalisme, pornografi dinilai menghasilkan banyak keuntungan. Kemajuan teknologi di era digital saat ini dimanfaatkan orang-orang bejat yang menjadikan hal ini sebagai penghasil cuan. Seolah menjadi industri yang berkembang pesat. 
Sebagai contoh, banyak ditemukan aplikasi berkonotasi seksual, meski dilabeli 18+, namun faktanya aplikasi ini diakses bukan hanya kalangan tertentu, melainkan juga anak-anak. Selain itu, banyak pula dijumpai predator seksual yang tidak cukup melakukan pelecehan saja, mereka sengaja merekam perilaku bejat tersebut, kemudian diunggah ke medsos. Ini artinya dalam sistem saat ini, industri pornografi  dipandang memiliki pangsa pasar yang cukup besar untuk meraup keuntungan, tanpa memperdulikan halal dan haram.

Menelisik Problem 

Tidak dimungkiri, Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut paham liberalisme yang menjunjung tinggi nilai kebebasan, gaya hidup serba boleh sudah menjadi budaya yang dianut sehingga perilaku, khususnya generasi muda semakin bebas tak terkendali. Bebas bertingkah laku, bergaul, beragama, tanpa ada batasan jelas. Sistem sekularisme yang diterapkan saat ini, menghasilkan manusia bejat, karena telah menihilkan peran agama, sehingga tak memandang  lagi baik dan buruknya perbuatan. 

Pergaulan bebas, tuntutan ekonomi, dan pengaruh media menjadi setali tiga uang. Pergaulan bebas yang menjerumuskan generasi kepada kemaksiatan lainnya seperti minuman keras, media yang masif menyuguhkan konten porno, serta kecanggihan teknologi yang kemudian memudahkan para generasi mengakses konten porno tersebut. Dari sinilah kasus pornografi bermula hingga berkembang.

Butuh Solusi Tepat

Tentunya, hal ini membutuhkan solusi tepat dan sahih (benar). Sehingga solusi tersebut dapat mampu menyolusi hingga ke akar-akarnya. Solusi sahih ini haruslah datang dari yang Maha benar yakni dari Sang Pencipta Allah Swt.

Untuk menyolusi hal tersebut, Islam memiliki beberapa mekanisme. Yakni, dengan cara mengatur tata sosial kemasyarakatan dan menerapkan sistem pergaulan. Tidak bolehnya khalwat dengan yang bukan mahram, larangan bercampur baur laki-laki dan perempuan bukan di tempat umum, kewajiban menutup aurat di ruang publik bagi muslim dan seterusnya. Islam juga akan mengatur media agar masyarakat terlindungi dari paparan konten porno dan konten yang merusak. Dalam Islam keberadaan media adalah sebagai sarana syiar dan dakwah. Pemerintahan Islam akan menegakan sistem sanksi, yakni berupa ta'zir (yang jenis hukumannya ditentukan oleh khalifah). Jika pelaku zina orang yang sudah menikah, hukumannya adalah rajam sampai mati. Sehingga hal ini dapat memberikan efek jera sekaligus membuat efek mencegah. 

Khatimah 

Terlalu banyak bukti kerusakan sekularisme yang sudah dirasakan. Sudah saatnya kita membuang sistem yang buruk dan merusak ini, dan menggantinya dengan sistem Islam yakni Khilafah yang akan mampu  menyelamatkan anak dan generasi dari paparan pornografi dan semua keburukan sistem yang berasaskan sekularisme.
Wallahualam bishawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: