Headlines
Loading...
Kebijakan Tapera, Tambah Penderitaan Rakyat

Kebijakan Tapera, Tambah Penderitaan Rakyat

Opini


Oleh. Bunda Erma (Pemerhati Umat)

Penolakan terhadap kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terus menjadi perbincangan. Pasalnya, sebelumnya kepesertaan Tapera hanya menyasar pegawai negeri sipil (PNS), saat ini diperluas kepada pegawai swasta, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI/Polri, sampai pekerja mandiri (Antaranews.com, 10/6/2024).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera, pemerintah menetapkan iuran sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong yakni 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen oleh pekerja (Intelmediaupdate.com, 30/5/2024).
Sejumlah pekerja swasta dan pekerja mandiri atau informal menilai program Tapera akan menambah beban berat ekonomi mereka. Selama ini pendapatan mereka sangat pas-pasan, khususnya pekerja mandiri yang berpenghasilan tak tetap.

Harus diakui, bahwa kebijakan Tapera yang akan diberlakukan pemerintah ini akan menambah beban berat masyarakat. Pasalnya, sebelum adanya tabungan wajib ini, sejumlah iuran seperti BPJS, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, pajak dan potongan lainnya telah banyak memotong penghasilan masyarakat. 

Kebijakan pemerintah ini sekilas tampak menjadi solusi mengatasi persoalan hunian masyarakat negeri ini. Namun dibatasinya peserta Tapera menunjukkan bahwa iuran wajib ini hanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat tertentu. Selain itu, waktu pencairan dana sangat panjang, hal ini tentu menjadikan peserta sulit memanfaatkan rumah yang merupakan salah satu kebutuhan pokok mereka. Tapera menjadi bukti negara tidak memiliki politik penyediaan rumah bagi rakyat, dan juga bukti kebijakan zalim karena semakin menambah beban rakyat.

Kehidupan dalam sistem kapitalisme memang cukup sulit. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, rakyat kesulitan. Rakyat harus memutar otak untuk mendapatkan penghasilan yang cukup, ditambah lagi harga kebutuhan pokok semakin mahal, pendidikan maupun kesehatan semakin tak terjangkau. 
Negara sendiri abai kepada peran utamanya sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana kebijakan Tapera ini, sungguh negara menunjukkan jati dirinya hanya sebagai pihak fasilitator dan regulator, tanpa memedulikan apakah rakyat mampu mengakses rumah. 

Sementara itu, proyek pembangunan KPR negara selalu diserahkan kepada pihak swasta yang tentu akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para pengembang. Karena itu diduga kuat kebijakan Tapera yang dipaksakan ini merupakan regulasi yang berpihak pada korporasi. Karena dana yang terkumpul pada akhirnya akan dinikmati para korporasi. Jelaslah bahwa Tapera juga bukan solusi untuk kepemilikan rumah, namun menjadi jalan menguntungkan pihak tertentu. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme, terbukti bahwa negara adalah pelayan korporasi, bukan pelayan rakyatnya. 

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam negara Islam yakni Khil4f4h, yang akan menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Dalam Islam, pemimpin diposisikan sebagai pengurus dan pelayan rakyatnya. Tugasnya adalah mengurus seluruh urusan rakyat, bukan mencari keuntungan dari rakyat. Khil4f4h menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara Islam secara menyeluruh, mulai sandang, pangan, dan papan dengan mekanisme yang telah ditetapkan syariat.

Sebagai sebuah sistem yang sempurna, Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut. Rumah yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat, maka semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan negara tanpa kompensasi berupa iuran wajib. Untuk memampukan rakyat memiliki rumah, Khil4f4h memastikan terbukanya lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Karena itu, jika ada rakyat miskin yang sulit membeli rumah, maka Khil4f4h akan hadir sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok ini.

Dalam menjalankan tanggung jawabnya ini, Kh4l1f4h tidak dibenarkan berperan sebagai regulator. Juga tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawab ini kepada pihak swasta atau korporasi. Untuk pembiayaan pembangunan peruamahan rakyat miskin, diambil dari baitulmal yang bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran baitulmal sepenuhnya dikelola berdasarkan ketentuan syariat. Artinya, pemerintah tidak dibenarkan menggunakan konsep anggaran berbasis kinerja apapun alasannya, apalagi menjadikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan dikomersilkan, jelas tidak boleh.

Khil4f4h tidak boleh menyerahkan dana pembangunan rumah rakyat kepada operator properti, sehingga dengan leluasa bisa mencari keuntungan dengan mengomersilkan hunian yang dibangun dari dana tersebut. Khil4f4h juga bisa saja membangunkan rumah untuk rakyat miskin di lahan-lahan milik negara. Khil4f4h juga boleh memberikan tanah miliknya kepada rakyat miskin tanpa kompensasi apapun untuk dibangun rumah selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslim. Demikianlah jaminan terpenuhinya perumahan bagi rakyat, hanya akan terwujud dalam Khil4f4h Islam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: