Headlines
Loading...
Kekuasaan atau Kesejahteraan Rakyat di Balik Tambang untuk Ormas?

Kekuasaan atau Kesejahteraan Rakyat di Balik Tambang untuk Ormas?

Surat Pembaca

Oleh. Khamsiyatil Fajriyah

Keputusan pemerintah bagi-bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas, menuai polemik di kalangan pemerhati kebijakan pemerintah. Para ekonom menyebutnya sebagai kebijakan yang tidak sesuai konstitusi. Karena amanat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, kekayaan alam bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara itu ormas bukan cerminan dari seluruh rakyat Indonesia. Ferdy Hasiman, peneliti dari Lembaga Alfa Research mengungkap, pengelolaan tambang oleh ormas tak ada imbas untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Yang tampak di depan mata adalah kerusakan alam yang semakin ugal-ugalan dalam pengelolaan tambang dan tata kelola tambang yang semakin kacau (Kompas TV, 4/6/2024).

Benar bila banyak pihak menilai bahwa keputusan pemerintah memberikan izin pengelolaan tambang kepada ormas sarat dengan nuansa politik. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Melky Nahar, secara terang-terangan menyatakan ada nuansa politik dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2024 ini (inilah.com, 4/6/2024). Pemerintah ingin "mengamankan" jagoannya untuk menang di pilkada serentak bulan November mendatang.

Meskipun dikritik banyak pihak, pemerintah tetap dengan keputusannya. Ormas yang menjadi prioritas hibah pengelolaan tambang, menerimanya dengan tangan terbuka. Mereka juga menyatakan memiliki SDM yang mumpuni untuk mengelola tambang. Kita sebagai rakyat, bisa apa?

Begitulah demokrasi, meskipun undang-undang dasar dan undang-undang yang lain telah mengatur tentang pengelolaan tambang, tetap saja bisa diciptakan undang-undang baru untuk mendukung keinginannya. Bukan atas nama rakyat, tetapi atas nama kekuasaan dan kepentingannya. Rakyat dalam sistem demokrasi hanya dijadikan alat untuk legitimasi kekuasaan mereka dari pemilu ke pemilu selanjutnya. Dari pilkada ke pilkada selanjutnya.

Berkebalikan dengan Islam yang sangat tegas dalam pengelolaan tambang. Berdasarkan apa yang disampaikan dan dicontohkan oleh Rasulullah tentang barang tambang. Diriwayatkan dalam hadis Abu Dawud dan Tirmizi, Rasulullah menarik kembali barang pemberian beliau kepada Abyadh bin Hammal yang berupa  tambang garam. Beliau menarik kembali karena gambaran seorang sahabat bahwa tambang garam yang diberikan kondisinya seperti air yang mengalir, melimpah ruah. Tambang yang hasilnya melimpah ruah diharamkan dimiliki oleh individu atau sekelompok orang. 

Tambang dengan hasil melimpah adalah hak bagi seluruh umat Islam yang pengelolaannya diwakili oleh negara. Konsep ini tidak akan pernah diadopsi oleh sistem demokrasi. Konsep yang penuh keadilan dan menyejahterahkan seluruh rakyat, hanya bisa ditegakkan dalam sistem politik yang sahih, yang diridai oleh Allah, Khil4fah 'ala minhajin Nubuwwah. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

2 komentar