Headlines
Loading...
Oleh. Sri Ratna Puri

Ibu mana, yang tega meninggalkan bayi merahnya, di lembah gersang tanpa ada satu pun naungan? Hal itu dilakukan oleh ibunda Hajar, yang tak tahan melihat bayi merahnya menangis dan meronta karena merasa kehausan dan kelaparan. Sedang perbekalan makanan dan air yang dibawanya, telah habis semua. Air susunya pun telah mengering. Karena telah beberapa lama, tidak ada asupan makanan dan minuman ke dalam tubuhnya. 

Tak seorang pun bisa menolong ibunda Hajar. Atas perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim a.s. yang merupakan suaminya, meninggalkannya bersama Ismail kecil. 

["Wahai Ibrahim, apakah Engkau akan meninggalkan kami di sini?"] Senyap, tak ada jawaban. 
["Wahai Ibrahim, mengapa Engkau tinggalkan kami di sini?"] Ibrahim tak bergeming. 
["Apakah ini perintah Allah, wahai Ibrahim?"] tanya terakhir ibunda Hajar. 
["Ya, ini perintah Allah."] jawab nabi Ibrahim a.s., sambil berlalu. 

Ya. Yang bisa menolongnya, hanya dengan membulatkan tawakal. Menyandarkan semua hal pada Allah, Sang Mahapenjaga makhluk-Nya, Mahapenolong, Mahamencukupi, Mahapemberi rezeki.

Ibunda Hajar memaksimalkan ikhtiar, di ranah yang memang dikuasainya. Ia memutuskan untuk mencari, mungkin di sekitarnya ada sesuatu yang bisa ditemukan, untuk mengusir rasa haus dan lapar yang sedang ia dan bayinya rasakan.

Ibunda Hajar berlari-lari kecil, dari bukit Shafa sampai bukit Marwah. Ia lakukan sambil terus berdoa, meminta agar Allah menurunkan pertolongan padanya. Coba kita bayangkan, di tengah terik matahari yang membakar, di lembah gurun pasir yang gersang, seorang ibu berjuang tanpa memikirkan keselamatan dirinya. Semua dilakukan, demi anak satu-satunya. 

Ketika ia sampai ke bukit Marwah, tak ada yang didapatinya. Di sisi lain, nurani sebagai sorang ibu memanggil. Muncul rasa khawatir, bila saja saat ditinggalkan, ada yang mengancam keselamatan anaknya. Atau, ada suatu kejadian yang tak diinginkan menimpa pada Ismail kecil. Ia pun segera kembali ke tempat Ismail, si bayi merah yang ditinggalkannya. 

Setelah memastikan bahwa keadaan Ismail baik-baik saja, ibunda Hajar lalu menambahkan lagi ketawakalannya kepada Allah Swt.. Ia meyakini dengan pasti, Allah telah mempersiapkan jalan keluar atas kondisi kesulitan yang sedang dihadapi. Ia pun bergegas berdiri, mencoba sekali lagi. Ia kembali berlari kecil menapaki arah menuju bukit Marwah. 

Hal yang sama terulang, tak ada yang bisa ia temukan. Bahkan, sampai tujuh kali ia mengulangi, tetap tak ada yang didapati. Mungkin, sekiranya masih tersisa tenaga, ia akan terus mencoba ratusan sampai ribuan hal serupa, demi anaknya. Tapi tenaganya telah habis semua. Tubuhnya melemah. Ia tak lagi berdaya. 

Sementara bayi Ismail, terus menangis. Saking lamanya menangis, suara Ismail kecil yang tadinya kencang, perlahan mulai tak terdengar. Hanya kaki dan tangannya, yang terlihat sesekali bergerak. 

Alangkah sedih dan pilunya hati seorang ibu. Namun, apa yang telah ia upayakan, sudah mencapai pada batas kemampuan. Sampai muncul kepasrahan penuh pada ketetapan Allah. Ia serahkan semua, apa pun keputusan Allah padanya, ia terima. 

Tak lama, pertolongan Allah tiba. Imbalan yang dijanjikan pada hamba-hamba-Nya yang beriman, tak mungkin salah sasaran. Dan ujian, memang bagian dari rasa sayangnya Allah pada manusia. Seakan Allah Swt. sengaja ingin menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Maka, lewat hentakan kaki mungil bayi Ismail, muncullah mata air. 

Zam-zam, zam-zam (yang artinya berkumpul), gumam ibunda Hajar. Tangannya menadah dan mengumpulkan air yang terpancar dari tanah. Lisannya tak henti berzikir, melafazkan rasa syukur kepada Allah Swt.. Akhirnya, Allah menyelamatkan hidupnya dan bayinya. 

Peristiwa berlari kecilnya ibunda Hajar ini, disebut dengan Sai. Peristiwa bersejarah yang diabadikan dalam Al-Qur'an, tepatnya di surat Al-Baqarah, ayat 168, yang artinya: "Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah.  Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.". Inilah dalil, bahwasanya Sai, menjadi salah satu bagian dari rukun ibadah haji dan umrah. Bahkan, syariatnya berlaku sampai kepada umat nabi Muhammad saw.. 

Dari sepenggal cerita ini, bertabur hikmah yang bisa kita petik. Diantaranya, hikmah berupa kepatuhan seorang istri terhadap titah suami, juga perjuangan seorang ibu yang rela berkorban demi anak yang dicintai. Dan hikmah yang paling berkesan, terkait sikap tawakal seorang hamba secara total, tanpa meninggalkan ranah ikhtiar sebagai kewajiban, serta kepasrahan menerima segala keputusan yang Allah Swt. tetapkan. Yakinlah, di balik ujian, ada sesuatu yang Allah siapkan. 

Semoga kita, para muslimah, para pabrik mujahid, bisa meneladani apa yang ibunda Hajar lakukan, sehingga melahirkan Ismail-Ismail masa depan, pengisi peradaban gemilang. Aamin. Wallahualam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: