Headlines
Loading...
UKT Meresahkan, Omong Kosong Liberal

UKT Meresahkan, Omong Kosong Liberal

Surat Pembaca 


Oleh. Ummu Ghoza

Biaya uang kuliah tunggal (UKT), khususnya di perguruan tinggi negeri saat ini tengah ramai mendapat protes. Diharapkan aturan Permendikbud yang kontroversial dicabut atau direvisi agar tidak terjadi kenaikan lagi. Sungguh meresahkan nasib mahasiswa.
Biaya UKT antara Rp5 sampai Rp10 juta terbilang mahal bagi rata-rata orang tua mahasiswa di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan membatalkan kenaikan UKT. Namun janji Nadiem mulai santer disebut ‘omong kosong’ belaka selama Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tidak dicabut (IDN Times, 31/5/2024).

Sementara itu, Ekonom Poltak Hotradero menilai, porsi anggaran untuk alokasi pendidikan perlu ditinjau kembali. Pada dasarnya, pendidikan mendapatkan alokasi sebesar 20 persen dari APBN. "Itu kelihatan cukup berat ya sebenarnya, karena pendidikan itu lebar sekali. Sebagian besar masyarakat kita masih di pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan tinggi masih sangat kecil," kata Poltak (TEMPO.CO, 30 Mei 2024).

Adanya Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 menyebabkan perguruan tinggi berhak menaikkan UKT. Hal ini membuat resah, banyak mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan kuliah bahkan banyak juga yang putus kuliah. Parahnya, di antaranya banyak yang terjerat pinjaman online untuk membayar kuliahnya, banyak yang stress yang akhirnya bunuh diri.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Srie Tjahjandarie, mengatakan bahwa Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) saat ini belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Pendidikan tinggi termasuk pendidikan tersier, tidak masuk ke dalam program wajib belajar selama 12 tahun, ujarnya.

Ini menunjukkan bahwa pendidikan sebagai dagangan mahal yang diperjualkan sehingga tidak semua orang mampu menikmatinya. Hal ini karena kebijakan globalisasi yang dimotori WTO mengadakan perjanjian melalui General Agreement on Trade in Services (GATS). Semuanya ini tidak lepas dari sistem kapitalisme sekuler sehingga pendidikan menjadi liberal yakni sebagai komoditas bisnis. Dengan mengejar nama World Class University (WCU), semua kampus berlomba menjadi PT berbadan hukum. Terlihat negara dan rakyatnya bagaikan pedagang dan pembeli. Inilah buah kebijakan liberal yang omong kosong bisa menyejahterakan.

Dalam Islam, pendidikan dijamin dan diberikan yang terbaik oleh negara. Karena menuntut ilmu termasuk kebutuhan tiap orang. Sebagaimana dalam hadis riwayat Ibnu Abd Dar yang artinya tuntutlah ilmu dari lahir hingga ke liang lahat. Juga kewajiban menuntut ilmu bagi seorang muslim dari hadis riwayat Muslim sehingga setiap kaum muslim mudah menggali dan mengembangkan ilmunya. Maka, tidak mustahil banyak ulama dan ilmuwan hebat yang ahli agama, ahli ilmu yang berguna untuk Islam dan kaum muslim. Seperti Imam Syafi'i, Imam Al Ghazali yang banyak karyanya dan yang lainnya. Banyak juga ilmuwan terkenal, ada Ibnu Sina, ahli kedokteran, dan masih banyak ilmuwan lainnya.

Pendidikan bisa merata dan tidak mahal karena pendanaan dari Baitulmal yang sumber keuangannya berasal dari pengelolaan sumber daya alam, pembayaran jizyah, kharaj, fai, ghanimah, dan lainnya. Selain itu, ada seruan kaum muslim untuk berinfak.
Semuanya bisa terwujud hanya dalam daulah Islam. Karena dengannya syariat Islam kaffah bisa diterapkan. Hal ini telah terbukti dengan berjayanya khilafah selama 13 abad. 

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: