Headlines
Loading...
Naiknya UKT, Bukti Nyata Kapitalisasi pada Sektor Pendidikan

Naiknya UKT, Bukti Nyata Kapitalisasi pada Sektor Pendidikan

Oleh. Rina Herlina 

Masyarakat kembali harus mengurut dada atas kebijakan baru terkait uang kuliah tunggal (UKT). Penguasa sepertinya belum puas memeras rakyat. Mengharapkan biaya pendidikan gratis di negeri ini, adalah harapan yang teramat sulit untuk jadi nyata. Berharap penguasa berpihak pada rakyat kecil, seumpama pungguk merindukan bulan.

Sebagaimana dilansir dari cnbcindonesia.com,18/05/2024, bahwa kabar terkait kenaikan UKT membuat masyarakat kian meringis. Bahkan kenaikan tersebut menuai aksi protes dari para mahasiswa. Pihak rektorat dan pemerintah diharapkan meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih pro rakyat.

Di tengah kebutuhan bahan pokok yang melambung tinggi, kini beban masyarakat bertambah dengan adanya kenaikan UKT. Jika biaya pendidikan semakin mahal, hal ini tentu akan semakin menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya terkait pendidikan. Setiap orang tua tentu berharap masa depan anaknya jauh lebih baik ketimbang dirinya, salah satunya yaitu dengan menempuh pendidikan sampai ke jenjang kuliah. Namun apa mau dikata, segala sektor di negeri ini sudah lumrah dikapitalisasi termasuk sektor pendidikan.

Perlu kita ketahui, yang dimaksud dengan pendidikan dikapitalisasi adalah di mana pendidikan hanya dilihat sebagai peluang investasi ekonomi. Tentu saja hal tersebut ada konsekuensinya, salah satunya yaitu terkait kenaikan biaya pendidikan.  Bayangkan saja, jika sebuah lembaga pendidikan memposisikan dirinya sebagai bisnis yang mencari keuntungan finansial semata, maka dapat dipastikan biaya kuliah semakin mahal. Pendaftaran yang membengkak tentu akan memberatkan calon mahasiswa.

Dengan semakin banyaknya orang yang menganggap bahwa pendidikan adalah tiket menuju sukses dan stabilitas finansial, maka semakin besar permintaan terhadap pendidikan tinggi. Ini menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menaikkan biaya, karena mereka tahu bahwa orang-orang akan tetap mencari cara untuk mendapatkan pendidikan yang dianggap penting untuk masa depan mereka.

Peringkat dan reputasi sebuah lembaga pendidikan juga kerap menjadi faktor tinggi nya biaya pendidikan. Adanya lembaga yang berlomba-lomba mendapatkan peringkat tinggi bisa jadi menginvestasikan dana yang lebih guna meningkatkan fasilitas dan pengalaman belajar. Namun, biaya-biaya tersebut seringkali diterjemahkan menjadi biaya kuliah yang lebih tinggi bagi para mahasiswa.

Lebih lanjut, konsekuensi dari kenaikan biaya pendidikan ini tidak bisa diabaikan. Masyarakat yang kurang mampu secara finansial kemungkinan besar akan terhambat dalam melanjutkan pendidikan. Hal itu akan mengakibatkan kesenjangan terkait hak belajar yang lebih besar di tengah masyarakat karena pendidikan menjadi sulit dijangkau.

Untuk menyikapi dan menghadapi persoalan ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga agar akses terhadap pendidikan yang terjangkau tetap ada. Salah satu upayanya dengan memberikan beasiswa kepada siswa yang membutuhkan, mendukung pendanaan publik yang cukup bagi lembaga pendidikan, dan mengajarkan nilai bahwa pendidikan adalah hak asasi yang harus diakses oleh semua orang tanpa terkecuali.

Pendidikan dalam Islam

Islam mempunyai konsep jitu dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam Islam, pendidikan dipandang sebagai  kebutuhan rakyat yang mendasar. Hal itu merupakan kewajiban negara untuk memenuhi tanggung jawabnya menyelenggarakan pendidikan sesuai tuntunan syariat.

Dikarenakan pendidikan merupakan kebutuhan dasar, maka negara wajib menjamin setiap rakyat mendapatkannya. Konsep pendidikan dalam Islam harus merata dan tidak mahal sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk menempuh perguruan tinggi (PT).

Islam juga mempunyai konsep keuangan yang menjadi andalan untuk mendapatkan pemasukan yang besar. Baitul Mal akan berfungsi sebagai penyelenggara keuangan yang akan mengatur pemasukan dan pengeluaran, termasuk biaya pendidikan. Kas Baitul Mal diperoleh dari pembayaran jizyah, kharaj, fai, ghanimah, pengelolaan SDA, dan lainnya. Dengan adanya sumber pemasukan yang jelas untuk negara, maka negara tidak perlu lagi menarik biaya pendidikan dari rakyat.

Seandainya Baitul Mal tidak mampu mencukupi biaya pendidikan, negara akan mendorong umat untuk berlomba-lomba dalam menginfakkan hartanya. Jika hal tersebut belum juga mencukupi, kewajiban pembiayaan untuk pendidikan akan beralih kepada seluruh kaum muslim (yang mampu). Sedangkan terkait dengan korporasi, Islam melarang keras negara mengalihkan tanggung jawab pembiayaan pada mereka.

Dengan demikian, sejatinya hanya Islamlah yang dapat memberikan pelayanan terbaik di setiap sektor, tak terkecuali sektor pendidikan. Agar kegiatan dapat berjalan baik dan lancar, Islam akan mengoptimalkan pembiayaan oleh negara terlebih dahulu, sedangkan perguruan tinggi bisa berkonsentrasi pada tugas utamanya menyelenggarakan pendidikan tanpa dihantui rasa was-was dan kekhawatiran soal dana operasional. 

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: