Headlines
Loading...
Pembantaian di Rafah, Selesaikan dengan Khil4f4h

Pembantaian di Rafah, Selesaikan dengan Khil4f4h

Oleh. Yulweri Vovi Safitria
(Freelance Writer)

Semua mata tertuju pada Rafah. Tempat perlindungan terakhir warga Gaza itu terus dibombardir oleh Zionis Yahudi. Mereka berdalih, pembantaian warga Palestina di tenda-tenda pengungsi di Kota Rafah, Jalur Gaza, pada hari Minggu (26-5-2024) untuk menyerang pejabat Hamas (tribunnews.com, 4-6-2024).

Target Politik

Alasan yang dilontarkan pejabat Israel tersebut tentu tidak sesuai fakta. Pasalnya, target penyerangan tentara Zionis adalah wanita, anak-anak, dan lansia yang berada di tenda-tenda pengungsian. 

Upaya pemberangusan warga Gaza terus dilakukan entitas Yahudi. Bahkan, rumah sakit yang menjadi tempat teraman bagi warga Gaza, pun diluluhlantakan oleh Zionis untuk memenuhi hasrat politiknya. Setidaknya, dari 36 rumah sakit yang berada di Jalur Gaza, hanya 10 rumah sakit yang masih beroperasi (republika.co.id, 24-3-2024).

Di tengah kecaman dunia atas agresi entitas Yahudi, upaya untuk menutupi fakta yang terjadi di Gaza terus dilakukan secara sistematis oleh Zionis dan sekutunya. AS, misalnya, negara adidaya itu mengeklaim bahwa yang terjadi di Gaza bukanlah genosida. 

Bahkan, sebuah memo internal New York Times menginstruksikan agar para jurnalis yang meliput serangan Israel di Jalur Gaza, membatasi penggunaan istilah “genosida”, “pembersihan etnis”, dan menghindari penggunaan frasa “wilayah pendudukan” terkait pemberitaan Palestina (tempo.co, 16-4-2024). Ini seolah menunjukkan bahwa ada upaya pengaburan yang tersistematis terhadap tragedi di Gaza, Palestina.

Brutalnya entitas Yahudi terhadap warga Gaza makin membuka mata dunia bahwa yang terjadi di Jalur Gaza bukanlah persoalan sengketa tanah, tetapi lebih dari itu. Ada upaya pembersihan etnis, memusnahkan sebuah bangsa, termasuk kelompok agama, membunuh, menciptakan kerusakan fisik, dan menimbulkan kerusakan secara massal.

Bagaimana tidak, penembakan secara brutal terhadap masyarakat, termasuk anak-anak dan wanita, bahkan menggunakan bom fosfor adalah bentuk kejahatan dan tidak manusiawi. Oleh karena itu, tentu wajar jika berbagai negara di dunia melayangkan gugatan terhadap Mahkamah Internasional (International Court of Justice), sebagaimana yang dilakukan oleh Afrika Selatan. 

Nation State Menyalahi Fitrah

Sejatinya, manusia yang dilengkapi dengan gharizah nau’ tidak akan membiarkan saudaranya dizalimi, ditindas, dibantai, dan diusir dari tanahnya. Mereka tidak butuh pembuktian atas kekejaman yang dilakukan entitas Yahudi karena fakta sesungguhnya terlihat di depan mata.

Oleh karena itu, siapa pun yang berpikir logis dan menggunakan fitrah kemanusiaannya akan menyatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Namun, hari ini, fitrah tersebut seolah tercerabut dari diri sebagian manusia. Opini agar bersikap cover both side terhadap konflik di Palestina terus-menerus merusak mindset masyarakat.

Belum lagi ide nation state yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler, telah membelenggu negeri-negeri kaum muslimin dalam sekat nasionalisme. Merasa sakit ketika saudaranya terluka tidak lagi dirasa, meski seakidah. Masing-masing ingin menunjukkan eksistensi dirinya dan lupa menjaga darah saudara seakidah. Ironisnya lagi, sebagian para pemimpin negeri muslim masih asyik bergandeng mesra dengan penjajah yang jelas-jelas, rumah dan harta yang mereka rampas dibangun dengan darah dan air mata anak-anak Gaza.   

Kondisi ini seharusnya makin membuka mata dunia, khususnya umat Islam bahwa mengharapkan keadilan kepada aturan buatan manusia ataupun organisasi dunia adalah keniscayaan. Meskipun genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi mahkamah pidana internasional, tetapi nyatanya itu tidak berlaku bagi entitas Yahudi.

Penting Kekuatan Politik

Ideologi yang lahir dari sekularisme telah terbukti gagal menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat. Hal ini terjadi karena sekularisme telah mengabaikan fitrah manusia yang semestinya diatur oleh Sang Pencipta. Alhasil, manusia makin ingkar terhadap syariat-Nya, yang lemah makin tertindas karena kekuasaan dikendalikan oleh kapitalis global. 

Umat perlu pula menyadari bahwa membebaskan Palestina tidak cukup dengan seruan boikot, tetapi butuh kekuatan yang lebih besar, yakni kekuatan politik. Sebab, apa yang dilakukan oleh entitas Yahudi merupakan sebuah gerakan politik, yakni memberangus warga Gaza dan tidak membiarkan sejengkal tanah pun dimiliki oleh mereka, padahal sudah jelas bahwa tanah Palestina adalah harta kaum muslimin.

Oleh karena itu, umat harus menunjukkan kekuatannya dan bersatu dalam kekuatan politik Islam. Umat harus bersatu dan membuktikan kepada dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Dari Abu Musa Al-'Asy'ari berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Antara seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya adalah bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lainnya." (HR At-Tirmidzi).

Hadis ini sepatutnya membangkitkan kesadaran bahwa umat Islam itu satu, yakni satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan berdasarkan akidah Islam. Ketika salah satunya rusak atau tercerabut dari umat, maka runtuhlah kekuatan tersebut. Namun, ketiga hal tersebut hanya ada dalam satu naungan, yakni sistem Islam. 

Oleh karenanya, umat harus menyatukan kekuatannya dalam satu kepemimpinan Islam, yakni Daulah Islamiah sehingga memiliki kekuatan politik dan tidak terus-menerus berada dalam cengkeraman kafir penjajah. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam pernah menjadi negara adidaya dan menguasai 2/3 dunia, bahkan negara yang hari ini berdiri dengan congkaknya pernah tunduk di bawah pemerintahan Islam. Wallahualam. *[Hz]*

Baca juga:

0 Comments: