Headlines
Loading...
Oleh. Neni Arini

Seluruh kaum muslim di dunia pasti memiliki keinginan untuk pergi berhaji. Mengunjungi tanah Haramain yang banyak meninggalkan banyak kisah para Nabi, terutama bagi seorang Nabi Ibrahim.

Haji adalah salah satu ibadah utama yang diwajibkan bagi umat Islam yang telah mempunyai kemampuan, baik fisik, mental maupun finansial dengan rangkain ibadah Mabid di Mina, Wukuf di Arafah, Mabid di Muzdalifah, Lontar Jumrah di Mina, serta Thawaf dan Sa’i di Mekah. Ritual ibadah haji sejatinya merupakan kegiatan napak tilas perjalanan spiritual Nabi Ibrahim, sebagai bentuk ketaatan tanpa tapi.

Kisah berhaji bermula  dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk melakukan perjalanan dari Mekah menuju Arafah bersama Siti Hajar dan Ismail. Dalam perjalanan itu, selama tiga malam berturut-turut Nabi Ibrahim bermimpi untuk mengorbankan putranya Ismail. 
Semua kisah mimpinya membuat Nabi.Ibrahim
galau. Sempat meragukan mimpi itu sebagai perintah Allah. Tetapi akhirnya yakin bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Penyayang, yang tak pernah mungkin akan berbuat dzalim terhadap hamba-Nya. Ibrahim pun merenung di Mina, yang dalam ritual ibadah haji dikenal sebagai hari tarwiyah (Hari Perenungan), di mana para jamaah haji berkumpul dan bermalam di Mina, seraya bersiap-siap menuju Arafah.

Nabi Ibrahim ditengah kegundahannya memohon petunjuk kepada Allah dengan melakukan ritual wukuf, atau menghentikan segala aktivitasnya di dalam tenda, sambil memohon petunjuk kepada Allah yang dalam ritual ibadah haji kini dikenal sebagai Hari Arafah (Hari Pencerahan). 

Dan akhirnya Nabi Ibrahim memutuskan untuk melaksanakan perintah Allah. Tetapi syetan tak pernah rida ketika melihat hamba Allah yang taat. Disaat tengah malam mereka beristirahat sejenak di Muzdalifah. Saat itulah Ibrahim digoda dan dirayu oleh setan, agar membatalkan keputusannya mengorbankan Ismail.

Tapi, Ibrahim sudah berada dalam keteguhan hati, teguh pada keyakinannya untuk melaksanakan perintah Allah pada keesokan harinya. Ibrahim lantas mengambil sejumlah batu untuk mengusir setan yang menghalanginya.
Dalam ibadah haji, pelemparan batu terhadap setan itu menjadi ritual Lempar Jumrah, yakni Jumrah Aqabah, Jumrah Wustho dan Jumrah Ula.

Allah berfirman dalam.aurat As Shaafat ayat 102:

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 

"Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

MasyaAllah ketaatan tanpa tapi, sehingga Allah melihat semua itu dan menggantikannya dengan seekor domba.

Sebagai bentuk syukur akan semua itu maka pada tanggal  10 Dzulhijjah Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail bersa’i, berlari-lari kecil naik turun perbukitan menuju Baitullah. Sesampainya di Ka’bah, mereka thawaf atau berkeliling-keliling di sekitar Ka’bah, mengangkat tangan dan menengadah ke langit, sembari meneriakkan keagungan  Allah,  memuji dan mengucap syukur kepadaNya.

Labbaik allaaahumma labbaik, labbaika laasyariikalaka labbaik. Innal hamda wan-ni’mata laka wal-mulk. Laasyariikalaka labbaiik…

"Ya Allah, telah aku penuhi seruan-Mu, telah aku penuhi panggilan-Mu. Sungguh, tidak ada sekutu bagi-Mu. Segala syukur dan segala nikmatku adalah pemberianMu. Begitu juga segala kuasa adalah milik-Mu. Tiada lain selain Engkau, Ya Allah, yang aku tuju."

Ibadah kurban dan idul adha merupakan 
Ibadah pengorbanan sebagai seorang hamba Allah. Ibadah kurban mengajarkan kepada kita akan cinta tanpa syarat kepada Allah, menjadikan Allah sebagai pusat kesadaran dan kehidupan. Menjadi ruh tauhid di tengah kondisi iman yang selalu naik turun.

Dalam kisah idul adha kita bisa melihat bagaimana Nabi Ibrahim dan Siti Hajar telah mendidik putranya dengan sangat baik, yaitu Ismail. Ismail tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya, patuh dan tunduk akan perintah Allah, sehingga rela untuk disembelih ketika Allah memintanya. Ketaatan tanpa tapi tanpa nanti. Itu semua menjadi bukti ketakwaan Ismail kepada Allah Swt. Ismail mampu mengalahkan keinginan nafsu dan tuntutan dunia, karena sadar bahwa cinta dan ridanya kepada Allah melebihi segalanya. 

Bagaimanakah dengan kita? Mampukah kita menjadi Ismail. Bagaimana bakti kita kepada kedua orang tua,  bagaimana kecintaan kita kepada Allah Swt? Sudahkah menjalankan semua perintah-Nya? Menjalankan hukum-hukum Allah dalam semua lini kehidupan? Tentunya ini menjadi sebuah perenungan diri. Persembahan apa yang sudah kita berikan kepada Sang pemilik bumi ini? Bakti apa yang sudah kita berikan kepada orang tua kita. Astagfirullahal adziim. Masih banyak penawaran ketika perintah Allah datang, selalu saja ada alasan untuk tidak mengerjakannya. Masih saja tak mendengarkan nasehat orang tua, padahal disitulah letak birul walidayin.
Ya Allah maafkan atas segala salah dan dosa hamba.

Sejatinya kehidupan ini adalah perjalanan dari Allah menuju Allah dan tujuan kemana kita kembali sesudah hidup ini. Hidup sejatinya adalah rangkaian pengabdian kita kepada Allah sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.

Inna sholaati wanusukii wamahyaayaa wamamaati lillaahi rabbil ‘aalamiin.

 "Sesungguhnya, salatku, pengorbanan dan pengabdianku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah."

Semoga ini menjadi perenungan dan pembelajaran diri dalam mentaati semua perintah Allah. Ketika syariat itu datang yang harus kita lakukan adalah "Samina wa athona, kami dengar dan patuh." Taat tanpa nanti, taat tanpa syarat.

Bismillah...semoga Allah mengabulkan keinginan diri untuk segera berhaji dalam keadaan sehat walafiat. Barakallah fiikum.

Baca juga:

0 Comments: