Headlines
Loading...
Hilang Kewarasan, Kasih Ibu (Tak Lagi) Sepanjang Jalan

Hilang Kewarasan, Kasih Ibu (Tak Lagi) Sepanjang Jalan

Opini


Oleh. Nenik Yuningsih, S.Ag (Pegiat Literasi dan Pengemban Dakwah)

Ibu semestinya menjadi orang pertama yang khawatir akan keselamatan anaknya. Seorang ibu bahkan rela mengorbankan dirinya demi kebahagiaan anaknya. Kebanyakan anak pasti juga sangat setuju dengan pepatah “kasih sayang seorang ibu adalah mata air yang tak pernah kering bagi anak-anaknya”. Namun pepatah itu seakan tak begitu bermakna pada masa sekarang ini. Bagaimana tidak. Pada faktanya, banyak ibu kehilangan kewarasannya hanya demi mendapatkan sejumlah uang yang tak seberapa. Kasih ibu yang seharusnya sepanjang jalan kini hilang ditelan nafsu setan.

Seperti yang viral di media sosial belakangan ini. Kasus seorang ibu tega melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, dimana anak tersebut adalah darah dagingnya sendiri. 

Ibu muda berinisial R (22) di tangerang selatan, Banten, menjadi pelaku kasus pelecehan terhadap anak kandungnya sendiri, yang masih berusia lima tahun. Kasus inipun viral di media sosial berawal dari R yang nekat mencabuli dan merekam tindak asusilanya tersebut (Kompas.com, 8/6/2024).

Kasus serupa juga dilakukan seorang ibu di Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Polisi telah menangkap ibu muda berinisial Ak (26) dengan kasus pencabulan terhadap putra kandungnya yang masih berusia 10 Tahun (detikNews.com, 9/6/2024).

Dua ibu muda tersebut menjadi pelaku kasus pelecehan juga sekaligus menjadi korban penipuan media sosial. Kepada polisi, R dan AK mengaku nekat melakukan hal bejat itu karena terpedaya dengan iming-iming yang akan diberikan oleh satu akun facebook dengan nama Icha Shakila. Modus pelaku pada awalnya berjanji akan memberikan pekerjaan dengan gaji besar. Namun para korban terus diminta untuk melakukan apapun yang diperintahkan, termasuk membuat video pelecehan seksual terhadap anak kandung (liputan6.com, 9/6/2024).

Setelah melakukan pemeriksaan dan penyelidikan, Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indardi mengungkapkan bahwa kasus pencabulan anak kandung tersebut dilakukan oleh pelaku secara terpaksa dan karena motif ekonomi (Metrotempo.co, 8/6/2024).

Dua kasus di atas hanyalah sedikit fakta yang terindra di media massa. Bisa jadi banyak kasus yang serupa terjadi pada ibu-ibu muda di Indonesia. Kewarasan dan fitrah seorang ibu begitu mudahnya lenyap, berganti dengan sosok manusia menyeramkan bagi anak-anaknya. Kondisi  miris seperti ini membuat kita bertanya-tanya mengapa semua itu bisa terjadi? Apakah hanya karena tuntutan ekonomi jiwa seorang ibu menjadi liar tak kendali? 

*Kapitalisme Biang kerok Hilangnya Kewarasan*

Ibu adalah sosok mulia yang selalu kita sebut-sebut pengorbanannya. Fitrah seorang ibu yang sebenarnya adalah jiwa yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Namun sayang, keadaan saat ini justru memperlihatkan fakta yang mengerikan. Rusaknya fitrah seorang ibu saat ini, kian menyayat hati. Seorang ibu yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi seorang anak untuk mencari perlindungan, kini berubah menjadi sosok yang menyebabkan kehancuran masa depan.

Banyak faktor yang menjadi penyebab hilangnya fitrah dan kewarasan seorang ibu. Di antaranya karena lemahnya iman, tidak berfungsinya peran keluarga sebagaimana mestinya, lemahnya kontrol masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan yang seharusnya diberikan negara. 

Semua faktor tersebut tentunya tidak muncul begitu saja. Semua itu terjadi berkaitan dengan sistem aturan kehidupan yang diterapkan saat ini. Yakni sistem kapitalisme yang melahirkan cara pandang hidup sekularisme.

Sekularisme memandang bahwa kehidupan tidak boleh dicampur adukkan dengan agama. Aturan agama diambil bagai menu makanan dalam prasmanan. Silakan ambil yang ingin diambil. Dan tinggalkan apa yang tidak ingin diambil. Agama tidak dipakai sebagai aturan kehidupan. Sistem rusak ini menjadikan agama hanya sekadar ritual ibadah yang bersifat formalitas saja. 

Sistem kapitalisme adalah sistem yang rusak lagi merusakkan. Konsep yang dibawa sistem ini menjadikan manusia berpikir materialistik. Apapun dilakukan hanya demi materi, tanpa memandang lagi akibat yang akan ditimbulkan. Pada akhirnya, sistem yang rusak ini melahirkan individu yang cacat pemikirannya.

Dalam sistem yang cacat ini jiwa seorang ibu akan menjadi manusia yang hidup dengan kepasrahan. Hidup tanpa keimanan di dadanya. Ditambah lagi negara yang abai dengan hidup dan kehidupan rakyatnya. Semua hal itu menjadi beban yang bertambah-tambah bagi sosok seorang ibu. Bagaimana seorang ibu mampu menjadi pendidik genersi, jika hidupnya penuh dengan frustasi. 

Harga pangan yang kian mencekik, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, serta sulitnya lapangan pekerjaan, adalah beberapa produk yang dihasilkan dari sistem kapitalisme. Negara tidak memiliki jaminan untuk memenuhi setiap kebutuhan rakyatnya. Negara juga enggan memberikan solusi untuk setiap permasalahan yang terjadi. Akibatnya rakyat memilih mandiri untuk mencari jalan keluar. Hingga banyak yang gelap mata dan tak memperhatikan lagi halal atau haramnya.

Negara yang abai dengan kesejahteraan rakyat membuat sosok seorang ibu terpaksa membagi dan menambah peran dalam kehidupannya. Para ibu dipaksa menjadi tulang punggung demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Tekanan hidup yang teramat berat ditambah kurangnya bekal keimanan membuatnya terperosok dan jatuh ke jurang kesesatan. Semua ini terjadi akibat tidak diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan. 

*Islam Sebagai Solusi Hakiki, Menjadikan Peran Ibu Tetap Suci*

Sangatlah kerdil pemikiran seseorang bila memandang Islam hanya dari segi ritual ibadah saja. Nyatanya Islam adalah Ideologi yang mampu membawa masyarakat pada kehidupan yang tertata. Karena Islam memiliki aturan terbaik dalam kehidupan. Termasuk bagaimana Islam memandang peran ibu dalam kehidupan.

Islam memberikan kedudukan mulia pada para ibu. Peran ibu dalam Islam amatlah penting. Yakni sebagai _madrasatul ula_ (sekolah pertama) dan _rabbatul bait_ (pengatur rumah tangga). Dari rahim-rahim merekalah akan dilahirkan peradaban. Para ibulah yang akan mendidik generasi. Hingga di tangan merekalah masa depan dunia tergenggam. Rusak ya peran seorang ibu akan mengakibatkan rusaknya peradaban. 

Perempuan dalam Islam memiliki hak untuk mendapatkan nafkah yang baik. Di sinilah peran seorang ayah dibutuhkan. Apabila peran seorang ayah telah terjalankan dengan baik, maka tak akan ada lagi seorang ibu yang hilang kewarasan. Psikologis seorang ibu akan selalu terjaga  dalam Islam. Tak akan ada lagi istilah tulang rusuk yang terpaksa menjadi tulang punggung. Bila jiwa dan peran seorang ibu tak lagi terganggu, maka akan terciptalah suasana rumah yang kondusif dan penuh kieimanan.

Sistem Islam memilik formula-formula canggih yang bekerja secara efektif untuk menciptakan suasana kehidupan yang jauh dari kegelisahan. Serta mampu memberikan jaminan keamanan pada masyarakat. Kepribadian seorang ibu akan dibina menjadi sosok manusia yang bertakwa pada Sang Pencipta. Negara yang menjadikan Islam sebagai poros hidup akan mengutus para guru ataupun da’i untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam pada masyarakat. Dengan demikian peran seorang ibu akan berjalan sebagaimana mestinya.

Kita merindukan saat itu tiba, dimana hanya Islam yang menjadi sandaran bekerjanya negara meriayah rakyatnya. Bukan dengan kapitalisme tapi dengan syariat. _Wallahualam bissawab_. [ *ry*].

Baca juga:

0 Comments: