Headlines
Loading...
Oleh. Eka Suryati 

Dalam sejarah peradaban manusia, tertulis kisah-kisah yang terkadang membuat kita merasa kagum. Bertanya-tanya benarkah kisah ini nyata. Mengapa kita bertanya seperti itu? Bukan, bukan karena ragu sehingga terbit tanya di hati. Namun karena kisahnya begitu luar biasa, indah terkisah, namun sulit diterapkan oleh kita yang masih lemah keimanannya. Ketegaran si pelaku kisah sungguh mempesona. Ingin memiliki keteguhan hati seperti itu, namun meragu karena sadar diri tak mampu.

Kisah siapakah yang akan dituturkan, sehingga rasanya tak terjangkau akal pikiran yang masih lemah ini. Dialah sang bunda kita, Siti Hajar yang mulia. Kisah seorang istri yang begitu taat kepada suami. Ketaatannya pada suami dikarenakan rasa keimanan kepada Allah. Allah menyuruh wanita salihah ini menaati suami, maka beliau yang mulia menaati suaminya dengan segenap cinta. Wanita hebat yang bertanggung jawab terhadap amanah yang diembankan kepadanya. Bunda Hajar memang sungguh contoh teladan bagi kita, karena kepasrahannya yang mampu berserah diri secara total kepada Allah.

Bunda, dalam kelemahan diri ini, izinkan aku kembali menuturkan kisahmu. Kisahmu begitu mempesona hatiku. Tapi aku tak mampu membayangkan, seandainya aku yang berada di sana, pada posisimu saat itu. Ah Bunda, jangan tanyakan sikapku, rasanya belum sanggup aku setotal itu, meyerahkan nasib di padang nan gersang, tanpa ada tanda-tanda kehidupan.

Bundaku sayang, hendak dimulai dari mana dalam menuturkan ceritamu. Mungkin kumulai dari kisah bunda Sarah dahulu, yang bertahun-tahun hidup bahagia bersama Nabi Ibrahim. Namun takdir berbicara, bunda Sarah belum juga diberi keturunan. Mereka dengan sabar berdoa kepada Allah. Karena tak henti-hentinya mendengarkan doa Nabi Ibrahim, Bunda Sarah yang berhati lembut menjadi terharu. Ia lalu menawarkan budaknya yang bernama Hajar (Bunda Hajar) untuk dinikahi, dengan harapan agar suaminya memperoleh keturunan. 

Tak terbayang rasanya hati ini, andai diriku berada di posisi bunda Sarah. Demi suami tercinta yang ingin memperoleh keturunan, maka ia merelakan suaminya menikah kembali. Bunda Sarah juga memiliki hati yang begitu mulia. Atas anjuran Bunda Sarah, akhirnya Nabi Ibrahim menikah dengan Hajar.

Allah mengabulkan doa mereka. Bunda Hajar mengandung dan melahirkan anak yang diberi nama Ismail. Hidup mereka bahagia. Namun Allah hendak memberikan mereka ujian melalui kecemburuan Bunda Sarah, yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Sesuai dengan wahyu yang didapatkan, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan anaknya tercinta di suatu lembah dekat Baitullah, yang kering dan tidak memiliki tanaman. Karena rasa taat mereka pada Allah sehingga ujian seberat ini sanggup mereka lakukan. Bunda Hajar benar-benar rela ditinggal sendirian karena sikap pasrahnya dan ketaatan totalitasnya pada Allah.

" Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."

Begitulah doa Nabi Ibrahim kepada Allah, seperti yang tercantum dalam surat Ibrahim ayat 37.

Ketika Nabi ibrahim hendak pergi, sebagai wanita yang lemah Siti Hajar bertanya kepada suaminya. "Hai Ibrahim, hendak kemana? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman apapun? Melihat Nabi Ibrahim yang tetap akan melangkah pergi, maka Siti Hajar kembali berkata. "Apakah Allah telah menyuruhmu berbuat demikian? Siti Hajar bertanya.

"Benar," jawab Ibrahim. "Jika demikian, maka Dia tidak akan menelantarkan kami," ujar Siti Hajar .

Dalam dialog antara Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar, benar- benar tergambar keimanan yang begitu tinggi dari pasangan ini. Karena merupakan perintah Allah, Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar menerima cobaan yang begitu berat. Keyakinan bunda, Allah tidak akan menelantarkan, walau hidup sunyi ditengah padang yang gersang.

Ah, andai aku yang berada di posisi Bunda Hajar, dengan keimanan yang masih lemah, belum sekuat Bunda Hajar, entah apa yang akan aku katakan. Sikap apa yang akan diriku ambil. Boleh jadi menangis, marah, meratapi nasib. Sungguh Bunda, betapa hebatnya dirimu dalam situasi saat itu. Tak ada ucapan amarah, tak ada sesalan. Bahkan masih penuh keyakinan bahwa Allah akan menjaga dirimu dan anakmu yang masih sangat kecil saat itu.

Kembali pada kisahmu Bunda, kutuliskan dengan penuh rasa takjub. Kagumku padamu semakin besar. Pada saat hendak menyusui Ismail kecil, air susu mengering, seiring dengan persediaan air minum yang juga habis. Dalam kisahmu, Ismail kecil berguling-guling kehausan. Naluri keibuanmu bangkit. Beranjaklah Bunda Hajar ke Bukit Shafa, tempat yang paling dekat dengan Bunda saat itu. Tak ada seorang pun, seperti harapan Bunda.

Bergegas turunlah Bunda dari Shafa. Bunda menyingsingkan kain, lalu berjalan tergesa melintasi lembah tersebut, hingga sampai ke Marwah.Tetap kesunyian yang Bunda dapati, sepi tak ada siapa-siapa. Bunda melakukannya sebanyak tujuh kali. Sampai akhirnya Bunda mendapatkan suara seperti mata air yang mengalir dibawah kaki Ismail, sang putra tercinta. Bunda Hajar, kau bergegas mendekati Ismail. Terlihat air yang deras dan jernih keluar dari tanah yang tandus, sungguh sebuah keajaiban dari Allah. Bunda mengambil air tersebut sambil berkata zam...zam...zam... yang berarti banyak, melimpah ruah. Air zam-zam saat ini menjadi air yang dibawa, menjadi oleh-oleh istimewa saat orang-orang pulang dari menunaikan ibadah haji. 

Baitullah yang terletak di kota Mekah, setiap tahunnya di saat bulan Dzulhijjah menjadi kota yang paling banyak dikunjungi manusia. Berkahnya membuat Mekah menjadi kota yang aman, makmur dan sejahtera. Bukit Shafa dan Marwah menjadi sejarah ritual sa'i. Allah menjelaskannya dalam firmanNya pada QS. Al-Baqarah Ayat 158

"Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui."

Begitulah, keyakinan Bunda Hajar sangat benar. Allah dengan caranya tak akan menyia-nyiakan hamba yang begitu yakin padaNya.

Adakah hal lain yang Bundaku alami, sebagai penguji cinta kepada Allah. Ternyata kisah Bunda masih berlanjut. Setelah kisah padang tandus nan gersang usai, ujian lain siap dikisahkan. Ismail kecil harus rela dikorbankan. Melalui mimpi, Nabi Ibrahim diminta menyembelih anaknya sendiri. Ketika Nabi menceritakan mimlpinya, terbayang raut wajah sedih Bunda, menerima kenyataan anaknya akan disembelih. Berat sekali Bunda ujian diri menerpa jiwa. Buah hati harus terpisah, bahkan terancam tak akan lagi berjumpa. Setelah keyakinan diri didapat, bahwa itu adalah perintah Allah, kemantapan jiwa kembali Bunda buktikan. Dengan hati yang rela Ismail kecil dibawa pergi untuk disembelih. 

Bunda, terbuat dari pada hatimu? Menerima semua cobaan dengan hati yang tabah. Sabarmu tak bertepi. Keyakinanmu sangat kokoh, tegar bagaikan batu karang yang tak  goyah oleh terpaan badai. Pertanda keimanan pada Allah sangatlah tinggi. Bunda begitu yakin, Allah akan memberikan kebaikan disetiap ujian yang menerpa jiwa. Akhirnya keyakinan Bunda terbukti. Ismail tak jadi disembelih, digantikan oleh seekor sembelihan yang besar. Seperti tertuang dalam ayat suci Al-Quran, QS. As-Saffat Ayat 107:
"Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."

Bunda, kisahmu yang fenomenal diabadikan dalam sejarah agama Islam. Ini sebagai bentuk apresiasi penghargaan Islam terhadap pentingnya kedudukan perempuan dalam kehidupan. Islam ingin mengisyaratkan bahwa seberapapun besarnya peradaban suatu bangsa, pasti di sisi lainnya terdapat peranan seorang perempuan dalam menopang kejayaan peradaban tersebut. Peran perempuan hebat yang berjalan diatas fitrahnya nan agung. [ry].

Kotabumi, 25 Mei 2024

Baca juga:

0 Comments: