Headlines
Loading...
Kisah Nabi Ismail, Teladan Anak yang Saleh

Kisah Nabi Ismail, Teladan Anak yang Saleh

Hikmah



Oleh. Eka Suryati 

Kisah seorang anak yang saleh. Kesalehannya sungguh sangat terpuji. Bukan hanya manusia yang memberikan pujian itu. Allah pun berkenan mengabadikan kisahnya, pada kitab suci yang penuh hikmah, Al-Qur'an pedoman hidup kita.

Nabi Ismail adalah salah satu teladan umat, kisahnya begitu berkesan. Dalam peradaban sejarah Islam, riwayatnya menjadi contoh yang luar biasa. Tentang kesalehan dan ketaatan kepada Allah, serta kepatuhan dan penghormatan terhadap orang tua. Kisah hidupnya akan selalu dikenang. Banyak pelajaran berharga yang dapat diambil, menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
 
Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim yang dilahirkan dari Siti Hajar. Sejak kecil, Ismail telah menunjukkan sifat-sifat mulia yang menjadi cerminan kepribadian seorang anak yang saleh. Ketika masih sangat muda, ia sudah menunjukkan ketaatan yang luar biasa kepada Allah dan kepatuhan yang tak tergoyahkan kepada ayahnya. Sifat-sifat ini tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil dari pendidikan yang penuh kasih dan teladan dari orang tuanya, terutama dari ayahnya, Nabi Ibrahim, yang juga merupakan nabi Allah yang terkenal dengan kesalehannya. Memang kesalehan Nabi Ismail amatlah menurun dari ayah dan bundanya. 

Sikap Ismail Saat Perintah Menyembelihnya Turun

Salah satu peristiwa paling berkesan dalam kisah Nabi Ismail adalah ketika Allah memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih dirinya. Perintah ini datang melalui mimpi-mimpi yang diterima oleh Nabi Ibrahim. Walaupun perintah tersebut begitu berat, baik bagi seorang ayah maupun bagi seorang anak. Hal yang sangat bisa dijadikan contoh adalah, kedua hamba Allah ini menunjukkan sikap yang patut dijadikan teladan. Karena mereka menuruti perintah Allah dengan keyakinan yang ada pada diri.

Ketika Nabi Ibrahim menyampaikan mimpi tersebut kepada Ismail, reaksi Ismail sangat mengejutkan. Tidak ada kata untuk menolak, Ismail dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mengatakan, 

“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102). 

Sungguh sangat mengagumkan. Ungkapan ini menunjukkan betapa besar keimanan dan ketakwaan Ismail kepada Allah dan juga rasa hormat dan patuhnya kepada ayahnya. Sikap yang diambil Ismail sebagai bukti sikap pasrah yang sangat dalam kepada Allah.

Ismail kala itu,  tidak hanya menerima perintah dengan ikhlas, tetapi juga menyemangati ayahnya untuk melaksanakan perintah yang datangnya dari Allah tersebut. Kepasrahan ini bukanlah tanda kelemahan diri, melainkan tanda kekuatan iman yang luar biasa. Ismail memahami bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti mengandung hikmah dan kebaikan, meskipun secara lahiriah terlihat sangat berat dan sulit diterima. Apalagi bagi kita yang masih lemah imannya ini. 

Kisah Pengorbanan dan Kepasrahan

Dalam kisah Ismail, terlihat jelas betapa mesra dan harmonisnya hubungan antara Nabi Ibrahim dengan dirinya. Dialog antara keduanya penuh dengan kasih sayang dan saling pengertian. Nabi Ibrahim, meskipun merasa sangat berat untuk melaksanakan perintah tersebut, tetap menyampaikannya dengan penuh kelembutan kepada anaknya. Sementara itu, Ismail menanggapinya dengan tenang dan penuh rasa hormat.

Hubungan seperti ini adalah cerminan dari komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, di mana setiap masalah disampaikan dengan jujur dan dibahas bersama. Hal ini memberi pelajaran kepada kita betapa pentingnya memiliki hubungan yang harmonis dalam keluarga, yang dibangun di atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Cinta Allah yang mendasari segalanya.

Cerita Nabi Ismail adalah cerita cinta seorang hamba dengan Tuhannya, yang mengajarkan bahwa pengorbanan dan kepasrahan adalah inti dari ibadah kepada Allah. Pada saat seseorang siap untuk mengorbankan sesuatu yang sangat berharga demi ketaatan kepada Allah, maka Allah pasti akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik. Hal ini terbukti dalam kisah Nabi Ismail, di mana setelah keduanya menunjukkan kesediaan untuk melaksanakan perintah Allah, Allah menggantikan Ismail dengan sembelihan yang besar untuk disembelih. Kisah Ismail membuktikan, bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya menderita tanpa alasan yang jelas. Semua mengandung hikmah yang besar di baliknya.

Pelajaran bagi Anak-Anak Zaman Sekarang

Anak-anak zaman sekarang, harus sering membaca dan merenungkan, kisah Nabi Ismail memberikan banyak pelajaran bagi mereka. Dalam era modern yang serba materialistik dan individualistik, sering kali nilai-nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah menjadi berkurang bahkan hilang. Rasa penghormatan kepada orang tua mulai terkikis. Kisah Ismail mengajarkan pentingnya memiliki iman yang kuat dan ketaatan kepada Allah, serta pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua.

Anak-anak kita, yang hidup di zaman sekarang, perlu belajar bahwa ketaatan kepada Allah adalah prioritas utama dalam hidup. Hal ini dapat diwujudkan dengan menjalankan perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan begitu maka akan selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari. Mereka harus memahami, menghormati dan mematuhi orang tua adalah bagian dari ketaatan kepada Allah. Orang tua adalah sosok yang harus dihormati dan dihargai, karena merekalah yang telah memberikan kasih sayang dan pendidikan kepada kita sejak kecil.

Dari kisah Nabi Ismail, kita dapat memetik banyak motivasi untuk menjadi anak yang saleh. Kita harus selalu bersikap ikhlas dan sabar dalam menghadapi setiap cobaan hidup. Cobaan adalah bagian dari ujian Allah untuk menguji keimanan kita. Dengan bersikap sabar serta ikhlas, kita akan dapat melaluinya dengan baik. Kita juga harus selalu patuh kepada Allah dengan mengikuti perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan kepada Allah adalah kunci kebahagiaan sejati. Sebagai pribadi yang baik, kita harus selalu menghormati dan mematuhi orang tua. Mereka adalah perantara kita dalam memperoleh rida Allah.

Kisah Nabi Ismail juga mengajarkan kita untuk selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup. Setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, pasti mengandung hikmah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran. Oleh karena itu, kita harus selalu bersikap positif dan berusaha untuk melihat sisi baik dari setiap kejadian. Terkadang kita tidak menyukai suatu keadaan, padahal ia sangat baik untuk kita di hari kemudian.

Kisah Nabi Ismail adalah contoh yang sangat berharga bagi kita semua. Kesalehan, ketaatan, kepasrahan yang ditunjukkan oleh Ismail kepada Allah memang sangatlah berkesan. Sikapnya menunjukkan rasa hormat kepada ayahnya adalah sifat-sifat yang terpuji, bisa dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan meneladani sifat-sifat mulia ini, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik, lebih saleh, dan lebih dekat kepada Allah. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kisah Nabi Ismail dan menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

Kotabumi, 6 Juni 2024

Baca juga:

0 Comments: