Headlines
Loading...
Tapera, Beban Rakyat Semakin Bertambah

Tapera, Beban Rakyat Semakin Bertambah

Oleh. Nur Fitriani

Program pemerintah tabungan rakyat (Tapera), telah menjadi perbincangan setelah pekerja swasta dipaksa untuk ikut menjadi peserta. Tapera dibentuk sejak 2016 melalui UU nomor 4 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Sebelumnya, hanya PNS yang diwajibkan menjadi peserta program, kali ini pekerja swasta dan mandiri juga diikut sertakan. Melalui Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas Pemerintah (PP) nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera, pemerintah menetapkan iuran sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong yakni 2,5 pesen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja www.intelmediaupdate.com (31/05/2024).

Tapera hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir, yakni saat pensiun atau berakhir kerja (PHK). Sejumlah pekerja swasta atau pekerja mandiri atau informal menilai program Tapera akan menjadi beban baru dalam kehidupan mereka. Selama ini penghasilan mereka yang sangat pas-pasan, khususnya pekerja mandiri yang berpenghasilan tidak pasti.
Pemerintah akan mengoperasikan Tapera untuk pekerja mandiri atau informal selambat-lambatnya pada tahun 2027. Itu artinya penarik ojek daring, pelaku UMKM, dan satpam di lembaga swasta turut serta di wajibkan dalam program tersebut. 

Kewajiban Tapera akan menambah beban ekonomi masyarakat. Pasalnya sebelum ada tabungan wajib ini sejumlah iuran seperti BPJS, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, pajak dan potongan lain-lain telah banyak memotong penghasilan masyarakat. Kebijakan pemerintah ini sekilas tampak baik karena bisa mengatasi persoalan hunian masyarakat negeri ini. Namun dibatasinya peserta Tapera menunjukkan bahwa iuran wajib ini hanya bisa dimanfaatkan segelintir masyarakat. Selain itu waktu pencairan dana sangat panjang. Hal ini tentu menjadikan pemilik tabungan sulit memanfaatkan rumah yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat.

Kehidupan dalam sistem kapitalisme memang cukup sulit, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja rakyat memutar otak untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Apalagi sistem kapitalisme yang meniscayakan mahalnya harga kebutuhan pokok, pelayanan pendidikan maupun kesehatan. Negara sendiri abai terhadap peran utamanya sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana kebijakan Tapera ini sungguh negara menunjukkan jati dirinya hanya sebagai pihak penyedia tanpa mempedulikan apakah rakyat mampu mengakses rumah yang layak atau tidak. Sementara proyek pembangunan KPR negara selalu mengandalkan pihak swasta yang tentu akan memberikan keuntungan cukup besar bagi para pengembang. Karena itu, kebijakan Tapera yang dipaksakan ini diduga kuat merupakan regulasi pro korporasi, karena dana yang terkumpul diserahkan pada korporasi. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara pelayan korporasi bukan sebagai pelayan rakyatnya.

Berbeda dengan sistem Islam, dalam negara Islam yakni khilafah yang menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keadailan bagi seluruh rakyat yang hidup di bawah sistem ini. Dalam Islam pemimpin diposisikan sebagai pengurus (ra’in) dan pelayan rakyatnya. Tugasnya adalah mengurus urusan rakyatnya bukan mengeruk keuntungan dari rakyatnya. Khilafah menjamin seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara Islam secara menyeluruh, mulai sandang, papan dan pangan dengan mekanisme yang ditetapkan syariat sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat. 

Maka semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan rakyat tanpa kompensasi berupa iuran wajib. Untuk memampukan rakyat memiliki rumah, khilafah memastikan terbukanya lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Hanya saja tingkat pendapatan rakyat berbeda-beda sesuai kapasitasnya. Karena itu, jika ada rakyat sulit membeli rumah maka khilafah akan hadir sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok ini. Dalam menjalankan tanggung jawabnya ini khilafah tidak berperan sebagai regulator apalagi hingga mengalihkan tanggung jawab kepada swasta atau korporasi. Untuk pembiayaan pembangunan perumahan rakyat miskin diambil dari baitul mal. 

Sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran baitul mal sepenuhnya berdasarkan ketentuan syariat. Artinya pemerintah tidak menggunakan konsep anggaran berbasis kinerja apapun alasannya apalagi sampai mengkomersilkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan. Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, namun tidak layak huni serta mengharuskan direnovasi, maka khilafah harus melakukan renovasi langsung dan segera. Sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat miskin.

Khilafah tidak boleh menyerahkan dana pembangunan rumah rakyat miskin kepada operator property sehingga dengan leluasa mengkomersilkan hunian yang di bangun untuk mencari keuntungan. Khilafah juga bisa membangunkan langsung rumah untuk rakyat miskin di lahan-lahan milik negara. Khilafah boleh memberikan tanah miliknya secara gratis untuk di bangun rumah selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Demikianlah jaminan terpenuhinya perumahan bagi rakyat hanya akan terwujud hanya dalam khilafah Islam.
Wallahualam bishawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: