Headlines
Loading...
Oleh.  Ida Yani

Hari Buruh Internasional berawal dari aksi demonstrasi para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Para buruh menuntut jam kerja 8 jam per hari, 6 hari seninggu, dan upah yang layak. Aksi ini kemudian diwarnai dengan kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itu, 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional di berbagai negara di seluruh dunia (tirto.id, 26/42024).

Hari Buruh Internasional tahun ini, Organisasi Buruh Internasional ( ILO ) mengacu pada dua isu utama yaitu: pengangguran global dan kesenjangan sosial. Dimana pengangguran global meningkat diperkirakan melebihi 200 juta orang yang menganggur pada 2024.

Sementara kesenjangan sosial makin melebar, ketimpangan makin parah si kaya makin kaya, si miskin makin terpuruk. 1 persen orang terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global.

Berkaca pada kedua hal itu  ILO akan  fokus untuk memperjuangkan keadilan sosial dan  pekerjaan yang layak untuk semua. Hal ini sejalan dengan prediksi  laman Geeks For Geeks dengan mengambil tema " Sosial Justice and Decent Work for All". Kemudian, mengatasi kesenjangan gender di tempat kerja. ILO mencatat terutama di negara berkembang kesenjangan masih marak terjadi.

Diharapkan tema yang diambil pada Hari Buruh Internasional dapat membangkitkan kesadaran masyarakat dan memacu para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah pasti untuk memecahkan masalah ketenaga kerjaan yang terjadi (tirto.id, Jumat, 26 April 2024) 

Buruh, sudah sejak lama melakukan unjuk rasa. Tema yang diperjuangkan pun tetap sama, upah yang tidak memadai, serta berbagai jenis kesejahteraan yang tidak mampu dirasakan. Belum lagi PHK, dan lapangan kerja yang makin sulit didapatkan. Masalah yang tidak pernah berakhir ini membuat nasib buruh makin terpuruk.

Dari tahun ke tahun sejarah telah mencatat, persoalan buruh di seluruh dunia tak akan pernah berakhir selama sistem ekonomi yang diterapkan tidak diganti. Sistem ekonomi yang diterapkan mengharuskan  perusahaan mendapatkan keuntungan yang sebesar- besarnya dan mengeluarkan biaya produksi yang sekecil - kecilnya. 

Buruh dianggap sebagai faktor produksi, haknya sebagai rakyat yang harusnya mendapatkan kesejahteraan dari negara tiba - tiba diabaikan begitu saja. Sedangkan Negara sebagai regulator hanya akan memposisikan diri sebagai penengah antara buruh dan perusahaan jika ada konflik terkait upah dan lainnya.

Negara tak akan pernah ikut campur tangan ketika hak sejahtera buruh tak terpenuhi. Buruh wajib mematuhi peraturan dari perusahaan, tapi banyak perusahaan yang tidak memberikan hak buruh, seperti THR, upah dibawah standar UMR, mudah memecat dengan persepsi masih banyak pengangguran lainnya nejadi pelamar baru dan sebagainya.

Dampaknya,  buruh bak makan buah Simalakama, beban kerja yang berat tidak sesuai dengan upah yang diterima. Jangankan untuk hidup sejahtera, bisa cukup pun harus pandai mencari tambahan di luar pekerjaan utama. Sedangkan kebutuhan hidup makin tinggi seiring melonjaknya harga apapun, mulai BBM hingga sabun cuci piring.

Jangankan berfikir untuk mencari tempat kerja yang lebih sejahtera, bisa bertahan tidak kena PHK saja bagaikan telur diujung tanduk. Sewaktu-waktu gelombang PHK siap menggulung. Nasib buruk buruh seperti lingkaran setan yang tidak pernah berakhir selama pemangku kebijakan masih takluk pada sistem ekonomi non Islami.

Jika ingin merubah kondisi dengan mewujudkan kesejahteraan buruh, haruslah merubah aturan yang menjadikan buruh sebagai korban sistem ekonomi yang tidak berpihak pada buruh. Dan itu hanya ada dalam sistem aturan yang berbasis hukum ciptaan Allah SWT, semua itu terdapat dalam paket penerapan Islam secara keseluruhan.

Islam memandang buruh tetaplah seorang rakyat yang berhak untuk diurusi oleh negara. Negara wajib menjamin tiap warga negara mendapatkan kesejahteraan termasuk para buruh. Rasulullah Saw bersabda: " Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang dipimpinnya." ( HR Bukhari) .

Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap individu secara keseluruhan. Membantu tiap individu dalam pemenuhan kebutuhan sekunder serta tersier disesuaikan kemampuan masing - masing. Tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat termasuk buruh dipikul negara bukan perusahaan. Negara memastikan bahwa tidak ada rakyat yang kekurangan, dengan mengontrol langsung dari kepengurusan tingkat RT.

Daulah memiliki dua mekanisme dalam mencukupi kebutuhan rakyat. Pertama, mekanisme langsung terkait penyediaan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis, maka rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk mendapatkannya.

Kedua, mekanisme tidak langsung berupa fasilitas lapangan kerja bagi rakyat laki - laki balig yang memiliki kewajiban mencari nafkah. Fasilitas tersebut bisa berupa kesempatan kerja menjadi buruh, membuka usaha sendiri, menjadi petani, dan lain-lain.

Daulah menjamin nasib buruh tanpa merugikan perusahaan agar tetap bisa berlangsung proses produksinya. Negara memastikan diantara buruh dan perusahaan ada akad jelas dan syar'i. Baik itu upah, jenis pekerjaan, jam kerja, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, dan seterusnya, sehingga kedua belah pihak merasa tidak dirugikan.

Kedua belah pihak harus sama-sama mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban dengan makruf. Jika terjadi perselisihan negara akan menjadi hakim yang memberikan keputusan secara adil sesuai hukum Syara'. Sedangkan upah, Islam membuat batasan keridhaan antara kedua belah pihak (antaradhin ).

Namun juga ada standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubara). Disesuaikan dengan manfaat yang diberikan pekerja, lama kerja, jenis pekerjaan, risikonya atau yang lainnya. Sehingga semua pihak merasa senang. Sama - sama mendapatkan manfaat yang baik, buruh juga mendapatkan perlakuan yang makruf.

Seperti itulah gambaran ketika pengaturan telah diganti dengan yang sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah Saw. dan berdasarkan  aturan yang berasal dari Allah Swt. Nasib buruk buruh tinggal masa lalu, yang ada kesejahteraan di mana - mana. Perusahaan tetap berjaya, buruh bahagia, daulah makin perkasa, dengan ketahanan ekonomi, serta segala kebutuhan yang serba melimpah. Allahu Akbar. [ *ry*].

Baca juga:

0 Comments: