Headlines
Loading...
Tercerabutnya Fitrah Anak dalam Sekularis Kapitalisme, Dimana Peranmu Wahai Negara?

Tercerabutnya Fitrah Anak dalam Sekularis Kapitalisme, Dimana Peranmu Wahai Negara?

Oleh. Kikin Fitriani (Aktivis Muslimah)

Kasus pencabulan anak dibawah umur oleh predator seks kian marak terjadi. Fenomena pelaku penyimpangan seksual pada anak kian tahun semakin meningkat diberbagai wilayah negeri ini. Kasus pelecehan yang semakin menjamur menandakan bahwa ada yang rusak dari mindset generasi dan masyarakat saat ini. Bahkan bisa dibilang yang terjadi adalah hilangnya rasa kemanusiaan dan nyawa manusia dipandang tidak berharga sama sekali.

Kasus pelecehan seksual sekaligus pembunuhan kembali terkuak, dimana korban bocah laki-laki murid Sekolah Dasar berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pencabulan oleh pelaku utama pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Perilaku bejat pencabulan disertai pembunuhan atas korban ternyata tidak hanya sekali dilakukan, korban yang sebelumnya dicekik berulang kali, memastikan sasarannya dalam keadaan tidak bernyawa untuk disodomi kembali dan mayat korban dibuang ke jurang perkebunan dekat rumah neneknya di wilayah kecamatan Kadudampit Sukabumi beberapa waktu lalu. 

Polisi pun kini menetapkan pelaku sebagai tersangka tunggal sekaligus berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). (Sukabumiku.id/Kamis, 02 Mei 2024)

Tercerabutnya Fitrah Anak dalam Sekularisme 

Saking maraknya kasus kekerasan seks pada anak menunjukkan bahwa hari ini tidak ada satupun tempat yang aman bagi anak. Kondisi saat ini tidak sedang baik-baik saja bagi anak dibawah umur dimanapun mereka berada.

Antara ngeri dan miris melihat seorang anak berani melakukan serangkaian perilaku keji, tanda tercerabutnya fitrah anak yang bersih, polos dan lugu. Fenomena gunung es yang siap meledak setiap waktu, artinya masih banyak kasus kekerasan namun hanya sedikit yang di-blow up di media, bahkan sebagian besar kasus serupa tenggelam tanpa ditindak lanjuti. 

Keluarga yang harusnya menjadi benteng bagi si anak dalam pembentukan karakter, tidak ditemukan dalam sistem sekularisme. Peran keluarga yakni orang tua tidak dapat berjalan optimal. Sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menghapus peran ibu, fitrahnya sebagai ummu wa rabbatul bait tidak dijalankan secara optimal. Narasi kesetaraan gender yang dihembuskan kaum feminis serta kemiskinan sistemik yang melanda keluarga kaum muslim menjadi ajang bagi kaum ibu untuk keluar rumah mencari nafkah. Posisi strategis sebagai ibu digantikannya oleh suami yang tidak bekerja karena dampak dari PHK masal.  Begitu saling tukar peran dalam rumah tangga, maka berbagai problematika keluarga mulai bermunculan seperti ketimpangan ekonomi yang menyebabkan ketidak harmonisan hubungan suami istri, tingginya angka perceraian karena sering cekcok keduanya, yang semua itu berpengaruh terhadap kepribadian dan tumbuh kembang si anak.

Sistem kapitalisme merupakan paham yang merusak tatanan kehidupan yang berdampak pada kemerosotan moral anak,  mereka menjadi lepas kendali, berperilaku menyimpang diluar batas. Paradigma sekuler yang tidak menjadikan Islam sebagai standar dan dasar dalam mendidik generasi,  menghasilkan penyebab terbesar kekerasan pada anak antara lain:

1. Budaya patriarki yang memberikan pandangan bahwa pihak perempuan dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengurus dan mengasuh anak. Sementara itu peran ayah hanya dimaknai sebagai pencari nafkah, menjadi alasan sibuk bekerja menjadi pembenaran bagi ayah hingga tidak banyak terlibat langsung dalam pola pengasuhan anak. Jeratan sekularisme telah mengikis keluarga muslim tentang pemahaman Islam yang utuh. Penelantaran pola asuh, rendahnya kontrol terhadap anak dan merosot moral  disebabkan ketiadaan figur ibu yang senantiasa mendampingi anak menjadi hilang. Ibu sebagai madrasah ula (sekolah pertama) bagi si anak tidak lagi dirasakan sentuhannya. Narasi kesetaraan gender yang dihembuskan oleh kaum feminis berhasil mengajak para ibu untuk aktif dalam ruang publik. Berbagai problem keluarga akhirnya bermunculan dari perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga hingga berakhir pada perceraian yang semua masalah itu terekam dalam benak dan berpengaruh dalam kepribadian anak. Alhasil anak tumbuh dengan sendirinya (dewasa sebelum waktunya) tanpa pengawasan dan kasih sayang.

2. Kurikukum pendidikan hari ini yang berorientasi materi serta kolaborasi penguatan moderasi beragama dari Kemenag dan Diknas Dikbud yang menjalin kemitraan semakin mengokohkan ajaran Islam moderat. Pendidikan agamapun tidak menanamkan konsep keimanan dan ketaatan pada Allah Ta'ala secara totalitas serta pemahaman  pertanggungjawaban nantinya di akhirat.

3. Sistem informasi liberal yang bebas nilai dengan muatan seperti film-film berbau maksiat, bergenre kekerasan bebas produksi tanpa ada ketegasan dari Negara. Konten, tayangan atau film yang berbau pornografi, hiburan yang tidak mengedukasi yang semuanya mudah diakses oleh anak-anak dibawah umur. Lemahnya sistem sanksi hukum ini membuat berbagai macam aksi kemaksiatan merajalela dan tidak bisa dipungkiri tontonan buruk menjadi tuntunan untuk anak yang belum utuh (benar) cara berpikirnya. 

4. Budaya masyarakat amar ma'ruf tidak terjalin dengan baik karena masyarakat sendiri jauh dari Islam. Malah Negara sendiri memfasilitasi berbagai kemaksiatan dengan membiarkan budaya ala Barat, gaya hedonis, permisifisme, liberalisasi pergaulan dan lainnya merasuki benak masyarakat.

5. Sistem Sekulerisme Kapitalisme menafikan peran negara dalam melindungi generasi. Perangkat hukum yang lemah tidak memberikan efek jera. Regulasi yang sudah ada seperti UU perlindungan anak, toh nyatanya tidak mampu mengurangi jumlah kekerasan seksual menurun bahkan terus meningkat. Negara lemah dalam menjamin dan memberikan perlindungan anak dari kekerasan. Malah Negara  menyengaja mengadopsi berbagai pemikiran sesat yang diaruskan global seperti HAM, kesetaraan gender dan moderasi beragama yang nyata-nyata merusak tatanan kehidupan bermasyarakat.

Cara Islam Melindungi Anak

Anak merupakan aset berharga dalam membangun sebuah peradaban. Dari merekalah kegemilangan peradaban bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Oleh karenanya Islam meletakkan prioritas penuh dalam mewujudkan generasi bertakwa, cerdas, berkualitas baik itu secara akademis, emosional dan spiritual.

Perlindungan dalam Islam mencakup fisik, psikis, intelektual, moral dan lainnya yang tentunya dikaitkan dengan pemenuhan semua hak-haknya, menjamin kebutuhan mendasar sandang dan pangan, menjaga nama baik dan marwahnya, kesehatan, dalam komunitas atau pertemanan yang baik, selalu menghindarkan dari kekerasan dan lainnya.

Islam berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak yakni dari keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Orang tua saling bersinergi dalam mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, menjaga serta melindungi mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Kedua, lingkungan dalam hal ini kontrol masyarakat sangat berperan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Dalam penerapan syariat Islam secara kaffah, masyarakat terbiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar kepada siapapun.

Ketiga, negara mempunyai andil dalam mewujudkan sistem pendidikan, sosial dan keamanan dalam melindungi dan menjaga generasi dari serangan pemahaman kufur. Fungsi Negara dengan memberikan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan kepada setiap jiwa anak. Negara tegas dalam memberikan sanksi Islam yakni efek jera bagi pelaku hingga tidak akan ada lagi kasus kekerasan atau kejahatan terulang kembali. Nasib anak menjadi kewajiban negara untuk menjaminnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

"Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Tiga pilar pelindung generasi yakni keluarga sakinah, masyarakat bertakwa dan negara sebagai pelindung anak akan secara optimal dalam menjalankan penerapan syariat Islam secara kaffah. Penerapan Islam secara totalitas ini hanya terwujud dalam Bingkai Khilafah Islamiah.

Wallahu a'lam bi-shawab.

Baca juga:

0 Comments: