Headlines
Loading...
Opini


Oleh. Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi) 

Bulan Dzulhijjah termasuk ke dalam salah satu bulan haram dalam Islam. Di dalamnya ada hari raya Idul Adha, haji, dan kurban yang disyariatkan kepada umat Islam. Selain untuk menyempurnakan keislaman, juga semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. 

Hari raya Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah inspiratif perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga, karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban. Hikmah yang penuh dengan nilai ketauhidan, ketakwaan, kesabaran, dan pengorbanan dalam menjalankan ketaatan mereka pada Allah Swt..

Ibadah haji juga menggambarkan napak tilas perjuangan Rasulullah saw. beserta para sahabat dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat Quraisy Mekah. Pemboikotan yang dilakukan kafir Quraisy kepada Rasulullah saw, Bani Hasyim, dan Bani Muththalib selama sekitar tiga tahun,  perjanjian tersebut ditulis dalam shahifah (lembaran) yang digantungkan di rongga Ka’bah.

Perjanjian dan sumpah yang dibuat Quraisy tersebut berisi : “Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali bila mereka menyerahkan Nabi Muhammad saw. untuk dibunuh.” 

Ketabahan dan kesabaran Rasulullah saw., para sahabat dan seluruh kerabatnya yang sangat luar biasa, menghantarkannya pada pertolongan Allah Swt. Ketika banyak simpati dari para pemuda Quraisy untuk menghentikan pemboikotan tersebut, diantaranya Al-Muth’im yang bergegas menuju shahifah untuk merobeknya. Ternyata dia menemukan rayap-rayap telah memakannya kecuali tulisan “Bismikallaah" (dengan nama-Mu ya Allah). 

Salah satu hikmah haji yang paling penting adalah persatuan umat berdasarkan prinsip al ukhuwah al islamiyah (persaudaraan Islam). Dalam ibadah haji, umat Islam dari berbagai negara dengan berbagai ras, warna kulit, suku bangsa bisa beribadah bersama-sama saat menunaikan ibadah haji. Bercampur baur tanpa mengenal batas perbedaan latar belakang tersebut. 

Semua memakai pakaian ihram yang sama tanpa jahitan, tentu saja tanpa atribut pangkat atau aksesoris yang mungkin menunjukkan kekayaan seseorang, tawaf dan sa'i di tempat yang sama tanpa ada kelas pembeda suku, wukuf pada tempat dan hari yang sama, menjalankan rukun dan syarat ibadah haji yang sama, beribadah pada Allah Swt. 

Membaca kalimat talbiyah yang sama dalam memenuhi panggilan-Nya, penegasan bahwa tidak ada sekutu selain Allah dan pujian, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik Allah Swt.

Pertanyaannya, kenapa umat Islam bisa bersatu bersama saat menunaikan ibadah haji namun kembali dipisahkan saat pulang ke negara masing-masing? Kembali ke negara masing-masing dalam belenggu nation states (negara bangsa) yang telah memecah belah umat Islam atas dasar nasionalisme.

Ke mana persatuan umat saat Palestina dijajah? umat Islam dibunuh, disiksa, rumah mereka dihancurkan, tanah mereka dirampas. 

Di mana persatuan umat Islam yang jumlahnya lebih dari satu miliar di seluruh dunia? 

Kenapa umat Islam tidak bersatu membebaskan saudara mereka yang ditindas oleh rezim Buddha radikal di Myanmar atau rezim Hindu fanatis di India? 

Kenapa umat Islam hanya diam saat rezim-razim pelindas yang menjadi boneka barat membunuh rakyatnya sendiri? 

Di mana persatuan umat saat Al-Qur'an dibakar, saat Rasulullah saw dan berbagai simbol Islam lainnya dihina dan dinistakan oleh musuh-musuh Islam?

Padahal kalaulah umat Islam bersatu dengan potensi kekayaan alam yang luar biasa, letak geopolitik yang strategis, potensi pasar yang sangat besar, potensi sumber daya alam (SDA), potensi sumber daya manusia (SDM) termasuk potensi militer muslim, maka semua penderitaan umat ini akan bisa dihentikan.

Jika semua negeri muslim bersatu menghentikan kerjasama dengan Zionis Yahudi dan negara kafir penjajah lainnya, tidak hanya  dengan melakukan boikot terhadap produk-produk mereka saja, tapi juga terhadap pemikiran-pemikiran kapitalisme sekularisme secara total. Pastilah mereka akan kalang kabut dan terlihat lemah. Dengan menutup jalur-jalur laut dan udara yang strategis bagi perdagangan, pastilah membuat musuh-musuh Allah Swt. berfikir ulang untuk menghina kaum muslimin dan Islam seenaknya.

Ibadah haji menunjukkan kepada kita, bahwa persatuan umat tidaklah cukup dilakukan saat melaksanakan ibadah ritual saja. Persatuan umat haruslah bersifat komprehensif dan menyeluruh, baik dalam ibadah ritual, ekonomi, politik, sosial, hingga negara. Persatuan umat ini haruslah didasarkan kepada ikatan akidah Islam yang kokoh. 

Akidah Islam tidak hanya dijadikan dasar dalam ibadah ritual, tapi harus menjadi dasar dalam segenap aspek kehidupan termasuk masalah ekonomi, politik, dan bernegara. Inilah pondasi kukuh yang menyatukan umat. Persatuan umat juga membutuhkan aturan yang satu, kita bersatu saat menunaikan ibadah haji atau salat berjamaah, karena kita menggunakan aturan yang satu, aturan yang bersumber dari Allah Swt. 

Demikian pula seharusnya untuk bersatu, saat kita berekonomi, berpolitik, bernegara, membutuhkan kepada hukum yang satu, yaitu Islam yang dipastikan kebenarannya, karena bersumber dari Al-Quran. Tidak ada keraguan di dalamnya dan pasti kebaikannya bagi umat manusia, karena syariat Islam diturunkan untuk menjadi rahmatan lil alamin, pahala pun tercurah atas pelaksanaannya.

Syariah Islam cukup bagi umat manusia. Umat Islam tidak perlu mencari aturan-aturan di luar Islam, sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah:3, terkait dengan kesempurnaan agama Islam dan rida Allah Swt. atasnya.

Ayat tersebut menggambarkan kesempurnaan Islam, turun tidak lama setelah Rasulullah saw. melaksanakan haji Wada. Dalam khutbah perpisahannya dalam hadis riwayat Ahmad, bahwa Rasulullah saw. menekankan tentang pentingnya persatuan umat Islam, tidak ada keutamaan bagi manusia, bangsa mana pun, kecuali karena ketakwaannya.

Persatuan umat juga menuntut kesatuan kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia. Mustahil umat Islam bersatu tanpa disatukan oleh akidah Islam dengan pengaturan yang sama berdasarkan syariat Islam yang sama. Hal ini mutlak membutuhkan negara yang satu, sistem Islam yang mempersatukan umat Islam di seluruh dunia, akan menghentikan penjajahan global dan menjadi mercusuar kebaikan bagi umat manusia. Negara inilah yang wajib diperjuangkan oleh umat Islam. Lalai dalam perjuangan ini berarti telah melalaikan satu kewajiban yang agung dan berakibat pada dosa besar. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: