Headlines
Loading...
Pelecehan Anak Semakin Menjadi, Bukti Rusaknya Sistem Hari Ini

Pelecehan Anak Semakin Menjadi, Bukti Rusaknya Sistem Hari Ini

Opini


Oleh. Aya (Nakes & Pemerhati Generasi)

Anak-anak adalah buah hati dari orang tuanya serta permata bagi keluarga. Orang tua mempunyai kewajiban mendidik, menyayangi, dan melindungi anak mereka. Namun miris, kenyataan yang ada justru sebaliknya. Kasus yang lagi viral, seorang ibu yang notabene orang terdekatnya tega melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya. Apakah ini normal?.

Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengumumkan pada tahun 2024, bahwasanya kasus kekerasan terhadap anak banyak terjadi di lingkungan rumah. Salah satu penyebab meningkatnya kekerasan terhadap anak dapat dilihat pada data Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) tahun 2024. Data Simfoni PPA, mengungkapkan kekerasan terhadap anak yang terjadi di rumah sebanyak 2.132 kasus, fasilitas umum 484 kasus dan sekolah 463 kasus. Kemudian pelaku terbanyak merupakan teman atau pacar yakni 809 pelaku, 702 orang tua, keluarga/saudara 285 orang, hingga guru 182 pelaku. (Media Indonesia, 22 April 2024).

Informasi ini tentu makin menyedihkan. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat ternyaman dan aman bagi anak, malah menjadi bibit lahirnya predator anak yang siap menerkam mereka. Parahnya, hukuman yang diberikan negara terkesan ringan, sehingga sulit diharapkan menyelesaikan persoalan pelecehan seksual.

Hilang Akal Sehat

Kasus seorang ibu yang tega melakukan pelecehan seksual kepada anaknya bisa dikatakan telah hilang akal sehatnya. Pasalnya, perbuatannya mirip hewan yang sedang kawin dengan anak-anaknya. Melihat jumlah kasusnya yang makin banyak, menunjukkan persoalan ini adalah problem serius yang penyebabnya bukan sekedar masalah individunya saja yang bermasalah. 
Diakui atau tidak, kerusakan serius ini juga dipengaruhi oleh sistem kapitalisme sekular yang diterapkan hari ini. Pasalnya, tidak sedikit pemicu perbuatan hewan ini karena dorongan materi, baik uang ataupun kesenangan semata, sehingga membuat manusia hari ini gelap mata meskipun anak sendiri yang menjadi korbannya. 

Di sisi lain, negara tidak memiliki regulasi yang mampu menghilangkan kasus pelecehan seksual dan sejenisnya meskipun negara sudah memiliki sejumlah payung hukum, Seperti UU Perlindungan Anak, UU Pornografi dan Pornoaksi, dan UU lainnya, Namun faktanya bukannya makin berkurang, kejahatan-kejahatan tersebut malah semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa undang-undang yang ada tidak mampu menyelesaikan masalah pelecehan seksual.

Preventif dan Kuratif yang Efektif

Islam sebagai risalah sempurna memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan persoalan apapun, termasuk pelecehan seksual. Dalam Islam, ada tiga pihak yang bertanggung jawab menjaga dan melindungi generasi. 
Pertama, peran keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan landasan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.

Kedua, peran masyarakat sebagai kontrol. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang layak bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi. Masyarakat adalah pengontrol perilaku dari kejahatan dan kemaksiatan. 

Ketiga, peran negara sebagai support sistem penjaga generasi. Dalam hal ini, negara wajib melindungi generasi dari perilaku buruk dan maksiat dengan tindakan pencegahan (preventif) yang berlapis, yaitu:

Lapis pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Konsepnya, seluruh perangkat pembelajaran disusun berdasarkan akidah Islam. Tujuan dari sistem ini adalah anak-anak memiliki iman yang kuat, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat yang berdakwah dengan saling memberi nasihat di antara sesama.

Lapis kedua, menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Di antara aturan Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat ialah: (1) kewajiban menutup aurat secara sempurna; (2) larangan berzina dan mendekati zina, dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan); (3) larangan eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikannya saat bekerja; (4) larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa mahram.

Lapis ketiga, fungsi lembaga media dan informasi sebagai menyaring konten dan tayangan yang tidak mendukung bagi perkembangan generasi, seperti konten porno, film berbau sekuler liberal, media penyeru kemaksiatan, dan perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam.

Lapis keempat, menerapkan sistem sanksi yang tegas dengan menghukum para pelaku berdasarkan jenis dan kadar kejahatannya menurut hukum Islam. Hukuman yang diberikan sesuai dengan ketentuan hukum Allah dan kebijakan kh4lif4h selaku pemegang kewenangan pelaksanaan hukuman. Sistem sanksi Islam berfungsi memberikan efek jera sekaligus penebus dosa bagi pelaku kejahatan.

Dengan perlindungan berlapis seperti ini, upaya preventif dan kuratif akan diterapkan negara, sehingga efektif menyelesaikan masalah pelecehan seksual. [YS]

Baca juga:

0 Comments: